Kereta api yang membawaku kini telah tiba di stasiun ibukota. Stasiun ibukota sangat besar, berbeda jauh dari stasiun kota lamaku. Tetapi sama bersihnya dengan stasiun kota lamaku. Fasilitas yang diberikan stasiun ibukota sangat lah lengkap. Yah wajar saja karena ini adalah kota dimana pusat pemerintahan berada. Selama perjalanan terakhir, aku tak tidur sama sekali. Memikirkan ini itu.
Aku turun dari kereta dengan membawa sepucuk surat yang tertulis suatu alamat segera mencari taksi untuk menuju alamat yang tertulis dikertas itu. Tak usah lama mencari, taksi sudah berjejer rapi di depan stasiun. Segera aku memanggil salah satu supir taksi yang tadinya sedang mengobrol dengan teman supir lainnya.
"Mau kemana, Mas ?"
"Ke alamat ini" Kataku sambil memberikan sepucuk surat yang sejak tadi ku pegang.
"Ini jauh Mas. Kira-kira membutuhkan dua jam untuk sampai."
"Tak apa. Saya akan bayar penuh."
Dalam perjalanan menuju alamat itu, aku menatap jendela taksi. Mengamati bagaimana kegiatan sehari-hari para pekerja yang tinggal di ibukota. Ternyata tak jauh berbeda dengan kota asalku. Hanya saja mereka dimanjakan oleh fasilitas yang memadai oleh pemerintah, namun tak membuat para pekerja bermalas-malasan. Sama seperti pekerja kotaku, mereka mengabdi untuk negaranya.
Tiba-tiba terlintas di benakku kejadian dua hari yang lalu. Malam saat aku memutuskan untuk pergi. Wajah Ina yang penuh kesedihan membuatku merasa bersalah. Aku juga tak tau mengapa malam itu aku seperti orang kesetanan. Obsesiku pada paman membuatku buta akan segala yang terjadi.
Bagaimana caraku meminta maaf padanya ? aku benar-benar keterlaluan saat itu. Apa aku telpon saja dia ? Ah tapi itu sangat tidak pantas.
Aku mengacak-acak rambut setengah gondrongku.
Karena kelelahan, aku tertidur saat di taksi. Sampai tak tau kalau taksinya sudah tiba di alamat yang tertulis di kertas itu.
"Mas sudah sampai."
Aku membuka mata. Memberikan ongkos taksi pada sopir dan segera turun. Di depanku, tampak rumah yang tak besar dan tak kecil tetapi terlihat nyaman. Halamannya luas, terdapat taman kecil di sisi-sisinya. Dibuat dengan bahan utama kayu seperti ciri khas rumah daerah. Di dinding kayu tertulis nomor rumah yang sama persis dengan yang tertulis di surat itu.
Ternyata paman masih sama. Selalu berganti-ganti selera. Gumamku.
Kuketuk pintu rumah tersebut. Tak lama pintu pun terbuka. Seorang nenek yang nampak sangat tua muncul dari balik pintu.
"Anda mencari siapa Nak ?"
Aku terkejut, sempat berpikir salah alamat. "Saya mencari pak Norman."
Nenek itu menyipitkan matanya. "Anda siapanya ?"
Aku bingung mau jawab apa. "Saya keponakannya."
Nenek itu malah terlihat lebih bingung. "Setahu saya dia tak punya keponakan. Dia anak tunggal."
"Saya anak angkatnya pak Norman."
"Namamu Reihan ?"
Aku mengangguk mantap.
"Silahkan masuk Nak." Nenek itu membukakan pintu lebar. Terlihat dengan jelas perawakan nenek itu. Tubuhnya terlihat masih segar, tak susah berjalan. Punggungnya masih tegap, tak bungkuk. "Kau mau minum apa ?"
"Air mineral saja tak apa."
Tak lama kemudian nenek itu kembali dengan membawa segelas jus jeruk. "Pamanmu pernah cerita kalau kau sangat suka jus jeruk."
"Benarkah ?"
Nenek itu mengalihkan pandangan menatap pemandangan luar dari pintu. "Dia sering menceritakanmu. Dia terlihat sangat menyayangimu."
Aku mengernyitkan dahi. "Kalau dia sayang padaku. Mengapa dia meninggalkanku ? mengapa dia berbohong padaku mengatakan dia adalah paman kandungku ? dan.." Aku berhenti sejenak mengatur nafas. "Dan mengapa dia tega membunuh orang tuaku ?"
Nenek itu tersenyum dengan pandangan yang sama. "Emosi anak muda memang sering meledak-ledak. Soal itu biar pamanmu sendiri yang akan menjelaskan. Kau tunggu disini, sebentar lagi dia akan pulang."
"Kau siapa ?"
Nenek itu menatapku sambil tersenyum. "Saya adalah orang yang diselamatkan oleh pamanmu."
Aku makin bingung.
"Oh ya, kau bisa istirahat di kamar sebelah. Pasti perjalananmu amat melelahkan. Saya masuk dulu." Nenek itu segera menutup pintu lalu meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
Aku masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh nenek. Kamar itu lumayan luas meskipun tak seluas kamarku dulu. Kasur yang berukuran sedang tertata rapi mengisyaratkan kalau tidak pernah di tempati namun selalu dibersihkan. Di sudut kamar terdapat lemari kayu tua yang berdekatan dengan cendela. Disamping kasur terdapat meja kayu kecil.
Aku segera menghepaskan tubuh di atas kasur. Nenek tadi memang benar, perjalananku amat melelahkan. Membuat pegal. Apalagi aku jarang tidur. Begitu lama dan sulitnya mencari informasi tentang paman, sekarang aku bisa bernafas lega. Sisanya hanya menunggu paman pulang. Akhirnya setelah sekian lama aku bisa bertemu dengan paman.
Tampa sadar, aku tidur terlalu lama. Kulihat dari cendela kamar, langit sudah gelap. Aku cepat-cepat keluar kamar untuk memastikan apakah paman sudah pulang. Yang kulihat hanya nenek sedang duduk menjahit di ruang tamu. Aku segera menghampirinya.
"Oh kau sudah bangun rupanya."
"Dimana paman ?"
Nenek menhembuskan nafas pelan. "Tadi Nenek dapat pesan darinya. Katanya hari ini dia tak bisa pulang. Kemungkinan besok dia pulang. Nenek sudah bilang kalau ada kau dirumah ini sedang menunggunya. Tetapi, sampai sekarang dia masih belum membalas pesan Nenek."
Aku diam, kecewa.
"Oh ya, panggil saya Nenek saja." Nenek menatap wajahku sambil tersenyum.
"Apa dia berusaha menghindariku ?"
"Kau ini bicara apa Nak. Tentu saja tidak. Dia amat menyayangimu, dia akan berusaha pulang secepatnya. Sudah, jangan berpikir aneh-aneh lagi. Sekarang kau mandi lalu makan, sudah nenek siapkan makanan di ruang makan. Menginaplah disini Nak."
Aku hanya bisa mengangguk. Bagaimanapun, Aku tak bisa mengganggu paman yang masih bekerja. Yang bisa kulakukan hanya menunggunya pulang.
Halo Readers!!!
Gimana nih apa rasa rindunya udah terobati ? hihiKhusus part Rei, sudut pandangnya Rei sendiri ya, jadi Readers jangan bingung.
Masih ada satu part Rei lagii
Jangan lupa vomment nya Readers ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
1000 Bangau [COMPLETED]
Romancepulanglah... apa kau tak rindu pulang ? apa kau tak rindu kota tempat tinggalmu ? kota yang amat sejuk dan menenangkan. kota yang menyimpan banyak kenangan yang telah kita ukir bersama. kota dimana janji-janji dibuat. kota dimana harapan-harapan dit...