Sulitnya aku dalam mencintaimu adalah, ketika aku harus berhadapan dengan seseorang yang juga mencintaimu, tetapi dia lebih sempurna dari aku.
®BilaNandara
•────────────•
Pulang sekolah tadi. Bila langsung merengut masuk ke dalam kamarnya tanpa mau mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Bila menangis lebay ditambah menjerit tak karuan seraya melempari bantal, selimut, dan guling miliknya ke asal.
Hadirnya Bara di hidup Bila sangat mengganggu. Bukan menganggu aktivitas atau ketenangan. Melainkan lelaki itu telah mengganggu perasaannya. Akhir-akhir ini gadis itu jadi was-was tentang pertanyaan yang sering kali dia rasakan. Apa dirinya menyukai Bara? Itulah salah satunya. Semestinya dari dulu Bila jangan berharap pada Bara. Dan lihat! Buktinya lelaki itu memberi harapan bukan cuma pada dirinya.
"Gue benci sama Bara! Kenapa, sih, dia harus nganter cewek itu segala?!" runtuknya di tengah tangis. Padahal bukannya Bila sendiri yang menyuruh lelaki itu untuk mengantar Tania? Lalu apa salah Bara? Salah Bara; ya karena tidak menolaknya.
"Gue nggak suka!" pekiknya keras.
"Nggak papa dia belum bisa lupain si Jesika-Jesika itu. Tapi jangan buat dia jatuh cinta lagi di hati yang beda! Gue nggak rela, hiks hiks." Gadis itu kembali terisak. "Kali ini mungkin gue bakal egois. Gue nggak bakal biarin dia suka sama cewek lain selain gue. Itupun kalau dia udah berhasil ngelupain masalalunya," ujar Bila lalu mengelap air mata di pipinya dengan telapak tangan.
"Gue harus ngungkapin perasaan gue," ujarnya bertekad.
•────────────••────────────•
"Bara?" Lelaki yang tengah terduduk di kantin bersama Gabriel-pun menoleh menatap gadis yang baru saja memanggilnya.
"Iya?" jawab Bara tenang.
Gabriel yang hanya menjadi penonton cuma bisa diem aja ngamati apa yang bakal terjadi.
"Gue suka sama lo."
BYURR!
Refleks Gabriel menyemburkan minuman yang ada di mulutnya saat Bila mengungkapkan itu dengan wajah menunduk namun penuh penantian. Gabriel mengorek-ngorek telinga yang sepertinya sedikit bermasalah. Namun, berbanding terbalik dengan Bara yang sudah tertawa ngakak, tak percaya pastinya.
"Gue tahu, lo lagi ngeprank gue, kan?" tebak Bara kembali tertawa.
"Bara?!" seru Bila lebih serius lagi. "Ini bukan main-main. Gue cinta sama lo." Mata sayu gadis itu menatap kedua bola mata milik lawan bicaranya.
Gabriel yang sedari tadi diam saja pun akhirnya angkat bicara. Gabriel mendecak. "Yang bener aja lu nyatain cinta duluan ke cowok? Harga diri lo ke mana?" sinisnya. Jagonya mengomentari sikap dan hidup seseorang. Coba kalau dia yang rasain. Pasti nggak betah juga sama perasaan yang kayak gini. Nahan cemburu. Dianggap temen nggak lebih. Sedangkan dia udah care banget.
Tak memperdulikan omongan Gabriel. Bila tetap mengunci pandangannya ke arah Bara yang juga sama memandangnya. Bara membuang napas sejenak sebelum menarik gadis itu untuk duduk di sampingnya.
"Maaf buat sebelumnya, tap—"
"Iya gue tahu, lo emang belum bisa lupa sama Jesika. Tapi gue bakal tetep nunggu, kok. Asal lo jangan suka sama orang lain," potong Bila menuangkan seluruh apa yang dia rasakan sedari tadi. Meski sakit, tapi mengaku lebih baik.
Seperti istilahnya lirik lagu. "Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain." Artinya mah sakit tapi tetap aja nggak bisa pergi. Sulit yakinin hati buat menjauh.
"Nanti lo sakit, Bil," tutur Bara memberi tahu seraya membelai lembut kedua pipi gadis itu. Lihat? Seolah tak mengizinkan Bila untuk mencintainya tapi perlakuannya sendiri sungguh di luar naluri.
Bila tersenyum. "Nggak papa. Setidaknya gue lega bisa bilang ini ke elo. Gue ke kelas dulu," ujar Bila sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Sepeninggalan itu, Bara menatap makanannya tak berselera. Pikirannya berkecamuk dengan apa yang barusan gadis cantik itu katakan. Bila mencintainya. Tapi anehnya, Bara tidak bisa mencintai gadis sebaik Bila. Bukan tidak bisa, mungkin belum waktunya.
"Saran gue, mah, lo lupain Jesika mestinya dari dulu. Biar nggak ribet kayak gini. Udah elu-nya doyan banget perhatian sana sini. Mana ada coba cewek yang kagak baper digituin?" cerocos Gabriel tiba-tiba.
Bukan perhatian sana-sini. Bara cuma tidak mau membiarkan seseorang dalam kesulitan. Karena dia tahu bagaimana rasanya ditinggalkan di saat dia butuh bantuan. Perihal Tania, waktu lusa lalu di mana waktu istirahatnya digunakan untuk menjemput Bila di kelasnya, justru malah diganti untuk menolong Tania dengan mengantarkannya pulang. Itulah sebabnya Bara tidak jadi istirahat bersama Bila dan membuat gadis menunggu di kelas. Seberapa banyak orang menganggapnya sombong dan tak peduli pada siapapun, Bara tetap lah Bara yang memang sudah apa adanya.
"Terus ke depannya lo mau kayak gimana?" tanya Gabriel yang melihat Bara bungkam dari tadi. "Lu, tuh, ada feel sama cewek tadi apa enggak sebenernya?" gerutu Gabriel jadi greget dengan kisah hidup Bara padahal hidupnya sendiri jauh lebih ribet.
Bara menghela napas panjang. "Gue nggak tahu. Gue ngerasa, Jesika masih spesial di hati gue."
"Yah ...!" Gabriel menepuk pahanya kesal. "Anjir lo, tuh, ya—" Kemudian Gabriel mendecak. "Jesika udah bahagia sama Agam, Bar! Agam sahabat lo, sahabat gue! Lo mikir dari dulu ngapa! Masih banyak cewek yang bisa ngisi hati lo perlahan kalau lo emang bener-bener mau ngelupain Jesika!"
"Gue nggak bisa," ucapnya berat.
"Lo bisa, Bar. Buka mata lo, liat ke depan! Kesempatan kagak bakal dateng dua kali. Mending lo pertimbangin ke depannya lo bakal gimana." Obrolan itu adalah obrolan terakhir yang tak lagi mereka bicarakan setelah bel masuk berbunyi. Jujur, sebenarnya Bara malas masuk kelas, tapi mau bagaimana lagi.
Selang beberapa lama mereka belajar. Akhirnya sekolah usai dan semua murid berhamburan untuk pulang, begitupun dengan Bila yang sudah berjalan santai di jalanan. Dia tampak riang kali ini sampai sebuah suara mengacaukan semuanya.
"Naik!" ujarnya dingin tanpa menatap Bila. Dan orang itu Bara—dia aneh, kenapa lelaki itu bersikap datar. "Naik!" ujarnya sekali lagi dan kini terdengar lebih keras.
Bila mengerjapkan matanya beberapa saat sebelum akhirnya menurut untuk naik ke motor Bara. Bila hendak bertanya, tetapi Bara lebih dulu menambahkan gigi motornya hingga membuatnya kaget dan refleks memeluk Bara.
Bara bergeming sembari menatap Bila dengan tatapan tak terbaca melalui kaca spion. Bila melepaskan pelukannya dari Bara. Motor mereka-pun melesat dengan tangan Bila yang berpegangan pada titik tumpu motor Bara.
Bila hanya bisa mendesah menanggapi perubahan sikap Bara yang sungguh ketara. Apa ini semua karena Bila menyatakan perasaannya? Jika iya, kenapa meski begitu? Apa dirinya salah telah menyatakan cinta lebih dulu? Atau jangan-jangan Bara benci pernyataan cinta dari Bila?
•────────────•
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔
Teen Fiction𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. Bila mencintai lelaki yang sampai sekarang belum bisa diterka perasannya. Sikap lelaki itu yang terlampau perhatian padanya, terkadang membuat Bila berh...