Ara, right?

24.9K 3.1K 133
                                    

"Loe serius, Ra??" pekik Shera tak percaya dengan tingkah temannya.

Shera adalah rekan satu kubikel Ara selama  lima tahun lamanya. Menurut posisi, saat ini Shera adalah atasan Ara walau mereka masuk secara bersamaan di kantor itu. Tapi untungnya tak ada acara persaingan tidak sehat di antara mereka. Shera gemar belajar, dia sudah menyelesaikan S2 sementara Ara masih bergelar S1 saja.

Niatnya untuk kuliah lagi selalu teralihkan dengan kursus kecantikan, kursus membuat kue, dan travelling. Alasan sulit mencari waktu luang juga biasa dia kemukakan jika mamanya mendesak Ara untuk kuliah ke jenjang yang lebih tinggi padahal masalah Ara hanya satu;

Malas!!

Ara tak tertarik pulang kerja, pergi ke kampus, mendengarkan celoteh dosen, bersosialisasi dengan teman-teman baru, weekend masih harus belajar. Dia merasa tidak punya energi untuk itu. Padahal Ara sendiri kerap tidur larut malam karena dia sangat suka membuat kue sepulang kerja. Terutama saat di enam bulan terakhir ketika Didit dirasa mulai menjauh.

Tak ada lagi sesi menonton film sepulang kantor atau obrolan sebelum tidur lagi. Pesan-pesan yang ada pun selalu hambar. Ara tak ambil pusing, memang sudah satu tahun terakhir ini dia merasa jenuh, namun tak memiliki alasan khusus untuk mengakhiri hubungan.

Meskipun hubungan mereka hambar, Ara benar-benar tak menyangka akan ada orang ke-tiga sebelum mereka benar-benar mengakhiri hubungan. Padahal Didit tahu, betapa bencinya Ara dengan sebuah pengkhianatan.

Tiga tahun lalu adalah titik balik dalam hidup Ara saat perselingkuhan ayahnya tersebar di sosial media.

Pengusaha automotif berselingkuh dengan artis pendatang baru yang usianya tak jauh berbeda dengan Ara. Pertengkaran keluarga yang meledak sampai akhirnya menjadi final. Perceraian setelah 30 tahun berumah tangga.

Saat Ara terpuruk karena hal itu, Didit ada di setiap tahapnya. Semestinya pria itu tahu untuk bersikap lebih bijaksana. Jika memang sudah tak sejalan, akhiri saja, bicarakan baik-baik. Bukan malah menambah satu luka lagi pada Ara.

"Loe serius udah sewa MUA kondang itu?" tambah Shera lagi.

Ara mengangguk yakin. Dia beranjak ke lemari, mengeluarkan gaun merah dari perancang ternama yang niatnya akan dia kenakan nanti.

"Ah, gila!! Cakep banget gaunnyaaaaa ...."

"Yo'i! Gue kan penuh totalitas!" sahut Ara jumawa.

"Mahal banget pasti, abis berapa duit loe?" cecar Shera.

"Minta bayarin bokap. Gue todong aja sekalian sama minta deposit buat gue jalan-jalan. Kemarin dia pamer-pamer foto sama iblis betina di Maldives. Ya gak mau kalah dong gue ...."

Shera tertawa, mengacungkan jempolnya. "Anak pinterrrr!!"

Ara melemparkan undangan pernikahan Didit yang tadinya tergeletak di kasur, menyingkirkannya seperti seonggok kotoran dan ikut rebah di samping Shera.

"Loe niat banget, Ra! Buat apa, sih?"

"Ya bukan buat bikin dia balik lagi juga, Sher ... Apa ya?? Dendam aja kali. Sorry, gue bukan tipe orang yang mudah maafin. Orang yang nyakitin gue perlu gue kasih tabokan balik biar hati gue puas. Walau gue tau gak akan ngasih banyak pengaruh juga. Toh, Didit mau gak mau harus nikah juga kan sama tuh manusia."

"Bener Siska udah hamil ya?" tanya Shera lagi.

"Iya udah empat bulan. Adiknya Didit yang keceplosan cerita ke gue. Dia gak rela gitu abangnya nikah sama tuh cewek. Masih mengkhayal one day gue sama Didit bakal balikan lagi. Nonsense, sih. Masa gue biarin itu anak gak salah apa-apa lahir gak ada bapaknya. Gue emang dendaman jadi orang, tapi gue gak sejahat itu."

Miss AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang