Keping Lima

5.7K 649 37
                                    

Author POV

Sudah sepekan sejak kepulangan Calla ke Jogja. Sudah sepekan pula Calla menjalani kehidupan pasca menjadi paskibraka. Hidupnya kembali seperti semula. Menjalani kehidupan anak kelas dua SMA. Tertawa bercanda dan banyak hal yang begitu menyenangkan di SMA.

Seperti saat ini, Calla tengah menghabiskan waktunya untuk kerja kelompok. Sebenarnya masih ada waktu akhir pekan. Tapi Calla ingin akhir pekannya dihabiskan bersama Ayah dan Bundanya untuk pergi ke Surabaya.

Menengok simbah kesayangan Calla dan ziarah ke makam om dokter. Hal yang paling Calla tunggu untuk setahun ini. Karena kesibukan ayah dan bundanya.

Ayah Calling......

"Bentar ya, ayahku telfon." Ucap Calla pada salah satu temannya. Yang di jawab dengan anggukan. Calla keluar kedai es krim di dekat SMAnya.

"Halo Yah, assalamu'alaikum." Ucap Calla saat telfon ia jawab.

"Waalaikumsalam mbak Calla, sudah mau pulang belum?" Calla menengok ke belakang. Ia harus membuat kesimpulan tentang praktikum ya tempo hari.

"Tinggal buat kesimpulan Yah, kan katanya berangkatnya sore nanti Yah." Ucap Calla meminta penjelasan.

"Memang mbak Calla dimana?" Tanya Aksa dari seberang sana.

"Di roemi Yah." Jawab Calla pendek.

"Em maaf ya Mbak Calla, ayah harus kembali bertugas." Calla mendesah lesu. Senyum yang tadi terpancar sirna sudah.

"Kapan Yah?" Bisik Calla, sekuat tenaga Calla menahan tangisnya. Walaupun sudah enam belas tahun menjadi anak tentara. Bahkan di tinggal tugas ke penjuru manapun. Sekolah selama apapun, tapi Calla tetap menangis.

"Jam dua nanti." Ucap Ayahnya di seberang sana. Calla kembali melirik jam pemberian Daffa. Warnanya kuning karakter minions. Dua kurang lima belas menit.

"Yasudah Yah, ayah hati-hati ya. Mbak Calla belum bisa pulang. Masih ada tanggung jawab untuk Mbak Calla." Aksa di seberang sana tersenyum bangga. Didikan tanggung jawab yang selalu ia tanamkan tetap terpatri pada jiwa Calla.

"Iya Mbak, besok ayah ambil lagi cuti untuk Mbak Calla ya." Calla tersenyum lesu.

"Jangan memberi harapan Yah, kalau ayah belum tentu yakin dengan harapan itu. Mbak ikhlas atas tanggung jawab ayah. Mbak Calla ikhlas ayah di panggil negara. Tanggung jawab seorang komandan adalah hal yang sangat besar Yah. Teladan bagi semua orang. Itu yang selalu ayah ajarkan pada Mbak dan Daffa kan. Ayah hati-hati di jalan, salam untuk bunda ya." Ucap Calla. Menunggu ayahnya menutup panggilannya siang ini.

"Mbak Calla hati-hati sama Daffa. Ayah dan Bunda pamit ya. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam." Lanjut Calla. Ia kembali mengusap air matanya kasar. Ia harus menyelesaikan tugasnya. Walaupun esok ia tidak jadi ke Surabaya. Tapi setidaknya tugasnya berkurang satu.

"Kenapa Call?" Tanya Koko teman satu kelompoknya.

"Ayah mau balik ke Purworejo. Ga jadi ke Surabaya. Udah yuk di lanjutin." Ucap Calla kembali fokus pada laptop di depannya. Keempat temannya hanya diam dan sesekali memandang wajah lesu sahabatnya ini.

"Kurang deh yang apel itu kan bisa mengalirkan listrik to. Coba di tambahin." Ucap koko lagi. Anak pintar dari kelas Calla yang jago matematika dan kimia. Selalu datang paling awal, dia tidak kutu buku. Awal datang karena rumahnya jauh.

"Iya ini di tambahin." Calla masih saja lesu. Sampai seseorang menepuk pundaknya. Membuatnya menoleh, lalu spontan ia memeluknya.

"Ayah pamit ya. Besok kesini lagi." Calla mengangguk dalam dekapan sang Ayah. Menikmati wangi sang ayah yang sama dengan miliknya. Wangi minyak Telon yang selalu membuat Calla nyaman.

"Hati-hati dan jangan pernah terluka ya Yah. Nanti Calla telfon." Calla memeluk ayahnya sekali lagi. Berlanjut pada sang Bunda yang tak kalah erat memeluknya.

"Bunda Jagain ayah ya. Bunda hati-hati di sana. Calla ngga bisa Jagain bunda." Bina terkekeh di sela tangis kecilnya. Anaknya benar sudah dewasa.

"Rajin sekolah ya, secepat mungkin bunda pulang buat Mbak Calla ya." Aksa melihat jam di pergelangan tangannya. Satu menit lagi waktu yang tersisa.

"Hati-hati nanti naik sepeda pulangnya. Jangan ngebut." Calla mengangguk, ikut mengantarkan ayahnya ke luar. Masuk ke dalam mobil dinas tentara yang berwarna hijau.

Calla hanya diam, berucap pada hatinya sendiri. Apakah nanti aku akan Setegar ini ketika harus berpisah jauh dengan ayah dan bunda. Apakah aku akan tidak menangis jauh dengan Daffa dan mereka. Apakah hidupku akan berwarna tanpa mereka di dekatku. Aku tak tahu, biar waktu yang menjawab semuanya. Semua sesak rindu yang minta di bebaskan. Semua temu yang ingin di realisasikan. Ini semua hanya tentang waktu ketika rindu harus ada temu. Keluarga adalah harta yang paling berharga. Ayah bunda selamat mengabdi pada bumi pertiwi. Baktimu dibutuhkan saat ini. Aku ikhlas aku rela, karena aku memang nomor sekian, saat baret dan tongkatmu bertengger manis di badanmu.

Calla tersadar saat mobil sudah menjauh, kembali pada sepi yang menyapanya. Kini ia hanya bersama Daffa. Melindungi adiknya yang masih SMP. Menjadi tameng keusilan dan kepintaran Daffa.

Calla tersadar lagi, ia masuk. Bergabung untuk menyelesaikan kesimpulan yang tak kunjung jadi. "Rasanya gitu ya Call jadi anak tentara itu?" Calla tersenyum samar mendengar ucapan Galang, sobat Ambyarnya sedari SMP.

"Ya gitu deh lang,tapi bersyukur sih. Orang tua masih lengkap." Galang mengangguk.

"Mending jadi sobat Ambyar tukang jual cat dan bahan bangunan to ya Call, jadi bisa membangun ulang pondasi cinta dan mengecat kenangan yang menguning karena lapuk kemakan pengkhianatan." Entah kenapa Calla ingin tersenyum saat ini. Memberikan acungan lima jempol untuk sobat Ambyar cabang Lendahnya.

"Bhahahahaha." Sontak semua tertawa melepaskan kesedihan Calla.

"Itu sih deritamu Lang, sabar ya. Nih es krim ku buat kamu. Biar nggak kaya manusia lidi." Galang malah tertawa mendengar ejekan Amira.

"Tahu aja kalau aku masih pengen tapi duit tipis." Cengiran Galang sontak membuat mereka berteriak.

"Cinone." Galang hanya meringis.

"Anak juragan toko bangunan beli es krim kagak mampu. Ya Allah, tolong seribu koin untuk temanku ini." Ucap Koko sambil mengadahkan tangannya. Seperti berdoa.

"Aamiin." Semua merogoh saku, mengumpulkan koin yang langsung di tangkap oleh Galang.

"Cino, gercepnya Ngelebihin Shopee tangkap." Ucap Namira

"Ternyata, kalian semua jadi obat galauku ya. Keambyaranmu lang, bikin aku ketawa. Aku bingung, sekarang aku harus do'ain apa ke kamu. Biar kamu Ambyar terus apa sembuh dari ambyarmu." Semua tertawa mendengar Calla berbicara.

"Udah, Galang adalah duta Ambyar se SMA kita." Alya yang sedari tadi tidak bersuara kini ikut membully Galang.

Drrrrttt drrrttt

Calla melihat handphonenya, ada pesan yang membuatnya kini tersenyum.

Bang Elang Akmil
Selamat siang Calla, saya di Purworejo. Besok ada grup GSCL tampil di alun-alun.

Senyuman Calla makin terasa penuh, tinggal ia membujuk adiknya esok hari untuk menyusul ayah bundanya ke Purworejo. Satu dua pulau terlampaui, bertemu ayah dan bunda. Tentu bisa melihat pujaan hatinya tampil untuk yang kedua kalinya.

🌵🌵🌵

Untuk kalian yang selalu mendukung saya, menyemangati saya. Terima kasih yang tiada tara 🤗

Semalam saya baru chating sama kakak kelas waktu SMP. Dia menceritakan adiknya yang satu angkatan sama saya, lagi Ambyar hatinya. Jadilah Part ini. Semoga hatinya lekas membaik ya lang 🤣

Dan hari ini masih ga bisa kemana mana. Rasanya begitu menyiksa 😭😭

Semoga sakitku bisa menjadi penggugur dosa-dosaku Aamiin ❤️❤️

Komen yang banyak ya kalau mau cerita ini up hari esok 🤗🤗🤗(ala-ala youtubers)

Matcha GreenteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang