41. Kotor-kotoran

1.5K 75 4
                                    

Aku tak bisa diam saja melihatmu terluka.

®BaraDanendra

_Selamat membaca_

"Heh, Nana Nana milky!!" panggil Ranum setengah mengejek. Ia bergegas mendekati Nana yang sedang berdiam diri di hadapannya.

"Apa?" sahut Nana malas.

"Bila mana?!"

"Bila?" Nana membeo. Kepalanya didongakkan ke atas seolah berpikir. Tentu saja Nana tahu di mana Bila. Tapi dia tak akan memberi tahukannya. Dan cuma orang bodoh yang tak bisa menemukan Bila.

"Nggak usah masang tampang bego lo itu, dasar picik! Seberapa pinter lo sok baik, lo tetap aja dapet cap munafik!" ucap Ranum sarkas.

Kekesalan semakin menghujami Ranum begitu Nana tertawa keras dengan wajah tanpa dosanya. Sudah ia duga sebelumnya, Nana memang tak memiliki niatan baik sedikitpun kepada siapa-siapa. Hatinya sudah buta.

Tak lain butanya hati Nana adalah karena Bara. Lelaki yang tak akan pernah Nana lepaskan. Baginya, Bara tak boleh dimiliki siapapun jika bukan dirinya yang memiliki lelaki itu. Tekadnya masih sama, keinganannya selalu itu-itu saja. Setelah ia yakin bahwa Bara berbeda dengan cinta di masalalunya, ia akan menyesal dirinya sendiri jika melepas Bara begitu saja.

Nana teringat kembali di mana Bara memperlakukannya dengan baik meski sedikit cuek. Mata teduh Bara waktu itu berhasil menghipnotis Nana. Bara adalah lelaki yang berbeda menurut Nana meski tahu lelaki itu tak menyukainya. Lagi, Nana sudah dibutakan oleh cinta. Dan semenjak kehadiran Bila yang mendadak jadi pengacau dan selalu menghantui Bara. Nana tak terima karena itu merupakan posisinya.

Sempat disingkirakan dari sekolah? Nana tak peduli. Nana tak pernah jera sebelum dia bahagia. Dengan uang, Nana bisa melakukan apa saja. Buktinya dia bisa kembali lagi bersekolah di sini.

Bukan hanya itu. Nana selama ini sudah cukup bersabar saat Aren menyuruhnya untuk tidak lagi melakukan hal-hal tak senonoh macam kebiasaannya. Nana hanya mengangguk bisu. Tapi tidak sesuai dengan anggukan, Nana mengingkarinya. Nana angkat tangan untuk bersikap baik sementara semua orang telah menganggapnya munafik.

Aren, selama ini lelaki itu jarang muncul dikarenakan asmanya yang sering kambuh. Setiap kali terkena polusi, lelaki itu akan menderukan napas sesak.

Orang yang pertama Nana salahkan. Lagi-lagi Bila Nandara.

"Lo aja pinter, kenapa temen lo bego, ya? Padahal dia percaya loh kalo gue baik. Tapi..." Nana kembali tertawa terbahak mengejek nasib Bila. "Beruntung buat gue kalau dia percaya."

"Rencana apa lagi yang bakal lo buat?!" Ranum memandang Nana sinis sementara yang dipandang asyik menertawakannya.

"Gue bisa bully dia sepuasnya," bisik Nana kepada Ranum sebelum akhirnya melenggang pergi.

•────────────••────────────•

Suara dobrakan pintu yang cukup keras berhasil membuat gadis yang tengah meringkuk seraya memeluk kedua kaki itu mendongakkan kepala dengan mata sembapnya.

Lelaki yang berdiri di hadapan gadis itu saat ini terdiam. Tapi tak bisa dipungkiri kalau perasaaanya gusar melihat keadaan Bila yang berantakan. Berbagai macam polesan make up telah menodai seluruh wajahnya. Tubuh Bila kotor bersamaan dengan bau tak enak yang cukup menyengat.

Bila merunduk kembali, membersihkan sisa air mata yang membanjiri pipinya. Gadis itu tersenyum ke arah lelaki tersebut, tapi yang disenyumi malah diam tak bergeming dengan wajahnya yang masih tanpa ekspresi.

Bila meringis. Mungkin saja lelaki itu ilfil melihat keadaannya.

"Aku tahu kamu jijik." Bila bangkit, lagi-lagi memaksakan senyum, "makasih udah nolongin."

Bila hendak pergi. Namun, sebuah tangan kekar dengan sigap langsung memeluk tubuhnya dari belakang. Bila terkejut, ia hanya bisa terpaku seraya memejamkan matanya. Mungkin ada suatu hal yang ingin Bara katakan.

"Aku nggak suka kamu kayak gini," ucapnya lirih. Dagu Bara sudah menempel dipundak Bila, sampai-sampai Bila tak mampu meronta saat merasakan deru napas Bara yang menghangat di lehernya.

Bila ingin menyuarakan isak tangisnya. Pikirannya sulit untuk diajak berpikir.

Mengapa?

Mengapa Bara mau memeluk tubuhnya yang bau dan kotor seperti ini? Mengapa Bara tidak langsung memarahinya akan hal ini? Dan mengapa Bara tahu dia ada di sini?

Bara mengeratkan pelukannya di pinggang Bila, seolah lelaki itu tak mau gadis yang dicintai terluka kembali.

Bara bungkam bukan berarti dia tenang atau tak mempermasalahkannya. Setiap kali batinnya terasa mencak-mencak ingin memukuli orang yang telah membuat Bila seperti ini. Dikurung di toilet wanita, dengan keadaannya yang sudah kotor. Perasaannya kalang kabut. Dia terus menerus mengumpati dirinya sendiri karena terlambat datang.

"Bara, lepas! Baju kamu bisa-bisa kotor." Tangan Bila bergerak menarik tangan Bara dari pinggangnya.

Bara tak peduli, dia semakin mempererat. "Aku nggak peduli. Asal kamu tahu, Bil. Aku nggak suka ngeliat kamu kayak gini. Aku nggak bakal biarin orang yang udah buat kamu kayak gini merasa menang gitu aja." Bara berkata dengan suara berat ciri khasnya.

Mungkin lain waktu Bara akan membalas perbuatan pada seseorang di balik semua ini. Sebisa mungkin lelaki itu mencoba menahan diri untuk segera menghampiri sang tersangka dan memberinya pelajaran.

Pelajaran yang bisa menyingkirkan gadis itu jauh-jauh, hingga tak ada lagi yang menganggu gadisnya.

"YA AMPUN, BARAAA?! NGAPAIN KAMU DI SINI?! BUKANNYA PULANG MALAH DI SINI! INI TOILET PEREMPUAN, SAMA BILA LAGI! HABIS NGAPAIN KAMU?"

Suara pekikkan dari Bu Kinara menjadi pemecah keheningan. Dengan cepat Bara langsung melepaskan pelukannya pada Bila.

"Bu Kinar?" Bara memanggil.

"Ngapain di sini?!" tanya Bu Kinara ditemani tatapan tajam.

"Jangan salahin Bara, Bu! Di sini yang salah saya, bukan Bara." Bila bersuara dengan suara parau.

Bara menggeleng. "Enggak, Bu! Ini bukan salah Bila. Ini salah saya. Karena dari tadi nyariin Bila nggak ketemu-ketemu, alhasil saya nyari Bila ke sini."

Bu Kinara melirik Bila dari atas sampai bawah. Matanya membelalak, baru menyadari keadaan gadis itu. "Kamu kenapa? Apa ada yang membully kamu?"

"Nggak ada, Bu." Bila menjawab spontan saat Bara hendak melayangkan jawaban.

Bara mendengus. Sementara Bila mencoba tersenyum.

"Terus, kenapa kamu bisa begini?" Bu Kinara meraih tubuh Bila dan membolak-balikannya seperti dadu.

"Itu... em...." Bila gugup untuk menjawab. "Saya sama Ranum habis main Ludo, Bu. Jadi begini. Kotoran-kotoran."

Bara memberi Bila delikan tajam saat gadis itu lagi-lagi berbohong. Tapi lain halnya, Bila malah memberi tatapan memelas kepada Bara sehingga lelaki itu jadi terdiam pasrah.

Bagaimana juga, Bila tak mau Nana dipandang buruk terus oleh orang sekitar.

°

𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang