9

114 10 0
                                    

***

Pagi sudah menyongsong, dan Aksa sudah berada di rumah Indira. Bahkan, yang mau dijemput saja belum bangun.

Ibu Indira masih berusaha membangunkan anak perempuan keduanya dengan penuh kesabaran.

Kebiasaan Indira, kalo habis makan banyak, ia akan tertidur bak koala. Susah dibuat bangun.

"Dir, bangun."

"Nanti, bu. Dira masih ngantuk."

"Aksa udah jemput, tau."

Mendengar nama Aksa, sontak mata Indira langsung terbelalak.

"Ngapain dia?"

"Jemput kamulah."

"Kemana?"

"Ya mana Ibu tau. 'kan yang mau ngajak pergi si Aksa."

"Oh, iya."

"Udah cepet bangun."

"Iya, buuuu. Love youuuuu."

"Love you, too. Buruan," ucap Ibu Indira sebelum akhirnya meninggalkan kamar anak perempuannya yang berdominan warna pink itu.

Butuh kesabaran lebih untuk para lelaki yang menunggu perempuan bersiap-siap. Sudah dua jam lamanya Aksa menunggu Indira keluar dari kamarnya. Sayangnya, anak perempuan itu tak kunjung keluar.

Setelah lebih tepatnya dua jam tiga puluh menit, akhirnya Indira keluar.

"Maaf ya, udah bikin kamu nunggu. Lama, ya, Sa?"

Aksa melihat jam tangannya,"Lumayan, aku bisa S2 dulu sih tadi pas nunggu kamu harusnya. Atau, keliling dunia dulu juga bisa."

Indira berdecih, matanya memicing.

"Hehe," Aksa tertawa mencairkan suasana.

"Ibu mana?"

"Buuu," Indira berteriak.

Ibu Indira muncul dari arah dapur. Berjalan menuju keduanya yang sudah siap berangkat.

"Mau kemana?"

"Wisuda, bu. Tadi Aksa udah menyelesaikan S2 pas nunggu Indira siap-siap," celetuk Aksa yang langsung mendapat reaksi cubitan dari Indira.

"Sakit, Dir," ucap Aksa.

Sang Ibu hanya tertawa menyaksikan keduanya,"Yaudah, kalian hati-hati di jalan."

Indira dan Aksa berpamitan dengan mencium tangan Ibu Indira.

Mereka pun bergegas untuk pergi. Sampai detik ini, Indira masih tidak tahu kemana tujuan Aksa membawanya.

Aksa pun masih diam seribu bahasa saat Indira menanyakan tujuannya.

Yang ia lakukan hanya tersenyum dan tidak memberi jawaban apa-apa.

Dan, Indira dibuat kesal olehnya.

Aksa memacu mobilnya melewati jalan tol.

Indira mengedarkan pandangannya,"Kayaknya jauh, nih."

Aksa tidak memedulikan ucapan Indira barusan.

Ia hanya terus fokus memacu mobilnya menembus jalanan pagi yang sedikit macet.

Setelah menempuh perjalanan satu setengah jam, akhirnya mereka tiba di sebuah perumahan.

Indira tercengang melihat keberadaannya di sini. Ia bingung.

"Hm, Sa, kita ngapain?"

Aksa mengunci mobilnya dan berjalan ke arah Indira.

"Kita nguli hari ini di sini. Kamu 'kan lagi gak ada kerjaan freelance, mending cari duit yuk, nguli di sini," celetuk Aksa.

"Ih, Aksa, serius!"

Dari kejauhan, nampak seorang laki-laki paruh baya menghampiri mereka.

"Dek Aksa, ya?" sapa laki-laki itu.

"Oh, iya, pak."

"Saya Ridwan, yang akan membantu bapak di sini," ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Saya Aksa, pak," Aksa menjabat tangan laki-laki bernama Ridwan itu.

"Silakan, Dek."

Ridwan menunjukkan jalan yang diikuti oleh Aksa dan Indira. Mereka melewati barisan rumah minimalis yang sudah siap huni. Indira berjalan sambil berpegang tangan oleh Aksa.

Sampai detik ini, ia masih diselimuti pertanyaan yang belum juga mendapat jawaban.

Langkah ketiganya akhirnya berhenti pada sebuah minimalis bercat tembok pink.

Ridwan membuka pagar rumahnya dan mempersilakan Aksa dan Indira untuk masuk.

"Sa, ini rumah siapa?"

Aksa hanya tersenyum.

"Saya dengar semua dokumen dan pembayarannya sudah diselesaikan, ya? Berarti saya tinggal menyerahkan kuncinya saja. Jika ada hal yang perlu ditanyakan, bisa langsung hubungi saya," ujar Ridwan sambil menyerahkan kunci rumah yang baru saja mereka masuki.

"Terima kasih banyak, pak."

Tak lama, Ridwan pun pergi meninggalkan keduanya,"Oh, iya. Selamat atas pernikahannya, ya. Semoga menjadi keluarga muda yang bahagia."

Indira terkejut. Aksa tertawa. Keduanya tersipu.

"Orang belum sah," celetuk Indira. "Lagian ini rumah siapa, sih, Sa?"

"Rumah kita."

Jantung Indira hampir mencelos dari tempatnya. Ia menatap Aksa bingung.

"Aku beli ini untuk rumah masa depan kita, Dir."

Indira mematung. Ia bahkan tidak dapat berucap apa-apa mendengar apa yang Aksa bicarakan barusan.

"Kamu suka?"

Jantung Indira berdegub semakin kencang. Matanya mengedar, melihat sekeliling rumah. Lalu, senyumnya pecah di wajahnya.

"Suka."

Indira memeluk Aksa dengan haru. Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan airmata bahagianya saat ini.

"Makasih, Sa."

"Aku yang makasih karena kamu hadir di hidupku."


Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang