"Badan loe kok cakepan? tangan loe mulai kekar, perut loe juga rata. Gue gak terima, Ra!! Seharusnya loe sama buncitnya kayak gue!!" seru Shera misuh-misuh.
Tania yang sedang goler-goleran di kasur Ara, ikut menimpali. "Dia tiap patah hati kan ke gym, santai aja, bentar lagi juga gelambir lagi. You're not alone, Sis. Gue pun lemaknya pada berjejer kayak polisi tidur di perut," ucapnya sambil menepuk-nepuk bahu Shera.
"Loe pada hatinya burik semua ya! Gak bisa lihat orang cakepan dikit!" omel Ara tak terima.
"Tapi loe serius putus sama Darren?" Kali ini Annisa yang angkat bicara.
Ara mengangkat bahu. Tadinya dia ingin memberi warning kepada sahabat-sahabatnya kalau topik soal Darren adalah sesuatu yang pantang untuk dibahas, namun sepertinya hal itu percuma saja. Ara tahu saat mereka menyempatkan diri untuk datang ke tempatnya di tengah kesibukan masing-masing adalah untuk intervensi. Hal rutin yang mereka laksanakan jika salah satu dari mereka melakukan kebodohan yang tidak bisa ditanggung oleh nalar.
"Break aja. Gue bilang, gue butuh waktu untuk mikirin semuanya. Lagipula gue mau fokus nanganin urusan bokap dulu, sidang putusannya kan minggu depan."
Sudah tiga minggu berlalu sejak Ara meminta Darren untuk tidak mengganggunya dan untungnya pria itu tidak banyak drama.
"Reaksi Darren waktu itu gimana?" selidik Tania.
"Ya gak gimana-gimana. Gue tau dia kecewa sama keputusan gue, tapi, dia bilang, dia bisa ngerti. Trus dia minta maaf. Intinya gue bebas mengambil waktu sebanyak apapun yang gue mau dan ...." Ara terdiam, tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya. Mendadak saja matanya berkaca-kaca. "He said, kapan pun gue siap untuk menghubungi dia, entah itu pagi, siang, atau bahkan tengah malam, he will answer."
"Terus??" pancing Shera.
"Ya gak ada terus-terusan. Ya udah, gitu aja!!" jawab Ara geram.
"Where is my oscar for acting like everything is fine??" tambah Ara frustrasi.
"Kaga ada pantes-pantesnya loe buat dapet oscar. Dapet Golden Raspberry Award, baru pas!" seru Shera sambil menoyor kepala Ara.
"Loe kenapa sih, Ra? Padahal loe sama Darren itu udah cocok banget dilihatnya. Kayak tutup botol sama botolnya," tanya Tania tak mengerti.
"Iya, kayak kecap sama malika," tambah Shera.
Kening Ara berkerut tak mengerti. "Itu bukannya sama aja ya?"
Kali ini Tania yang balas menoyor kening Shera. "Begonya dia dari dulu emang sesuatu. Maklumin aja, Ra!"
"Mantan atasan gue loh dia, tuh, gak nyangka kan?" ledek Ara.
"Hey!! Hey!! Back to topic pleaseee," seru Annisa yang selama ini dinobatkan sebagai anggota paling waras dan tugasnya adalah menengahi mereka semua.
"Gak ada yang perlu dibahas lagi, Nis. It's done, gue gak kuat sama presure-nya, gak kuat sama another drama di hidup gue, gak kuat sama ...."
"Sama kenyataan kalau loe mulai cinta mati sama dia," potong Annisa tanpa basa-basi.
Ara terdiam, tak sanggup membantah.
"Kita semua hapal sama kebiasaan loe, Ra. Saat loe merasa loe mulai terikat sama orang, loe pasti langsung bikin tembok. Atau ya kayak sekarang ini. Selalu cara ini yang loe ambil dan gue rasa ini mulai jadi satu-satunya keahlian loe, Ra. Lari .... Lari sejauh mungkin supaya loe gak tersakiti," tambahnya lagi.
Mendengar ucapan sahabatnya, Ara hanya bisa menunduk, berbisik lirih. "Memang salah ya kalau gue menolak untuk merasakan sakit?"
--------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Ara
RomanceCerita tentang Darren Pramudya dan Aurora si tukang kue. another rempongers project. (sinopsis menyusul kalau udah ada ide)