Darren sedang mencuci peralatan makan sementara Ara mengelap meja makan. Mereka baru menyantap makan malam di tempat Ara. Malam ini Ara memasak spaghetti Napolitan ditambah dengan garlic bread juga cream sup.
Saat Darren selesai, dilihatnya Ara sedang duduk merenung di balkon dengan selimut yang menutupi kakinya.
Darren menghampiri, mengusap pelan puncak kepala Ara sebelum ikut duduk di sebelahnya. "Sudah kamu pikirkan? Kalau kamu belum mau bertemu, aku gak akan maksa, Ra."
Dia baru saja mengutarakan keinginan papanya untuk bertemu Ara saat makan tadi. Reaksi Ara sudah bisa dia duga. Wanita itu hanya diam, menghabiskan sisa makanannya tanpa menjawab.
Ara menyenderkan kepala ke bahu Darren, memeluk lengannya. "Is that okay?" tanyanya lirih.
"Apa? Gak mau ketemu mama-papaku?" Tegas Darren. "Ya gapapa. Gak mungkin aku culik kamu juga kan untuk ke sana."
"No, D ... Aku menanyakan gimana perasaan kamu kalau aku gak mau ke sana?" tanya Ara lagi.
Darren menatap mata Ara. "To be honest. I'm confused. I thought we were making a progress here. Aku sendiri gak pernah merasa keberatan untuk mengenal keluarga kamu lebih dekat, Ra. Kurasa gak ada yang salah dari itu.
If I were you, I would like to meet my parents because I believe they won't bite. Actually I don't get it, what are you afraid of? Tapi, kalau menghadapi kamu, aku sudah berhenti memposisikan diri dengan 'If I were you,' because I'm not you. You just ... You."
Ara menarik napas dalam, memeluk lengan Darren lebih erat.
"Tell me about your family," ucap Ara.
"What?" tanya Darren kebingungan.
"Supaya aku punya gambaran saat ketemu mereka Sabtu nanti," jawab Ara cepat.
Darren tersenyum tipis, mengecup puncak kepala Ara sebelum bercerita. "My mom ... Her name is Shane Hamizan. Dia aktif sama kegiatan sosial terutama pemberdayaan perempuan dan pendidikan, tapi lebih suka ada di belakang layar. Dia gak suka jadi sorotan. She can't cook, rambutnya selalu warna-warni. Kayaknya sepanjang hidupku aku melihat semua warna sudah mampir di rambut mama.
Dia galak, cenderung sinis, tapi ramah. Actually, sometimes you remind me of her."
Ara memutar bola matanya. "Gak mungkin kayaknya. Mama kamu kan cantik buangettt!! Apalah aku yang cuma remahan cakwe di bubur ayam."
Tertawa, Darren mencubit pipi Ara, gemas.
"How about your dad?" tanya Ara lagi.
"Papa .... Ummm, dia tegas, agak otoriter, tapi bukan sesuatu yang bisa kubantah. I mean, saat dia meminta aku melaksanakan apapun, aku tahu in the end itu untuk kebaikanku juga. Semua hal yang bisa kucapai sekarang, itu karena bimbingan dia."
"You adore him so much," gumam Ara.
"Yes. He's a good dad and also a good husband. He's madly in love with my mom walau mereka sering banget adu argumen. For the record, biasanya mamaku yang menang," ucap Darren setengah tertawa.
"Sudah kutebak!" jawab Ara. Jarinya membentuk huruf O tanda setuju.
"My brother, Andrew, he's a surgeon. Tiga bulan lagi akan menikah. He's annoying, usilnya agak mirip sama Aska dalam versi lebih beradab sedikit. Kami jarang mengobrol. I don't know, mungkin karena kami sama-sama sibuk dan terpisah di dua negara yang berbeda dari dulu. Saat aku di US, dia di sini, saat aku kembali ke Indonesia, dia di Jerman. Tapi, dia selalu ada setiap kali aku kesulitan. Setidaknya dia akan menanyakan kabarku, just to say hi, asking about my day."

KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Ara
RomanceCerita tentang Darren Pramudya dan Aurora si tukang kue. another rempongers project. (sinopsis menyusul kalau udah ada ide)