Keindahan cinta nggak bakal hadir kalau dia masih menyimpan rasa untuk masalalunya.
®BilaNandara
•────────────•
Melihat Bara yang ingin melewatinya, membuat Aren langsung memasang raut wajah cemas yang dibuat-buat. Aren sebisa mungkin menampilkan wajah paniknya seraya menahan pekikkan heboh, "Gawat anjay!! Aduh gimana, ya? Gue pake acara nendang dia keras banget lagi... mending kalo ngenanya pala orang, lah ini, kepalanya Bila! Salah lagi dah guaaa!" Aren sedikit berteriak agar suaranya mampu terdengar oleh Bara dan dapat membuat Bara mempercayainya.
Bara memandang lelaki itu dengan ekor matanya dan juga jalan yang sedikit dia pelankan. Bara memikirkan apa yang Aren katakan, matanya memicing curiga lalu mendekati lelaki itu. "Bila kenapa? Lo apain dia?" tanya Bara santai, namun tatapannya menusuk.
Dalam hati, Aren tertawa. Tapi kali ini dia berusaha menahannya dan memasang raut wajah yang lebih cemas lagi. Aren berlagak bloon dengan menggaruk tengkuknya. "Aduh, em... apaan, ya?" Rasanya Aren ingin menangis saat ini juga, melihat betapa miris dirinya yang pemberani tapi harus berpura-pura jadi penakut dadakan. Nggak papa, demi Bila.
"Lo apain Bila?!" Rahang Bara mengeras. Lelaki itu sudah mencengkram kerah baju Aren. Kemudian dengan kasar melepaskannya lagi dan memandang Aren berapi-api. "Lo akan berurusan sama gue kalau sampe Bila kenapa-napa!" sungut Bara kemudian melenggang pergi.
Sementara itu di tempat lain, Bila merasa lelah menunggu seseorang yang berharap akan datang menjenguknya. Gadis itu selalu berdoa agar rencana Aren kali ini bisa membuahkan hasil. Jujur, dia tidak mau kondisi hubungannya dengan Bara jadi secanggung ini.
Bila yang tengah tertidur di ruang Uks pun merubah posisi tidurnya menjadi miring. Apabila Bara ada di sini, itu tandanya Bara masih peduli. Dan apabila yang terjadi justru adalah hal sebaliknya, kemungkinan Bara memang ingin menjauhinya dan tak mau menemuinya.
Suara derap langkah terdengar semakin dekat. Jantung Bila pun berdetak begitu cepat.
Bila memejamkan mata menunggu sebuah suara itu keluar.
"Kak, mari saya periksa dulu."
Sialan! Bila sudah terlalu banyak berharap!
Kenapa malah suara si Adik kelas Pmr ini sih? Padahal bukan orang ini yang Bila harapkan kehadirannya.
"Ih, kan udah gue bilang gue nggak mau!" tolak Bila mentah-mentah karena Adik kelasnya ini sudah berkali-kali memaksanya.
"Yaudah, Kakak makan aja ya," tawar gadis itu berbaik hati. Tangannya menyentuh bahu Bila yang masih memunggunginya. Tapi segera, Bila mengintruksi gadis itu untuk menyingkirkan tangannya dengan gerakan tubuh.
"Gue nggak laper. Mending lo pergi deh," pinta Bila dingin.
Dengan sekali anggukkan, gadis yang bernama Melia itupun menurut lalu pergi. Bila tak melihat anggukannya, tetapi ia mampu mendengar langkahnya yang kian menjauh.
Bila menghela napas lega. Namun, itu terjadi hanya sesaat ketika sebuah langkah kembali terdengar. Untuk apa Melia balik lagi?!
Gadis itu berdecak. "Pergi," ujar Bila sewot tanpa melihat orangnya sedikitpun.
"Lo nggak papa?"
Suara itu?
Ya, tentu Bila mengenali suara itu. Tidak salah lagi, itu pasti suara Bara. Dia ada di sini, menemuinya. Berarti Bara memang masih peduli padanya. Kepala Bila memutar 90 derajat, melihat sosok lelaki tampan yang ada di belakangnya tengah mengamati setiap lekuk tubuh Bila untuk memastikan gadis itu baik-baik saja.
"Iya," jawab Bila, singkat. Tak perlu dijelaskan lagi mengapa dia begitu. Tentunya Bila gugup bersama Bara.
Bila bangun dari tidurnya, menatap takut wajah Bara yang tak bisa diartikan—karena memang sulit menebak apa yang tengah lelaki itu pikirkan.
"Lo sakit?" Bara kembali bertanya dan memegang dahi Bila singkat dengan punggung tangannya.
Bila menampilkan senyum. "Gue nggak papa."
"Katanya lo pusing?"
"Itu tadi, sekarang enggak."
Hening sejenak hingga Bara kembali bersuara yang berhasil membungkamkan mulut Bila.
"Jangan sakit lagi!"
Bila menengadah menatap mata Bara yang terlihat sangat mencemaskannya. Apa arti tatapan itu?
Tatapan Bila mengerjap tak mengerti. "Kenapa?" tanyanya. "Bukannya untung kalau gue sakit? Kan kal-"
"Gue nggak pernah bilang begitu," potong Bara cepat yang sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh gadis itu. "Menjauhnya gue dari elo itu bukan sebab lo yang ganggu gue. Melainkan, gue pengen ngasih lo ruang buat lupain gue secara perlahan."
Bila mencoba mencerna ucapan Bara. Dan apa yang Jovan katakan memang benar, Bara tengah memberi lampu hijau untuknya agar segera mundur.
Bila tertawa sejenak seraya mengerjap. "Kenapa harus gue yang lupain lo?" tanya Bila. "Kenapa nggak elo-nya aja yang belajar mencintai gue?" Ditariknya napas panjang lalu memejamkan mata sejenak. "Lo lagi di fase move on terus nyuruh gue move on nggak bakal nutup kemungkinan kalo lo bisa cinta ke gue setelah gue berhasil lupain lo," kata Bila tanpa jeda. "Gue harap lo ngerti apa yang gue omongin," harap Bila, merunduk. Tetesan bening menetes dan dengan cepat Bila menghapusnya agar tak terlihat oleh Bara.
Arti dari perkataan Bila adalah, dia tak mau melupakan Bara begitu saja selagi Bara juga tengah melupakan masalalunya. Bila khawatir jika hal itu akan berlawanan. Seperti halnya yang sering terjadi. Di mana penyesalan selalu datang diakhir. Bila juga takut jika suatu saat kemungkinan Bara akan menyadari betapa tulus rasa cintanya setelah benih itu tak lagi ada pada Bila.
"Tolong kasih alasan! Apa gue salah cinta sama lo sampe lo harus bertindak kaya gini?" Bila menutup wajahnya gusar ketika air matanya jatuh begitu saja di hadapan Bara.
Bara melangkah mendekat. Rasa aneh perlahan menjalar ditubuhnya saat melihat Bila terisak. Lelaki itu menarik tangan Bila yang menampakkan mata basahnya hingga turun ke pipi gadis itu.
Bila terkejut ketika merasakan sebuah tangan yang secara lembut mengusap air matanya. Saat dilihat, tangan itu berasal dari Bara.
Bila mengginggit bibir bawahnya, dikarenakan tidak tahan dengan perlakuan lelaki itu. "Kenapa ngusap air mata gue? Kan lo nggak sayang," sergah Bila tanpa sadar namun dirinya tetap membiarkan Bara menghapuskan jejak air matanya seolah nyaman.
"Gue sayang sama lo." Skakmat. Jantung Bila berdetak lebih lebih lebih dan lebih cepat dari sebelumnya. Perkataan itu sedikit menenangkan Bila. "Cuma gue masih belum tahu kapan gue bisa cinta sama lo."
Jari telunjuk dan tengah Bara bergerak menarik garis bibir Bila membentuk sebuah senyuman dan berkata, "Smile."
Bila pun tersenyum. Lebih tepatnya menampilkan cengiran lebar.
"Jangan jauhin gue, Bar."
•────────────•
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔
Novela Juvenil𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. Bila mencintai lelaki yang sampai sekarang belum bisa diterka perasannya. Sikap lelaki itu yang terlampau perhatian padanya, terkadang membuat Bila berh...