Epilog

221 7 0
                                    

Happy reading!

******

Waktu berjalan begitu cepat. Vanessa meregangkan otot-ototnya begitu ia selesai menulis. Kemudian ia menyeruput secangkir kopinya yang sudah dingin sejak tadi.

Ia menghabiskan waktunya 3 jam untuk menulis kisah SMA-nya. Tak banyak, namun berkesan bagi gadis itu. Mengajarkan ia banyak hal. Seperti tak boleh membenci orang berlebihan, membantu orang yang kesusahan, memaafkan orang lain, dan masih banyak lainnya.

"Huaaa! Akhirnya selesai juga," ucapnya sembari tersenyum lebar.

Kini usianya sudah beranjak lebih dewasa. Sudah 25 tahun. Dan dia bekerja di sebuah perusahaan milik kakak dari calon suaminya. Menulis cerita ia gemari sejak masuk di dunia perkuliahan. Dan bukunya sudah beberapa dirilis dan dijual di toko-toko buku.

"Ini calon suami gue kemana, sih? Lama amat pulang kerja. Gak tau apa gue udah ngantuk nungguin dia pulang. Katanya mau jalan-jalan," gerutunya.

"Masa iya gue balik ke kantor cuma untuk nyari dia?" monolog gadis itu. Memang, jarak antara kantor dan cafe tempatnya sekarang tidak jauh. Hanya perlu berjalan sedikit ke arah timur lalu menyeberang.

"Tapi ini udah lama, sih. Yaudah, deh. Gue samperin aja," putusnya. Ia pun segera membereskan barang-barangnya dan segera menyeruput kopinya hingga tandas.

Ketika ia akan beranjak untuk pergi, sosok pemuda dengan badan tegap dan wajah tampan duduk di kursi hadapan Vanessa. Sosok itu tersenyum dengan lebar, tak merasa bersalah sedikit pun. Membuat Vanessa kesal tak karuan dan mengurungkan diri untuk keluar.

"Kenapa baru dateng sekarang?!" ucapnya dengan nada kesal. Laki-laki itu tertawa kecil. Kemudian tangannya ia julurkan untuk merapikan rambut Vanessa yang sedikit berantakan. "Maaf, tadi ada meeting dadakan, Sayang,"

Hanya begitu, kesal yang Vanessa rasakan reda. Gadis itu menghela napasnya. "Oke, gapapa,"

"Aku ada sesuatu buat kamu," ujar lelaki itu. Vanessa mengangkat sebelah alisnya. "Apa?" tanyanya dengan sedikit penasaran.

Laki-laki itu menyodorkan paper bag ke arah Vanessa. Gadis itu menerimanya dengan tidak sabar. Ketika ia membuka, betapa terkejutnya Vanessa.

"Undangannya udah jadi?!" tanya Vanessa dengan menahan teriakan gembiranya.

Lelaki itu mengangguk. "Seperti yang kamu liat, udah jadi. Tinggal di sebarin aja ke teman-teman sama keluarga kita,"

Vanessa tersenyum lebar. Kemudian tanpa rasa malu ia menghampiri sang pemuda lalu memeluknya. Hanya beberapa detik. "Thank you, Dav,"

"Sama-sama, Sayang,"

Vanessa kembali duduk di kursinya. Kemudian ia mengeluarkan sebuah flashdisk dan ia berikan ke hadapan David--calon suaminya.

"Ini apa?" tanya David tak paham. "Flashdisk," jawab Vanessa acuh tak acuh karena dirinya sekarang sedang sibuk melihat undangan pernikahan mereka yang sudah jadi.

David menghembuskan napas. Vanessa dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah. Menyebalkan tapi David sayang.

"Iya, aku tau kalau ini flashdisk. Maksudnya, kenapa kamu kasih aku flashdisk ini? Bukannya ini flashdisk kamu yang isinya cerita-cerita yang kamu tulis?" tanya David kembali. Iya, Vanessa sering menyimpan naskah-naskah ceritanya di sebuah flashdisk berwarna biru itu.

Vanessa menghentikan kegiatannya sejenak dari melihat-lihat undangan, dan beralih menatap David dengan senyum yang tercetak di wajah cantiknya.

"Aku baru aja selesai nulis cerita kita pas SMA. Jadi, aku mau kamu baca cerita itu untuk mengenang gimana lucu dan gemasnya masa-masa SMA kita," ujar gadis itu dengan senyum yang masih terpahat. Mendengar penjelasan Vanessa itu membuat David bahagia bukan main. Jujur, ia merindukan masa-masa SMA-nya bersama dengan Vanessa dan keempat sahabat mereka.

Ia tak sabar ingin segera membaca cerita yang ditulis oleh Vanessa tersebut.

"Semoga kamu suka," tambah gadis itu.

David mengangguk dan tersenyum tipis. "Pasti suka. Terima kasih."

David menyimpan flashdisk itu. Ia akan membacanya nanti ketika sampai di rumah. Sekarang, ia akan mengajak calon istrinya untuk berjalan-jalan dulu. Ia sudah berjanji pada Vanessa.

"Kita jalan-jalan?" ajak David sembari bangkit dari duduknya kemudian menjulurkan tangan kanannya ke arah Vanessa. Vanessa tersenyum dan menyambut uluran itu. "Ayo."

Keduanya berjalan meninggalkan cafe dengan perasaan bahagia yang tak terhingga. Tak lupa senyum yang selalu menghiasi wajah keduanya.

Dalam hati masing-masing, mereka berjanji untuk selalu bersama dan saling membahagiakan satu sama lain. Perasaan cinta mereka tumbuh begitu kuat. Saling menyayangi dan melindungi.

Untuk kamu pengisi hatiku,
Tetaplah bersamaku,
Berjalan sejajar denganku,
Aku berjanji selalu ada untukmu.

**END**

Terimakasih sudah mau membaca For You sampai akhir! Semoga suka dan sampai ketemu di ceritaku yang lain^^

Oh iya anyway, itu David juga kerja di satu perusahaan sama Vanessa. Di perusahaannya Bang Rangga--Kakaknya David.

Oke gitu aja.

See you~

🐼🍫🐼🍫

For You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang