Ara melongo saat dia mendengar Darren berkata kalau sebaiknya mereka tidak lagi menjadi teman.
Who is he? Kindergarten student?
"Errrr, you want us to become frenemy?" tanyanya tak mengerti.
Didengarnya Darren tertawa kencang. "Bless your soul, Ara ... Bless your soul!" ledeknya.
Butuh waktu beberapa detik ke depan sampai akhirnya Ara benar-benar mengerti maksud ucapan Darren.
"Ohhhhhh!!!" teriaknya lantang. Untung saja mereka dipisahkan oleh tembok balkon. Lumayan untuk menutupi wajah Ara yang merah padam. Dia malu menjadi pihak yang super duper lemot di sini dan dia yakin dari tadi Darren sudah berguling-guling memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.
"Aku sebentar lagi mau berangkat, Ra. Udah ya, bye."
Setelah itu terdengar suara Darren mengunci pintu balkonnya.
Ara menepuk keningnya, merasa completely idiot, walau setelahnya dia tak bisa berhenti menyunggingkan senyum.
Dia dan Darren ... Who would have thought?
10 menit kemudian, Ara bergegas berangkat. Ternyata dia malah bertemu Darren yang masih menunggu lift.
Mata mereka saling bertemu dengan cengiran lebar di bibir masing-masing. Rasanya sangat canggung berdiri berdampingan di sana dan masing-masing dari mereka tak tahu harus bicara apa.
Ketika pintu lift terbuka, tiba-tiba saja Darren meraih tangan Ara, menautkan jemari mereka. Sesuatu yang tak pernah Darren lakukan sebelumnya.
Ara mengikuti dengan patuh saat Darren membimbingnya masuk lift. Masih tak tahu harus bicara apa dengan 'pacar barunya'. Sampai akhirnya Ara tak tahan dengan keheningan yang mengambang di antara mereka. Spontan saja Ara menggigit lengan atas Darren, membuat sang korban berteriak kesakitan.
"What are you doing?" protes Darren sambil mengusap-usap lengannya yang sakit.
"Sepi banget tau! Lagi kamu diem aja dari tadi kayak lagi di pemakaman!" seru Ara.
"Oh, jadi ini cara kamu buat bikin rame? Fine! Next, tiap kali aku ketemu kamu, aku nyanyi aja biar gak digigit. Sakit, Ra!!"
Ara menggeleng cepat. "Gak perlu, D. Kayaknya suara kamu gak bagus-bagus amat," ledeknya.
Darren tertawa, mengacak-acak rambut Ara, gemas.
Usaha absurd Ara untuk mencairkan suasana berhasil. Setidaknya mereka sudah bisa bicara normal lagi.
"Gak sarapan di Moi's? tanya Ara.
Darren menggeleng. "Aku ada meeting pagi dan kamu malah ngasih cetakan gigi di jas aku," keluhnya.
Ara mengusap-usap bekas gigitannya. "I'm sorry ... Nanti aku ganti biaya londrinya."
"Errr, dry clean, Ra."
"Oke, dry clean," jawab Ara sambil tertawa kecil.
Saat mobilnya tiba di lobi, sebelum masuk, Darren berputar ke arah Ara yang menungguinya, mengusap lembut pipi Ara dan mengecup bibirnya singkat. "Bye, frenemy," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.
Ara tertawa, melambaikan tangan ringan, lalu berjalan ke arah kafe saat mobil Darren sudah menjauh.
------------
Ara meraba-raba kasur di sebelahnya, ternyata kosong. Dia mencoba bangun walau masih sangat mengantuk dan melihat Darren sedang duduk di kitchen table sambil mengerjakan sesuatu di laptopnya. Pria itu baru tiba malam ini dari New York setelah pergi selama lima hari. Sepertinya dia masih jet lag.

KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Ara
RomanceCerita tentang Darren Pramudya dan Aurora si tukang kue. another rempongers project. (sinopsis menyusul kalau udah ada ide)