12

90 7 0
                                    

***

Malam itu, selepas Aksa sibuk berlatih bersama rekan-rekannya. Dan, Indira sibuk mengerjakan kerjaan freelancenya, keduanya memutuskan untuk kembali pulang.

Awalnya, Indira merajuk. Terlebih saat ia mengetahui bahwa Aksa akan melakukan perjalanan bisnis untuk shooting sebuah iklan di negeri sebrang.

"Kita mau ke mana?" tanya Aksa pada Indira yang sejak tadi hanya terdiam.

"Terserah."

"Nongkrong?"

"Terserah."

"Pulang?"

"Terserah."

"Yaudah, pulang aja, ya?"

"Kamu mau makan apa?" tanya Aksa berusaha untuk memperbaiki suasana.

"Terserah,"jawab Indira ketus.

"McD?"

"Gak."

"Kfc?"

"Gak."

"Terus, kamu maunya apa?"

"Terserah."

Aksa tertawa kecil.

Indira berdecih melihat Aksa yang justru menertawakan dirinya saat ia sedang kesal.

"Kamu kenapa?"

"Gapapa."

"Kamu marah, ya, Dir?"

"Gak."

"Hmm, yaudah kalo gak kenapa-kenapa."

Mendengar jawaban Aksa barusan, Indira mendelik. Matanya melirik ke arah Aksa dengan wajah yang benar-benar kesal.

"Dasar, ya, cowo. Gak peka. Udah tau kenapa-kenapa, masih aja pake nanya 'Kamu kenapa?'. Kalo dijawab gapapa itu ya tandanya kenapa-kenapa. Kalo nanya terus jawabnya terserah, ya tandanya lagi marah. Harus banget ya dijelasin? Masa kayak gitu aja gak ngerti, sih?" celetuk Indira tiba-tiba.

Membuat Aksa langsung meminggirkan mobilnya dan memandangi Indira yang sedang menatapnya dengan amarah.

"Dir," panggil Aksa pelan.

Tiba-tiba, Indira menangis. Menyadari airmatanya turun, ia langsung buru-buru mengusapnya.

Aksa melepas sabuk pengaman Indira dan menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.

Tanpa berkata apa-apa, Aksa membiarkan Indira menangis. Walau sejujurnya ia pun tidak mengerti apa yang tiba-tiba membuat Indira menangis dan kesal seperti ini.

"Aku gak mau pulang," ucap Indira sambil menangis.

"Yaudah kita nongkrong dulu, ya."

"Gak mau."

Aksa menghela napas ringan. Ia sangat hati-hati untuk berucap saat Indira sedang merajuk seperti ini.

"Kita makan dulu aja, gimana?" ucap Aksa berinisiatif.

"Gak mood makan."

Aksa memutar bola matanya, mencari cara untuk membujuk Indira sambil menepuk punggung belakang perempuan yang masih ada dalam pelukannya.

"Kamu gak usah pergi," kata Indira tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Gapapa."

Aksa menarik napasnya dalam.

"Aku 'kan pergi juga buat kerja, Dir."

"Tapi, seminggu itu lama, Sa."

"Ya 'kan nanti aku pulang."

"Lagian kenapa dadakan banget, sih?"

"Aku juga baru dikasih tau sama manager aku hari ini, 'kan."

Indira menangis. Ia memeluk Aksa dengan erat.

"Dir, aku gak kemana-mana. Aku pasti pulang. You are my home, and i will back to you," ucap Aksa berusaha menenangkan.

"Aku ikut, ya, Sa," Indira menarik diri dari pelukan, dan menatap Aksa dengan tatapan memohon.

Aksa tersenyum, ia mencubit pipi Indira yang masih basah karena airmata.

"Gak bisa, Dir."

Indira kembali menangis.

"Aku 'kan kerja cari uang buat biaya kita nikah, Dir."

Indira menundukkan wajahnya. Menyembunyikan airmatanya.

"Aku mau ikut."

"Nggak bisa, Dira Sayang."

"Ikut..."

"Dir..."

Indira terus memohon Aksa untuk ikut. Dan, pada akhirnya, mereka tidak pergi ke mana-mana dan Aksa terus menolaknya.

Malam penting yang bisa dijadian sebagai malam perpisahan sementara sebelum ldr, akhirnya terbuang sia-sia dengan perdebatan yang dimenangkan oleh Aksa.

Indira menyerah. Dan, mereka memilih untuk pulang.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Indira, Aksa menghibur sang kekasih hati dengan melemparkan lelucon khasnya yang kebanyakan garing dan tidak lucu.

Ia juga kadang menggoda Indira dengan mencubit pipinya, atau sekedar mengusap pucuk kepala perempuan yang duduk di sampingnya.

"Btw, Dir, kamu lagi PMS, ya?" tanya Aksa pada Indira yang lebih banyak diam sepanjang jalan.

"Iya. Kenapa?" jawab Indira jutek.

"Oh, pantes," ucap Aksa lirih.

"Pantes, kenapa?"

"Pantes kamu hari ini cantik banget."

"Emang kemarin-kemarin aku gak cantik?"

"Cantik, kok, Dir. Cuma hari ini lebih cantik aja."

"Bohong."

"Ya Allah, Dir....."

Dan, sepanjang perjalanan pulang pun mereka terus berdebat.

Aksa hanya bisa menghela napas sambil terus mendengarkan Dira. Karena ia tahu, melawan Dira disaat sedang PMS dan sensitif adalah salah.

Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang