Upacara pemakaman paman barusaja usai. Polisi-polisi yang datang ke pemakaman paman sudah pada pulang satu per satu. Begitu pula kenalan-kenalan lain paman. Menyisakan Rei dan nenek yang masih berada di makam paman.
"Ayo kita pulang Rei."
"Kemana ? Aku tak punya rumah."
Nenek memegang punggung Rei. "Bukankah sudah kubilang, rumah itu rumah pamanmu. Dia mewariskannya padamu. Sudahlah ayo kita pulang dulu."
Rei dan nenek pulang ke rumah. Sesampainya disana Rei duduk di ruang tamu dengan wajah kusut, sedangkan nenek membuatkan Rei jus jeruk.
"Kau datang kemari untuk meminta penjelasan dari paman mu bukan ?"
Rei mengangguk.
"Kalau boleh, nenek bisa memberi penjelasan untukmu"
"Bagaimana bisa aku mempercayaimu ?"
Nenek menghembuskan nafas panjang. "Baiklah. Kau pasti bertanya-tanya nenek ini siapanya pamanmu kan ? kenapa pamanmu tak pernah memberitahumu soal nenek ?"
Rei tak menjawab.
Nenek menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. "Saat itu, saat suami nenek adalah seorang pengusaha terkenal. Kami memiliki seorang pekerja yang sangat loyal pada perusahaan kami. Kami pun mengangkatnya sebagai direktur. Dia adalah ayahmu. Namun tanpa kami semua sadari, ada seseorang yang ingin melenyapkan perusahaan kami. Saat itu saya sedang mengunjungi suami saya. Tiba-tiba terdengar alarm tanda kebakaran, kami semua panik dan memang benar perusahaan kami saat itu penuh kobaran api."
Nenek diam sejenak. "Perusahaan kami pun lenyap. Begitu pula dengan suami saya." Mata nenek terlihat berkaca-kaca.
"Saya turut berduka" Kata Rei.
"Terima kasih. Apakah kau tak bertanya mengapa nenek bisa selamat dari kebakaran hebat itu ?"
Rei tak tertarik untuk menjawab.
"Nenek diselamatkan oleh seorang malaikat yang datang menolong nenek, membawa nenek keluar menghadapi besarnya kobaran api. Saat itu kulihat wajahnya bercahaya hingga nenek silau menatapnya. Nenek tak tau, entah karena cahaya api atau bukan. Dia adalah pamanmu."
"Setelah api berhasil dipadamkan. Banyak pegawai kami yang meninggal. Ini benar-benar kasus pembunuhan masal. Pada saat yang bersamaan, rumah dimana saya dan suami saya tinggal juga dibakar. Polisi dengan cepat menyelidiki siapa dalang dari semua ini. Tanpa saya duga-duga semua bukti mengarah pada ayahmu."
Rei mengerutkan alisnya, kesal. Ia tampak bersungut-sungut. "Tak mungkin. Ayah tak mungkin melakukan hal sekeji itu. Kau pasti berbohong. Kau-"
"Dengarkan dulu sampai cerita nenek selesai"
Rei berusaha menurut, menahan amarahnya.
"Saat itu saya tak bisa berpikir. Bagaimana pun saat itu, semua yang saya punya telah lenyap. Rumah, perusahaan, kekayaan kami, dan suami saya yang amat saya cintai lenyap begitu saja di depan mata saya. Saya kalap. Tanpa pikir panjang, saya segera memerintahkan polisi untuk segera menangkap ayahmu."
"Pamanmu yang ditugaskan. Saya memutuskan ikut dengannya. Kami datangi rumah tempat tinggal kalian. Saat itu, ibu mu yang membukakan kami pintu. Karena terdengar keributan, ayahmu pun keluar. Saya dengan penuh emosi meminta pertanggung jawaban pada ayahmu. Dia menyuruh kami agar tak bicara terlalu keras karena anaknya sedang tidur. Dia berusaha menjelaskan bahwa bukan dia pelakunya. Tetapi pamanmu menyarankan agar ayahmu pergi ke kantor polisi untuk menjelaskan."
"Ayahmu setuju. Istrinya meminta untuk ikut menemaninya. Dalam perjalanan, ada truk tronton yang mengebut. Pamanmu sempat mengatakan bahwa sopir truk itu mabuk. Tanpa disadari, truk itu melawan arus dimana mobil yang kami tumpangi melaju. Paman dan nenek panik, tak tau apa yang harus dilakukan. Klakson sudah berkali-kali dibunyikan pamanmu. Nenek berpikir tak apa kalau nenek lenyap. Tapi, bagaimana nasib pamanmu ? saat itu dia masih muda. Ada istri yang sedang menunggunya dirumah"
Nenek menarik nafas panjang. "Tanpa kami semua duga, tiba-tiba mobil yang dikendarai oleh ayahmu membanting stir, menyalip mobil kami. Lalu dalam waktu singkat, mobil ayahmu menabrak truk itu. Kecelakaan pun terjadi. Mobil ayah mu dan istrinya remuk seketika. Terbanting. Kami hanya diam termangu menyaksikan kecelakaan hebat di depan mata kami. Detik itu juga nenek sempat melihat wajah pamanmu. Dia meneteskan air mata. Menangis. Sudah dapat dipastikan penumpang di mobil ayahmu tak dapat selamat, bahkan sopir tronton itu pun tak dapat selamat, rem truk itu blong. Mungkin ayahmu sudah menyadarinya saat itu"
Nenek menangis. Mengingat kejadian mengerikan itu. "Mengapa ? Mengapa ayahmu menyelamatkan kami ? Memberikan kami kesempatan hidup ? Padahal kalau memang benar dia dalangnya, dia telah melenyapkan puluhan nyawa pegawai kami, namun mengapa saat itu dia tak membiarkan dua nyawa saja lenyap ? Menggantikan dengan nyawanya sendiri dan nyawa istrinya."
Rei yang mendengar cerita nenek mulai meneteskan air mata.
"Setelah itu pamanmu ngotot meminta agar polisi tak berhenti menyelidiki kasus. Dia mengerahkan seluruh bawahannya. Jenazah orang tuamu sementara kami tahan. Dengan kecerdasan dan keyakinan pamanmu, dia menemukan pelaku sebenarnya. Dalang dari semua ini. Manusia yang amat sangat berdosa. Adalah mantan direktur kami. Kami memecatnya karena dia melakukan kesalahan dan ada seorang yang lebih pantas mendapat jabatan itu yaitu ayahmu."
"Lalu bagaimana akhir dari si pelaku ? di hukum mati ?" Tanya Rei.
"Sayang sekali tidak. Dia dihukum penjara seumur hidup."
Rei terlihat geram. "Kenapa ? Kenapa dia tak mati saja. Kalau begitu, sekarang biar aku yang akan membunuhnya." Rei beranjak berdiri lalu segera dihalangi oleh nenek.
"Jangan Rei. Nenek mohon jangan. Apakah orangtua dan paman mu menginginkan semua ini ? Menginginkan kau balas dendam atas kematian mereka ? Tentu saja tidak. Mereka amat menyayangimu. Mereka hanya ingin kau dapat melanjutkan hidup. Bahagia. Tenangkan dirimu. Jangan sampai emosi mengendalikan dirimu lagi."
"Tapi.. tapi dia sudah mengambil orang-orang yang aku sayangi. Apa kau tau seberapa menderitanya diriku ? Apa kau tau bagaimana perasa-"
"Nenek tau! Nenek benar-benar tau rasanya. Nenek kehilangan segalanya juga waktu itu. Sama sekali tak ada yang tersisa untuk nenek. Bahkan saat itu nenek berniat mengakhiri hidup. Namun nenek ditolong, begitupula dengan kau. Kau juga ditolong. Oleh siapa ? Pamanmu Rei. Sungguh dia dan orang tuamu adalah orang yang amat mulia hatinya. Orang yang patut disalahkan adalah nenek. Silahkan jika kau ingin membunuh nenek sekarang."
Rei diam. Merenung. Sekarang pikirannya terbuka. Dia kembali duduk di sofa. Nenek juga duduk.
***
Next part "Anak Angkat"
KAMU SEDANG MEMBACA
1000 Bangau [COMPLETED]
Romancepulanglah... apa kau tak rindu pulang ? apa kau tak rindu kota tempat tinggalmu ? kota yang amat sejuk dan menenangkan. kota yang menyimpan banyak kenangan yang telah kita ukir bersama. kota dimana janji-janji dibuat. kota dimana harapan-harapan dit...