7. Pulpen sialan

2.9K 150 5
                                    

Dia memiliki mata untuk memandangmu. Memiliki mulut untuk menyapamu. Tapi sayang, dia tidak memiliki hati untuk membalas perasaanmu.

®BilaNandara

•────────────•

"WOI! PULPEN LO JATUH NIH," teriak Bila dari kejauhan.

Entah kesialan apa yang menimpanya, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki tak mempunyai mata. Maafkan Bila yang terlalu sensi. Tapi salahkan saja lelaki itu! Sudah tahu Bila segede ini masih saja main ditabrak. Ditambah mukanya yang kayak bocah. Masa jalan-pun lelaki itu sambil manyun-manyunin bibir dengan bolpoin yang di taruh ditaruh di ujung bibirnya.

Hari ini Bila sudah memasuki sekolah. Tubuhnya juga sudah lumayan enteng setelah dibawa beraktivitas. Bosan juga kali di rumah terus. Kerjaannya cuma tidur, makan, nonton tivi, atau mainan ponsel. Gara-gara Bara sialan itu inilah akibat yang harus Bila tanggung karena mengintip keromantisan lelaki itu bersama Jesika. Masa iya dia ngajak makan malem bareng Bila tapi gadis itu malah ditinggal sendiri sedangkan dia sibuk peluk-pelukan? Apaan coba maksudnya? Ya karena kesal, Bila jadi memilih pulang sendiri dengan naik ojek. Apalagi jarak tukang ojeknya begitu jauh sampai harus jalan kaki dulu. Pegel kaki Bila! Ditambah dingin, tidak mengenakan jaket. Haduh sialan!

Bila berjongkok memungut pulpen itu. Pulpennya murah, soalnya keliatan jelas kalau pulpen itu adalah pulpen lilin yang harganya sekitar seribu hingga dua ribuan. Tak ambil pusing, gadis itu memasukannya ke dalam saku, dan mengikrarkan bahwa pulpen itu sudah sah menjadi miliknya. Yang punyanya saja tidak merasa kehilangan untuk apa Bila bersusah payah untuk mengembalikannya?

"Bila?" panggil seseorang. Bila menoleh ke belakang yang mendapatkan Bara di sana.

Melihat Bara yang kian mendekat, Bila mengibaskan rambutnya ke arah depan dan berlari terkacir-kacir.

Dikira Bara setan kali, ah!

"Haduh ... perjanjiannya, kan, nggak boleh ngindar," gerutu Bila di tengah lariannya. Bila kembali menoleh ke belakang yang lagi-lagi mendapatkan sosok Bara yang tengah mengikutinya dengan langkah panjang. Bila balik fokus ke depan. "Bodo, ah! Suruh siapa mukanya bikin gue sakit hati." Lanjutnya kemudian mempercepat langkah.

Tapi Bila terkejut saat tangannya ditarik dari belakang yang membuatnya refleks memutar tubuh hingga menghadap Bara. Bara mencengkram kedua bahu Bila kuat hingga mata mereka beradu. Mulailah jantung Bila berdetak kencang saat matanya terkunci dengan netra tajam nan teduh yang dimiliki Bara.

"Lo kenapa lari?" tanya Bara menyadarkan Bila.

"Em ...." Bila berusaha menyingkirkan kedua tangan Bara dan meronta meminta dilepaskan. "Lepas!" ujar gadis itu namun Bara tetap tak melepaskannya.

"Lo kenapa bisa sakit?" tanya Bara sekali lagi akibat pertanyaan tadi sudah hangus tak dijawab.

Gue sakit karena lo bego! Pake nanya, gerutu Bila dalam hati. Ingin mengutarakannya langsung tetapi malas binti gengsi. "Ya mana gue tahu! Kalau iya gue tahu kemarin bakal sakit, gue pasti udah ngasih undangan ke seluruh masyarakat sekolah biar mereka dateng jengukin gue," sungut Bila kesal. Mana ada yang namanya penyakit minta ijin dulu. Kan aneh.

Bara melepaskan cengkeramannya dan bertanya, "Apa iya setelah sakit sensi lo kumat?"

Mendengar itu, Bila tertawa hambar. Serasa kayak ada anjay-anjay gitu. Tidak peka! Tak berperasaan! Goblok pula!

"Enggak. Gue lagi pms," ujar Bila ngasal. Begitulah seorang perempuan, suka sekali yang namanya ngebohongin perasaan dengan cara ngungkapin apa yang nggak sesuai sama perasaan.

"Oh ... mau gue beliin kiranti?" tawar Bara semakin membuat Bila naik pitam. Sok-sok'an perhatian biar Bila baper, terus kalau udah baper ditinggalin? No way!

"Makasih," ucap Bila sinis, "Tapi maaf ... gue. Nggak. Butuh!" lanjutnya tersungut-sungut lalu membuang wajah.

"Hahaha." Tawa Bara menggelegar. Hampir saja Bila terjatuh dibuatnya andai kala tak menyeimbangkan diri.

Bila mengerjap lucu.

"Jangan masang muka kaya gitu!" pinta Bara seraya mengusap telapak tangannya ke wajah Bila setelah tawanya reda. "Gue nggak tahan."

"Nggak tahan kenapa?" tanya Bila tak mengerti.

"Nanti juga lo tahu," balasnya sambil tersenyum. Dan senyumannya ituuu, Masyaallah, bikin Bila semakin lumer. Padahal sudah 15% Bila melupakan Bara tapi sekarang lelaki itu menghisapnya tanpa memberi sisa.

"Bentar lagi masuk. Lo nggak ada niatan mau masuk ke kelas?"

"Eh?" Bila kembali tersadar dari lamunannya untuk kesekian kalinya. "Yaudah gue ke kelas." Bila berbalik hendak pergi tapi pergelangan tangannya ditahan oleh Bara. "Kenapa?" tanya Bila, mengernyit.

"Istirahat nanti gue jemput lo di kelas, kita ke kantin bareng," ajaknya tapi terdengar seperti memaksa.

"Gu-"

"Nggak ada penolakan!"

Nah kan. Sudah Bila duga. Pemaksa! Awas saja nanti kalau sudah waktunya. Bakal Bila balas.

•────────────•

Jam istirahat telah berbunyi bermenit-menit tadi. Di saat yang lain sudah pada jajan, Bila masih stand by di kelas karena suatu alasan yang katanya bakal dijemput sama cogannya SMA Jaya Raya. Tapi kenapa tidak kunjung muncul? Ah sudahlah, lebih baik Bila ke kantin sendiri karena perutnya sudah lapar tak bisa ditahan.

"DUARR AYAM!!" Kejut seseorang ketika Bila sudah sampai di pintu. Gadis itu mengusap jantungnya yang berdetak tidak normal karena kaget.

Jika kalian berpikir orang yang mengagetkan Bila adalah Bara. Tentunya kalian salah telak. Karena Bila saja tidak tahu siapa lelaki yang nongol tiba-tiba dan mengejutkannya seperti ini.

"Ngapain, sih, hah?!" tanya Bila ngegas seraya memukul bahu lelaki itu berkali-kali. "Nyari siapa lo?" tanyanya lagi, terdengar kesal sekali di telinga lelaki itu.

"Nyari lo," jawabnya yang kemudian menyodorkan tangan seolah meminta sesuatu.

Bila menggaruk rambutnya. "Gue bawa uangnya ngepas."

"Yeee," dengus lelaki itu lalu menjitak kepala Bila dengan ringannya. "Gue nggak minta duit." Lelaki itu menyisir rambutnya dengan jari. Dan hal itu berhasil membuat Bila ... geli. Yaiyalah geli! Ganteng enggak, banyak gaya iya.

"Terus?"

"Mana pulpen gue? Gara-gara lo, gue jadi dimarahin karena nggak nulis tahu anjir!"

Bila membelalakkan mata tak percaya, kenapa jadi dirinya yang disalahkan? Sudah jelas lelaki itu yang sengaja menabrak Bila, menjatuhkan pulpen, dan meninggalkan pulpennya begitu saja.

"Kok gue? Kalau mau nulis, ya, nulis aja kali!" sewot Bila kepada lelaki itu.

"Bagi gue, nggak ada pulpen nggak bakal ada catetan juga," jawabnya yang tak kalah sewot.

"Ya beli, lah! Jangan kayak orang susah! Pulpen lo yang ini juga harganya paling dua ribu, kan?" tanya Bila sambil menunjukan pulpen tersebut ke arah lelaki itu. "Nih, gue balikin!" Bila mendorong pulpennya ke dada lelaki itu. Bila menyeringai. "Makanya, lain kali nggak usah kebanyakan gaya!" Tak mau membuang banyak waktu, Bila akhirnya pergi meninggalkan lelaki itu yang terlihat bengong.

"Cantik-cantik, kok, doyannya ngegas?" gumam lelaki itu geleng-geleng.

•────────────•

𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang