38. Kotak dan Surat

385 28 0
                                    

Gadis berhoodie maroon itu terus saja berjalan mengelilingi bandara, matanya tak henti untuk meneliti orang-orang disekitarnya. Ia harap diantara orang itu ada seseorang yang dari tadi ia cari.

Tidak memerdulikan tatapan aneh dari orang-orang untuknya, Vela tetap berjalalan cepat hingga bebrapa kali menabrak orang lain.

"Revan, lo dimana?" ujar nya lirih.

"Mas, maaf mau tanya. Pesawat yang menuju Jerman akan berangkat kapan?" tanya Vela kepada petugas dibandara itu.

"Pesawat ke Jerman sudah terbang dari tiga jam yang lalu, neng" ujar petugas itu lagi.

Jantung Vela seakan berhenti berdetak, air matanya siap untuk meluncur kapan saja. Ia berjalan menjauh dari petugas tadi tanpa mengatakan apapun.

"Revan, lo jahat. Lo bohongin gue hiks" racau Vela seperti orang gila.

Revan mengatakan kalau ia akan berangkat jam 10 pagi. Sedangkan Vela sudah datang satu jam sebelum waktu yang ditentukan agar ia tidak terlambat mengantar  Revan sekligus pertemuan terakhirnya sebelum cowok itu menetap sementara di negri orang.

Namun hasilnya nihil.

Revan sudah pergi dari 3 jam yang lalu, dan lebih parahnya lagi, tidak memberitahu Vela yang berstatus sebagai pacarnya. Revan juga tidak mengucapkan salam perpisahan untuk Vela.

Dan itu membuat Vela tak karuan, sedih, kesal, dan kecewa.

Vela mulai bertanya-tanya pada dirinya, 'sebenarnya pentingkah ia dikehidupan Revan?'

Orang lain menatap Vela aneh karna melihat Vela menangis sambil berjalan. Tapi Vela tidak memperdulikan itu, ia terus berjalan keluar bandara untuk pulang kerumahnya.

Setelah membayar ongkos kepada tukang taksi yang sudah mengantarkan kerumah, Vela berjalan gontai memasuki pekarangan rumahnya dengan tatapan kosong.

Ia terus berjalan sampai kekamarnya tanpa menghiraukan Sean yang terus memanggilnya.

Sean yang sedang duduk diruang tengah hanya bisa menatap iba kepada adiknya yang seperti mayat hidup. Ia sudah tau penyebab Vela menjadi seperti ini.

Sean bangkit dari duduknya lalu mengambil kotak besar berwarna coklat yang dihias pita merah, bentuknya seperti kotak kado namun mewah.

Cowok itu naik menuju kamar Vela, lalu membuka pintu kamar adiknya yang tidak terkunci.

Ia dapat melihat Vela yang menangis dengan menenggelamkan wajahnya dengan bantal. Hatinya ikut sakit ketika melihat adiknya menangis seperti ini.

"Vela.. "

Karena tidak dijawab, Sean langsung duduk disamping Vela, mengelus punggung Vela lembut, berniat menenangkan.

"Boleh sedih, tapi jangan lama-lama, kakak tau apa yang kamu rasain saat ini" ujar Sean.

Vela tidak merespon, ia masih menyembunyikan wajahnya dengan bantal, namun sekarang isakkannya tidak sekencang tadi.

"Jangan ditutupin terus, nanti gabisa napas" Sean mengangkat wajah Vela sehingga ia dapat melihat keadaan adiknya yang pucat dan sangat berantakan dengan muka sembab nya.

Vela segera memeluk kakaknya lalu kembali menangis dipelukan Sean.

"Dia  jahat kak, hiks, dia bohongin aku, hiks" racau Vela.

"Revan ngga bermaksud bohongin kamu, Vel. Dia ngelakuin ini demi kebaikan kamu" ujar Sean.

Vela langsung mendongak, melihat Sean yang juga mentapnya. "Kakak tau dari mana? Kakak juga kenapa tau aku sedih gara-gara Revan?" tanya Vela menyelidik.

[✔] My Only One Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang