Best part

9.6K 2K 182
                                    

Ara mematut-matut diri di depan cermin. Dia sudah dua kali mengganti anting, mencari-cari yang sekiranya lebih cocok dengan gaun yang dia kenakan. Pada akhirnya dia memilih strand pierced earrings dari Swarovski untuk menyempurnakan penampilannya.

Ara berputar, menghadap ke arah Darren yang sedang membetulkan kancing mansetnya. "How do I look?" tanya Ara.

Darren tersenyum, menghampiri Ara dan mengecup pipinya. "Perfect as usual."

"Cuma kurang ini," tambahnya lagi. Darren mengambil cincin tunangan yang tergeletak di meja rias dan memakaikannya ke jari Ara.

Ara tersenyum, memandangi cincin di jarinya dengan rasa bangga.

Cincin sempurna menurut versi Darren yang menandakan penghargaan terbesarnya untuk Ara. Walau Ara juga sempat curiga kalau cincin itu juga merupakan upaya balas dendam Darren karena Ara menolak 500 miliar uangnya. Itu sebabnya Darren santai saja membelikan cincin seharga 1.6 million dollar yang tidak mungkin Ara tolak atau kembalikan lagi.

Hari ini mereka akan menghadiri acara penghargaan young enterpreneur dan Darren terpilih sebagai penerima penghargaan tersebut. Walau ini bukan yang pertama untuk Ara tampil berdua dalam acara resmi dengan Darren setelah pertunangan mereka, tetap saja Ara merasa agak gugup. Dia kurang suka menghadiri acara-acara formal seperti itu yang membuat dia pegal karena harus memakai high heels.

Meskipun tak suka, Ara terpaksa harus membiasakan diri. Jadi bagian dari keluarga Pramudya memang sudah jadi resiko tersendiri untuk pintar-pintar membawa diri. Ara ingat pesan Mamanya. 'Tak perlu gugup, cukup jadi diri sendiri saja maka kamu akan dihargai.' berbekal itu saja sudah menjadi suntikan kepercayaan diri tersendiri untuk Ara.

Ara merapikan dasi Darren yang di matanya terlihat agak miring sedikit, lalu mengecup pipinya ringan. "You look great, Pak Darren."

Darren memandangi Ara yang memakai long mermaid gown berwarna navy yang membungkus lekuk tubuhnya dengan sempurna. "You make me think that we better not spend time out of this room."

"Hold that thought, D. Nanti kita telat!" ledek Ara sambil menjawil ujung hidung Darren.

Tertawa, Darren mengamit tangan Ara, membimbingnya untuk pergi.

Acara berlangsung seperti biasa. Membosankan bagi Ara karena dia agak lelah saat harus menebar senyum palsu. Walau dia juga merasa bangga saat melihat Darren berdiri di podium, berpidato atas kemenangannya dan tak segan menyebut nama Ara dalam ucapan terima kasihnya.

Darren sedang berbicara dengan orang lain ketika Ara memutuskan untuk mengambil minuman. Dia tak menyangka saat ada suara familiar yang menyapanya.

"Hai, Ra ...."

Ara berbalik dan mendapati Didit berdiri di hadapannya. Meskipun terkejut, Ara berhasil menguasai diri. Seharusnya dia tak heran jika akan bertemu Didit di acara-acara sejenis ini karena selain Ayah Didit juga pengusaha terpandang, Didit sendiri memegang jabatan lumayan tinggi di perusahaan tempatnya bekerja.

Ara tersenyum tipis. "Hai, lama gak ketemu," sapanya ramah.

Didit tersenyum dan terlihat agak malu-malu.

"Kamu apa kabar?" tanya Ara mencoba beramah-tamah sementara Didit terlihat agak gelisah. Terlihat jelas gugupnya pria itu karena tiba-tiba saja dia menghabiskan isi gelas champagne yang dipegangnya dan nyaris menjatuhkannya saat dia menaruh di meja.

"Dit, gapapa?" tegur Ara khawatir karena Didit lagi-lagi nyaris menjatuhkan gelas yang tadi coba dia betulkan.

Didit tertawa salah tingkah. "Gosh, ini konyol banget!" ucapnya mengakui kebodohan dirinya. "Sorry, Ra ... I mean ... You look great."

Miss AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang