07

45 6 1
                                    

Suara tamparan keras menggema. Kim Dong Haan─ayah Taehyung baru saja menampar sang putra.

"Apa yang kau lakukan anak sialan?! Berani-beraninya kau mempermalukan keluarga Kim dengan kelakuan bodohmu itu!" pekik Donghaan.

"Kau tahu kelakuanmu yang memalukan itu dapat mencoreng nama baik Ayah?!" Amarah yang menggebu. Video Taehyung yang mencium Aera tersebar luas, sampai ke telinga kepala sekolah. Pun segera menghubungi Donghaan untuk datang ke sekolah, di sana juga ada Taehyung untuk diberi wejangan agar tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari.

Donghaan malu, merasa direndahkan sebab kelakuan tidak senonoh Taehyung. Maka, setelah keluar dari ruang kepala sekolah dia langsung menarik Taehyung ke tempat sepi untuk memarahinya.

Taehyung memegang sebelah pipi yang baru saja ditampar, terkekeh lalu menatap Donghaan, mata yang sama persis dengan milik Taehyung.

"Ayah malu? Malu mempunyai anak sepertiku?" Mata yang selalu terlihat redup kini berkaca-kaca.

"Kapan Ayah tidak malu mempunyai anak sepertiku, hah? Walau pun aku membawa mendali emas atau pun piala kau tetap malu memiliki anak sepertiku!" Taehyung melap kasar sudut mata yang berair.

"Ya! Ayah malu memiliki anak sepertimu, Kim Taehyung! karena kau anak pembawa sial! Ibumu mati karenamu!" Untuk kesekian kali tuduhan itu membuat dada Taehyung nyeri. Lagi-lagi Donghaan mengatakan jika dialah alasan ibu meninggal.

Menggeleng keras. Menyangkal tuduhan tersebut. "Bukan aku pelakunya! Bukan aku!" Berteriak histeris, kedua tangan menjambak kuat rambut lalu meluruh jatuh ke lantai, wajah berlinang air mata.

Kembali Donghaan akan berucap jika saja jam tangan Taehyung tidak berbunyi. Donghaan diam sejemang, sementara Taehyung masih terisak kecil. Suara 'tit' dari jam tangan sudah tak terdengar, tetapi Taehyung masih bergeming.

Donghaan perlahan menghampiri, dengan sebelah kaki berlutut dia meraih wadah obat di saku celana Taehyung. Lalu menyodorkan. "Taehyung, waktunya minum obat."

Taehyung mendongak, senyum mengejek dia tunjukkan.

"Bukankah jika aku mati kau akan senang? Jadi untuk apa aku meminum obat sialan ini!" Berteriak dan menepis tangan Donghaan, membuat obat terlempar. Tentu perlakuan Taehyung kembali membuat Donghaan naik pitam.

"Taehyung! Jangan membantah, kau bisa kambuh jika tidak meminum obatmu, mungkin saja kau akan .... "

Langsung menyela. "Aku pergi." Pun meninggalkan aula sekolah, tak lupa memungut kembali wadah obat.

Menulusuri lorong, mengeluarkan satu pil obat lalu menelannya. Air wajah tidak bersahabatnya membuat orang-orang tidak berani menyapa Taehyung kali ini.

"Itu dia Kim Brengsek," ujar Aera kesal. Sejak tadi terus mencari keberadaan Taehyung dan akhirnya menemukan pria itu.

"Wajah Taehyung sangat tidak bersahabat, apa sesuatu terjadi? Jangan buat masalah dulu, Aera." Sindy memperingati, mencoba menahan hasrat Aera yang ingin menerkam Taehyung karena kejadian di lapangan tadi.

"Urus saja urusanmu, Sindy. Akan kurobek wajah sialannya itu." Dengan langkah cepat Aera menghampiri Taehyung. "Hoy, Kim Brengsek!" teriak Aera membuat Taehyung menghentikan langkah.

Aera terdiam melihat raut wajah Taehyung yang tak terbaca, hanya ada keheningan, bahkan beberapa murid tidak ada yang berani berucap sedikit pun. Tak lama Taehyung melangkah melewati Aera. Tanpa melirik sedikit pun.

"Kenapa aku tiba-tiba jadi sedikit takut," gumamnya pelan. Sindy berlari menghampiri Aera dengan tampang bodohnya.

"Barusan apa yang terjadi?" tanya Sindy memastikan. Dia agak bingung karena aura Taehyung sedikit berbeda dari biasanya.

Game Of Love [KTH] || [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang