Perfect to me

9.9K 2.5K 360
                                    

"D, di sana udah gue jelasin apa aja yang gue minta. Ada yang perlu ditambah, gak?" tanya Aska. Selaku menantu pemilik jaringan hotel terbesar dan juga tangan kanan Mr Blackwell yang entah mengkonsumsi apa sehingga membuat beliau panjang umur, Aska diminta untuk mengurus kerjasama dengan Pramudya group yang akan menjadi kontraktor untuk pembangunan hotel terbarunya.

Tak ada jawaban dari Darren. Pria itu malah terlihat melamun padahal tangannya memegang dokumen.

"D ...."

"Darren ...."

"Darren Erlangga Pramudya anaknya Pak Cakra!! Kebangetan banget kalau gue udah panggil nama lengkap tapi loe masih kaga sadar juga! Wake up, Man! Kerja!" seru Aska naik pitam. Dia baru melakukan penerbangan 18 jam, kemudian tanpa istirahat langsung pergi menemui Darren di kantornya. Sudah 10 menit dia berbusa-busa menjelaskan kontrak yang baru direvisi sesuai permintaan papa mertua, tapi ternyata Darren malah tidak memerhatikan.

"Sorry ... Tadi lagi gak fokus. Sebentar, gue baca dulu," balas Darren tak ambil pusing.

Aska mendelik, kesal. "Iya, terserah kalau lagi mau mengkhayal jorok sekali pun. Tapi, tunda dulu setelah kerja," sindirnya. Kurang tidur membuat Aska cranky.

"I will talk to my team. Tapi, penambahan yang sebanyak ini apa gak salah?" ucap Darren setelah membaca dokumen baik-baik.

Aska mengangkat bahu. "Kalau kata papa, sih, gak masalah. Kalau gak sanggup ya tinggal cari kontraktor lain."

Darren mendelik, menatap tajam Aska. "You should talk like that in our meeting with my people. Gak di sini juga!"

Aska tertawa. "I'm taking a short cut. Kalau loe yang perintah kan gue tinggal terima beres."

Darren menggelengkan kepala, pasrah. "Emang ya, kerja bareng Blackwell atau Ardhani sama aja ngeselinnya," keluhnya. "Biar gue diskusikan dulu. Siapa tau ada yang perlu ditambah lagi," tutup Darren yang bergegas menelepon sekretarisnya, minta dipanggilkan direktur proyek, direktur operasional dan juga bagian legal mereka.

Menunggu kedatangan yang lain, Darren menyenderkan tubuh di kursi, memejamkan mata, tak memedulikan keberadaan Aska.

"Udah ketemu Ara?" tanya Aska penasaran. Walau Darren tak bercerita banyak, berdasarkan info yang dia dengar dari acara pergunjingan ibu-ibu mereka, sedikit banyak Aska tahu beberapa informasi termasuk di kubu mana para ibu-ibu itu berada.

Hamizan sisters alias Bunda Grace dan Mama Shane berada di sisi Ara yang bertekad tak akan melakukan langkah apapun terutama soal pernikahan sebelum urusan 'hutang' selesai. Menurut mereka, sebagai wanita, harga diri seperti itu baik adanya. Sementara, Mami Gemma dan Tante Rere yang lebih romantis, beranggapan urusan uang bisa diselesaikan nanti mengingat Darren sendiri tak keberatan untuk membantu.

"Haven't met her in two months," ucap Darren yang langsung membuka mata saat mendengar nama Ara disebut.

"Gue pikir dia udah balik ke sini ...."

Darren menggeleng karena Ara belum memberi kabar soal kepulangannya walau harusnya kursus memasak Ara sudah selesai bulan lalu. Setahu Darren, Ara sedang magang di salah satu restoran michelin star di Sidney.

Dua minggu lalu dia bertemu dengan kakak Ara yang menyerahkan 300 miliar sisa hutangnya. Darren mencoba mengembalikan surat-surat berharga milik keluarga Ara yang dia simpan, namun, kakaknya menolak, --ternyata Kak Septy pun sama keras kepalanya seperti Ara-- berkeras Darren harus menyimpan semua dokumen itu sebagai jaminan sampai semua terlunasi.

"Loe gapapa?" tanya Aska prihatin.

Darren mengangkat bahu. "Bukan kali ini aja Ara minta personal space. Tapi, bukan berarti gak ada komunikasi. So ... We're good."

Miss AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang