Hidup memang kita yang jalani. Tapi soal takdir, tuhanlah yang nentuin.
_Selamat Membaca_
Bila mencengkram erat tembok yang ada di dekatnya. Tak menghiraukan Dina yang tak ada hentinya menarik tangan Bila agar terlepas.
Sebenarnya Bila merasa muak dengan hidup tanpa kebebasan. Tapi bagaimanapun juga, hidupnya meski ia hadapi. Bila masih sadar kalau dirinya cukup beruntung. Memiliki harta yang melimpah, kecantikan yang hakiki, dan keluarga yang lengkap.
"Bundaaa!! Bila nggak mau!" kata Bila merengek, melirik Dedi meminta pertolongan tapi pria itu hanya mengidikkan bahu tak peduli. "Eh eh... Ih, Bundaaa!" Bila tersentak saat cengkaramannya terlepas. Dina berhasil menariknya keluar tanpa bisa Bila lawan tenaganya. Apa lagi Dedi sudah berpihak pada Dina.
Terlihat jelas saat Dedi berkata, "Udah turutin aja apa mau Bunda." Itu membuat Bila jadi bete.
Belum juga diajak jalan-jalan atau ditawar mau holiday ke mana. Kepulangan Dina dan Dedi justru ingin mempercepat perjodohan Bila dengan lelaki yang belum dikenalnya.
Mengapa kedua orangtuanya ingin sekali Bila bersatu dengan lelaki itu? Jika perihal untuk perkembangan bisnis, Bila bukanlah alat mereka sebagai penumpu! Lebih baik Bila kabur dari rumah dan tak dianggap sekali pun menjadi bagian keluarga bila itu benar adanya.
"Bila bukan alat!" sentak Bila yang refleks menghempas tangan Dina.
"Apa maksud kamu?" tanya Dina tak mengerti.
"Ya ... lagian Bunda mau jodohin Bila karena bisnis, kan? Bila bukan alat, Bunda!"
"Bunda nggak bilang kamu alat! Ayo ikut!"
Bila langsung menghindar saat tangan Dina ingin meraihnya lagi.
"Katanya Bunda cuma pengen buat Bila bahagia? Nggak kesepian lagi? Terus sekarang apa, Bun? Bunda justru nggak peduli sama kebahagiaan Bila yang kepingin bebas tanpa larangan. Bunda juga nggak ngerti kalau penyebab kesepian di hidup Bila itu karena nggak adanya Bunda sama Ayah!"
Dedi mendekat ke arah Dina. Sedari tadi pria itu diam karena memang segala keputusan ada pada istrinya.
Dina menoleh sebentar ke arah Dedi. Napasnya terhembus pelan.
"Jadi mau kamu apa, sayang?" tanya Dina setelah menormalkan emosinya.
Bila menarik tangan Dina. Menggenggamnya erat dan saling melempar tatap. "Maafin Bila yang udah bentak Bunda. Bila pengen bahagia sama orang yang udah bikin Bila bahagia. Bila nggak minta apa-apa. Bila cuma minta Bunda buat nggak ngejodohin Bila."
Lagi, Dina melirik Dedi yang memberikan anggukan pertanda bahwa pria itu setuju. Dina terdiam sejenak. Hingga senyum Bila tercetak saat wanita itu memberi anggukan.
Saking senangnya, Bila tanpa sadar sudah berlocat-locat sembari menjerit kegirangan.
"Kamu udah punya pacar?"
Bila yang saat itu sedang memukul angin jadi terdiam. Sedikit melirik Dedi yang tadi memberikannya pertanyaan.
Seulas senyum menghiasi paras cantiknya. Putri Dedi memang sudah tumbuh dewasa tanpa harus dikekang. Sepatutnya Dina mengerti dengan anak remaja jaman sekarang yang sudah bisa mengartikan perasannya sendiri. Tentu mereka pernah muda yang tahu perasaan itu.
Bila mengangguk cepat.
"Yang mana? Yang kemarin?" tanya Dedi lagi.
Bila mengangguk. "Namanya Bara. Ganteng kan, Yah? Bara emang ngeselin tapi anehnya ngangenin," kata Bila terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔
Teen Fiction𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. Bila mencintai lelaki yang sampai sekarang belum bisa diterka perasannya. Sikap lelaki itu yang terlampau perhatian padanya, terkadang membuat Bila berh...