"INA BANGUN! Mau sampai kapan kau akan tidur disini ?"
Ina terkejut mendengar suara yang membangunkannya. Dia mngucek matanya. Dilihatnya Edo sedang duduk di samping Ina. Ia menatap sekitar. Terdengar gemuruh ombak, pemandangan di depan matanya terlihat gelap, hanya ada sedikit cahaya bulan menerangi langit serta terlihat pantulannya di air laut. Dilihatnya ada jaket yang menutupi tubuhnya.
"Edo, sekarang jam berapa ?"
"Delapan. Kau tau, aku tadi mencarimu kemana-mana. Arka dan Lily juga ikut mencari. Ternyata kau ada disini."
"Ah maaf. Aku tidur lama sekali disini. Sekarang dimana mereka ?"
"Aku suruh mereka kembali ke resort. Mereka terlihat lelah."
Ina memukul kepalanya. "Aku sudah merepotkan banyak orang. Ayo kita kembali Edo, aku harus minta maaf pada mereka."
"Tunggu disini sebentar. Ada yang harus aku bicarakan denganmu."
Ina terlihat heran. Tak biasanya Edo bertampang seserius ini. "Ada apa ?"
Edo menghembuskan nafas pelan. Pandangannya yang sejak tadi menatap gelapnya laut malam beralih menatap Ina. Tiba- tiba dia memegang kedua tangan Ina.
"A-ada apa Edo ?" Ina semakin bingung dengan tingkah aneh temannya itu.
"Ina" Edo menarik nafas. "Aku menyukaimu. Sejak dulu."
Ina tertawa kencang. "Edo, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda."
"Apa tampangku terlihat sedang bercanda ?"
Ina diam. Benar. Edo tak sedang bercanda. Wajahnya terlihat begitu serius.
"Aku tak menyuruhmu membalas perasaanku. Hanya saja aku tak tahan melihatmu terus-terusan sedih akan kepergian Rei. Aku hanya ingin melihat senyum bahagiamu lagi. Izinkan aku membuatmu bahagia."
Mata Ina terlihat mulai berkaca-kaca. "Maafkan aku Edo. Maaf aku tak pernah menyadari perasaanmu selama ini. Maaf aku sudah buat kau khawatir. Maaf."
"Tolong jangan menyesali semua yang sudah terjadi. Ini bukan salahmu. Aku yang salah, aku yang telah lancang menaruh perasaan padamu."
Air mata membanjiri pipi Ina. Perempuan itu sama sekali tak kuat membendung air matanya sejak dulu. "Tidak Edo. Perasaan tak pernah salah. Aku yang seharusnya berterima kasih karna sudah menyukai diriku yang lemah seperti ini."
Melihat Ina yang menangis, Edo memeluknya tanpa sadar. "Sudah jangan menangis. Aku tak ingin melihatmu seperti ini."
Ina mengangguk, mengusap air matanya.
"Maaf kalau ini terlalu egois, tolong jangan pikirkan Rei lagi. Kau berhak bahagia tanpa memikirkannya Ina."
Ina terdiam. Ia sama sekali tak kuasa menghentikan pikirannya untuk tak memikirkan Rei. Kenangan-kenangan bersama Rei muncul begitu saja dimanapun Ina berada. Entah mengapa seperti itu, tak ada yang tau, termasuk Ina.
"Aku berjanji akan membuatmu bahagia. Jadilah pacarku."
Ina terkejut. "P-pacar ?" Ina melepas pelukan Edo. "Aku sama sekali tak pernah berpacaran Edo. Dan aku sama sekali tak mengerti tentang hal itu."
Edo mengangguk. "Aku juga begitu Ina. Kau tau sendiri kan, aku tak pernah berpacaran dengan siapapun."
"Tapi kau populer. Kau juga pasti berhubungan dengan orang lain, temanmu juga banyak. Sedangkan aku hanya punya kalian. Hanya kalian temanku."
"Tidak, aku benar-benar tak mengerti tentang hal itu." Edo kembali menatap laut. "Jangan buru-buru kasih jawaban. Pikirkan yang matang. Yang terpenting sekarang kita harus segera kembali. Bisa-bisa kau demam jika terus disini dan mama mu akan mengomeliku nanti"
KAMU SEDANG MEMBACA
1000 Bangau [COMPLETED]
Romancepulanglah... apa kau tak rindu pulang ? apa kau tak rindu kota tempat tinggalmu ? kota yang amat sejuk dan menenangkan. kota yang menyimpan banyak kenangan yang telah kita ukir bersama. kota dimana janji-janji dibuat. kota dimana harapan-harapan dit...