20

91 6 3
                                    

*** 

Sesuai janji, Indira dan Aksa akhirnya memutuskan untuk dinner.

Malam ini, Indira begitu cantik. Dengan gaun merah dan rambut panjang sebahunya, ia benar-benar memesona.

Sebelum jalan, sang Ibu mendekati Indira dengan pelan.

"Kamu udah jujur sama Aksa?"

Indira menggeleng.

Pandangannya hampa.

"Sampai kapan kamu mau membohongi Aksa?"

Indira menghela napasnya.

"Ibu akan mendukung apapun keputusan kamu. Tapi, kamu harus jujur sama Aksa."

"Iya, malam ini Indira akan jujur sama Aksa, bu."

Sang Ibu menarik Indira ke dalam pelukannya dan memeluk Indira dengan erat. Dalam pelukan sang Ibu, Indira menangis.

Perasaannya benar-benar kalut saat ini. ia bahkan tak tahu harus berbuat apa.

-

Sepanjang perjalanan, Aksa tak henti-hentinya memuji Indira. Ia juga melemparkan gombalan khasnya pada Indira.

Tapi, yang diajak bicara tidak merespon apa-apa.

"Dir, kenapa, sih?" tanya Aksa pada Indira. "Kamu lagi PMS, ya?"

Indira hanya diam.

Dan, Aksa pun pasrah.

Sesampainya di tempat yang sudah direservasi, Indira dan Aksa pun duduk. Sebelum duduk, Indira sempat memainkan ponselnya. Terlihat ia mengetik sebuah pesan di sana.

Indira menghela napansya berat.

Makanan yang sudah dipesan sebelumnya pun datang satu per satu. Meja dinner yang dipesan Aksa malam itu begitu cantik dengan hiasan lilin dan bunga mawar di atasnya.

Aksa memegang tangan Indira.

Indira hanya diam sambil menatap Aksa dengan perasaan kalutnya.

"Dir, kamu kenapa diem aja? Aku ada salah?"

Indira hanya memandangi Aksa.

"Kamu gak kangen aku, apa?"

Aksa menghela napasnya.

"Oh, iya. Besok kita milih undangan ya, Dir. Kamu udah kebayang belum undangannya mau kayak gimana? Besok juga kita ngeliat gedung yang udah aku pilihin buat kamu. Indoor, 'kan jadinya?"

Indira melepaskan tangannya dari Aksa.

Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya angkat bicara.

"Sa," panggil Indira.

"Apa, Dira?"

Dira terdiam sepersekian detik.

"Kalo kita gak jadi nikah, gimana?"

Deg.

Jantung Aksa seperti berhenti saat itu juga.

Ia kaget bukan main.

"Maksud kamu?"

Dengan berat, Indira melepaskan cincin pemberian Aksa dari jari manisnya.

"Kayaknya aku gak bisa nikah sama kamu, sa."

Ia mengembalikan cincin itu pada Aksa.

"Dir? Kamu jangan bercanda. Sumpah, bercanda kamu gak lucu," ucap Aksa dengan nada bergetar.

"Aku serius." Indira melemparkan pandangan serius pada Aksa.

Aksa menatap lurus pandangannya pada Indira,"Kasih aku satu alasan, Dir. Kenapa? Kenapa tiba-tiba? Kenapa bisa?"

Dira menelan ludahnya,"Aku..."

"Dira,"

Tak lama, sebuah suara memanggil nama Indira dari kejauhan. Terlihat Abi sudah berdiri melihat Indira dan Aksa. Abi berjalan menghampiri Indira.

"Abi?" tanya Aksa. "Ngapain lo di sini?"

"Jemput Dira."

"Jemput?" Aksa mengalihkan pandangan pada Dira yang masih tertunduk. "Gue masih gak paham, maksudnya gimana, ya? Kenapa lo harus jemput Dira? Dira 'kan sama gue."

"Aku yang minta Abi buat jemput," ucap Dira.

"Maksud kamu, Dir?"

Dira memberanikan diri untuk menatap Aksa.

"Aku suka sama Abi, Sa."

Seketika itu juga, Aksa bangkit dari tempat duduknya dan langsung melayangkan pukulannya pada Abi.

"Sialan lo, Bi," ucap Aksa.

Abi hanya bisa pasrah pada kemarahan Aksa. Ia tahu sikapnya salah. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Kemarahan Aksa semakin tak terkendali, Indira berteriak minta tolong pada pegawai restaurant untuk membantu memisahkan keduanya.

Para pegawai restaurant pun mencoba untuk melerai Abi dan Aksa.

"KENAPA, BI? KENAPA?" pekik Aksa.

Abi hanya terdiam.

Indira menangis. Dan, berusaha menenangkan Aksa.

"Maafin aku, Sa," ucapnya lirih.

Aksa memandang Indira dengan tatapan sendu,"Kenapa, Dir? Kenapa? Ini alasan kamu jarang ngabarin aku seminggu kemarin?"

"Maaf, Bi."

Aksa menghela napas kasar.

"Kenapa harus dia, Dir?" tunjuk Aksa pada Abi yang masih menahan luka di wajahnya.

"Mungkin aku akan rela ngelepas kamu sama orang lain. Tapi, ini terlalu mengejutkan kalo kamu harus sama dia. Dia temen aku sendiri, Dir," ucap Aksa.

Tangis Indira pecah.

Saat Aksa ingin memeluk perempuan itu, Abi datang menghampiri dan menarik Indira ke dalam pelukannya.

Langkah Aksa seketika terhenti.

"Aku memang mencintai kamu. Aku pengen banget hidup sama kamu sampe nanti. Tapi, kalo ternyata bahagia kamu bukan sama aku, aku akan berusaha ikhlas. Demi kebahagiaan kamu," jelas Aksa.

Mendengar ucapan Aksa barusan, Indira semakin menangis tak karuan. Abi menepuk punggung Indira dengan pelan.

"Tapi, maaf. Semua ini terlalu tiba-tiba. Dan, terlalu mengejutkan. Aku gak bisa liat kamu dengan orang lain gitu aja, Dir,"

Isak tangis Indira semakin menderu.

Mendengar tangis Indira yang semakin menjadi, Abi menuntun Indira untuk pergi meninggalkan tempat itu.

Dari kejauhan, Aksa hanya mampu memperhatikan Indira berada dalam pelukan orang lain. Memperhatikan Indira berada di samping orang lain.

Hatinya hancur.

Ini terlalu menyakitkan.

Aksa memanggil pelayan restaurant dan memesan alkohol.

Aksa meneguk satu per satu botol alkohol yang ia pesan.

"Abhimanyu, brengsek."

Dari kejauhan, terlihat Kenan, Dylan dan Mirza memperhatikan Aksa. Ketiganya datang setelah Abi menelpon mereka.

Beberapa saat sebelumnya, saat Abi menelpon Kenan.

"Dira udah jujur, Nan."

"Terus?"

"Tolong samperin Aksa. Gue khawatir sama dia."

"Hmm."

Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang