8. Posessif

1.2K 69 4
                                    

Pagi pagi sekali Revan sudah berada di sekolahnya. Tidak seperti biasanya memang seorang Revan datang sepagi ini, biasanya ia selalu telat datang kesekolah. 

Sekarang ia sedang berada di koridor pemabatas kelas IPA dan IPS. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding yang ada dikoridor tersebut sambil memasukan tangannya ke saku celana abu-abu. Yang dilakukan Revan hanya memantau siswa dan siswi yang berjalan menuju kelas masing-masing.

Mata Revan sedikit menyipit tatkala ia melihat perempuan yang tidak asing baginya di ujung koridor. Perempuan itu melangkah mendekat untuk menuju kelasnya yaitu XII IPA 1. 

"Vela!" teriak Revan kepada perempuan itu yang hendak masuk ke kelasnya.

Yang merasa dipanggil pun menoleh kearah Revan dengan kening berkerut. "Ngapain dia manggil gue?"  tanyanya dalam hati. Vela merasa jantungnya berpacu lebih cepat ketika melihat Revan yang menghampirinya.

"Udah sarapan belum?" tanya Revan ketika ia sudah berada dihadapan Vela.

Vela terkejut,  "kenapa nih bocah nanya kaya gitu? Kesambet apaan kali?" Batinnya.

"Woi, kalo orang nanya tuh jawab, jangan diem aja!" bentak Revan dengan sorotan mata tajam.

"Emm, u-udah tadi dirumah" balas Vela gugup.

"Kalo gitu lo ikut gue ke kantin, temenin gue makan" belum dapat jawaban dari Vela, Revan pun langsung menarik tangan Vela untuk ikut dengannya. Vela yang merasa dirinya ditarik pun terlonjak kaget dan tubuhnya mengikuti pergerakan Revan.

"Gue mau masuk ke kelas, Van!"  Vela berusaha melepaskan genggaman tangan Revan yang berada di pergelangan tangannya. "Temenin gue dulu" ucap Revan tenang, tangannya masih menggenggam tangan mungil Vela sambil berjalan kearah kantin.

Keadaan kantin tidak terlalu ramai, disini cuma ada beberapa murid yang makan dan ada yang hanya sekedar membeli peralatan tulis.

Revan sudah melepaskan tangan Vela, ia duduk santai dibangkunya. "Sakit tau! Tuh liat tangan gue jadi merah" gerutu Vela dengan tangan yang terulur kedepan seolah memberi tau tangannya yang merah kepada Revan.

"Beliin gue nasi uduk" ucap Revan kepada Vela seolah memerintahnya.

"Nggak mau. Beli sendiri lah, punya kaki kan?" ucap Vela ketus.

"Lo ga mau beliin? Tau kan apa akibatnya?" dengan entengnya Revan mengancam Vela.

"Ribet amat sih jadi orang!" Vela menatap cowok yang disebelahnya dengan sorotan tidak suka. "Cepet beliin!" bentak Revan.

Vela akhirnya mau membelikan nasi uduk pesanan Revan, karna terpaksa. Karena kalau Vela membantah pasti dia akan membuatnya lebih menderita lagi. Hidup Vela seakan berubah semenjak kenal dengan Revan.

Setelah pesanannya sudah siap, Vela berniat untuk memberikan nasi uduk ini untuk Revan ke meja yang ia duduki tadi.

 "Loh Vel? Kenapa lo dikantin? Belum sarapan? Sebentar lagi masuk loh" pertanyaan itu datang dari Gino, teman sekelasnya, Gino juga menjabat sebagai ketua kelas di IPA1.

"Iya sebentar lagi gue masuk kok" ucap Vela sambil tersenyum simpul padanya.

"Lo kesini sendiri?" tanya Gino lagi. "Emm,, iya gue sendiri" jawab Vela sedikit gugup, ia berbohong pada Gino, ia tidak mau bilang kalau ia kesini dengan Revan.

"Gue temenin ya?"

"Ehh ga usah, No, lo duluan aja" jawab Vela cepat. "Yakin nih?" tanya Gino memastikan. Vela hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Oh yaudah gue duluan ke kelas ya Vel, Lo jangan sampe telat masuk kelas" pesan cowok itu sebelum pergi dari kantin.

"Iyaa" Vela membalas lambaian tangan Gino sambil tersenyum. Setelah Gino sudah pergi dari kantin, Vela langsung menuju ke meja yang ditempati Revan.

"Tuh pesenan lo" Vela memberikan pesanan Revan ke arahnya. "Gue mau cabut ke kelas dulu" baru saja Vela ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba tangannya kembali ditarik oleh Revan sehingga ia kembali duduk di bangku.

"Aduh.. apaan lagi sih?!" tanya Vela kesal dengan menatap Revan sinis.

"Tadi siapa?" tanya Revan dengan kedua mata menatap tajam ke Vela.

"Bukan urusan lo"

"Dia kayanya deket banget sama lo" ucap Revan lagi. Nadanya penuh selidik.

"Nggak tuh, biasa aja, kenapa lo kepo banget sih?" Ucap Vela ketus. 

"Jangan deket-deket sama dia lagi, gue ga suka" ucap Revan posessif.

"Lo siapa gue? Lo ga berhak ngatur-ngatur gue"

"Ini perintah! Kalau gue liat lo deket-deket sama dia lagi, gue nggak segan-segan bikin dia babak belur dan bikin lo menderita" ucap Revan dengan nada mengancam.

"Lo apa-apaan sih?!"

"Karena, yang milik gue itu selamanya milik gue. Gue nggak suka ada orang lain yang ganggu kepunyaan gue" ucap Revan datar.

Vela tercengang, "Ngaco deh lo. Gue itu bukan punya lo, atau punya siapapun. Gue punya diri gue sendiri"

"Lo milik gue, karena gue majikan dan lo babu. Selama kontrak masih berlaku, yang berhak atas lo itu gue" tegas Revan.

Vela hanya diam, tidak bisa berkata apapun lagi, "Gue mau ke kelas" tidak menunggu jawaban dari Revan, Vela pun beranjak dari kantin menuju kelasnya dengan langkah cepat.

Pikirannya sekarang kacau, perkataan Revan yang mengklaim dirinya seenaknya membuat Vela tidak habis pikir.

Seolah berputar dikepalanya, Vela tak henti-hentinya memikirkan perkataan Revan tadi. "Kenapa dia jadi possessif gitu?" Ahh Vela tidak mau memikirkannya lagi, kepalanya pusing sekarang karna memikirkan hal itu.

'••••'

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Vela masih berada didalam kelas untuk mencatat soal dipapan tulis. Teman-temannya sudah pulang duluan tadi, padahal Febby dan Naya belum mencatat soal PR yang ada dipapan tulis. Keduanya lebih memilih pulang duluan. Memang anak malas.

"Akhirnya selesai juga" Vela bernapas lega karna pekerjaannya sudah selesai. Ia merapikan buku-bukunya kedalam tas dan berniat untuk segera pulang.

Vela berjalan di koridor untuk menuju parkiran, di sekolahnya masih ada beberapa murid yang berlalu lalang disekolahnya.

"Vel, gue anterin yuk?" tawaran itu datang dari cowok yang menaiki motor besar berwarna merah. "Ehh Gino, gue kira siapa"

"Hehe, iya ini gue Vel, emang lo kira siapa?" ucap Gino sambil tertawa. Vela pun ikut tertawa kecil dengannya.

Tiba-tiba cowok bermotor besar hitam berhenti tepat di sebelah Vela dan Gino. Dia Revan.

"Dia pulang bareng gue" Ucap Revan sambil menatap tajam kearah Gino. Tanpa aba-aba, Revan menarik tangan Vela agar ia ikut dengannya.  "Ehh.. " Vela kaget dengan perlakuan Revan.

"No, gue pulang bareng sama Revan, makasih tawarannya" Vela merasa tidak enak dengan Gino, Vela lebih memilih Revan karena Vela takut Revan akan marah kalau dirinya dibantah.

"Iya santai aja Vel,  yaudah gue duluan ya" pamit Gino kepada Vela dengan lembut. "Iya, hati-hati No" Vela melambaikan tangan kepada Gino.

"Cepet naik!" bentak Revan. Vela menatap Revan sinis.

Setelah Vela naik ke motor Revan, Revan melajukan motornya. Saat diperjalanan, keduanya sama-sama diam, tidak ada yang memulai percakapan diantara keduanya. Hanya terdengar suara kendaraan lain yang memecahkan keheningan.

Setelah sampai didepan rumah Vela,  Vela turun dari motor Revan, ia hendak melangkahkan kakinya ke dalam rumah, tapi terhenti ketika namanya dipanggil oleh Revan.

"Vel, gue udah bilang, jangan deket-deket sama dia lagi" perkataan Revan penuh penekanan.

"Dia kan cuma pengen nganterin gue doang" ujar Vela ketus.

"Tapi bisakan ga usah pake senyum-senyum ke dia?" sahut Revan tak kalah ketus.

"Terserah gue lah" Vela pergi dari hadapan Revan dan hendak masuk kedalam rumahnya.

"GUE GA MAU LIAT LO DEKET ATAU SENYUM KE DIA LAGI!" teriak Revan, teriakannya mampu terdengar jelas oleh Vela, Vela tidak menoleh dan tetap berjalan masuk ke rumahnya.

[✔] My Only One Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang