Happy reading!
******
Vanessa sudah siuman. Gadis itu memegang kepalanya yang pening. Rasa sakit akibat benturan keras bola basket itu masih terasa.
"Eh, Van? Udah sadar?"
Suara itu sangat familiar di telinga Vanessa. Ia melirik ke sebelah kanannya dan mendapati David yang kini berjalan ke arahnya.
"Masih pusing, ya? Tiduran dulu. Jangan banyak gerak. Mau minum? Atau makan? Lo pasti laper karena tadi gak jadi ke kantin. Gue beliin, ya? Mau makan apa?" tanya David dengan beruntun.
Vanessa mendengus. David cerewet sekali. Vanessa baru sadar dan sudah dihadiahi pertanyaan beruntun seperti itu. Membuat kepala Vanessa tambah pusing.
"Gue mau minum," ujarnya dengan suara lemah. Padahal kepalanya hanya terbentur bola basket, kenapa mendadak semuanya terasa lemas? Badannya lemas dan suaranya juga terasa menyangkut di tenggorokan.
"Mau minum apa? Gue beliin sekarang," jawab David sembari menggenggam tangan Vanessa. Cih, modus.
Vanessa terdiam sejenak. "Hmm, air putih aja."
"Yakin?"
Vanessa mengangguk lemah.
"Oke."
David pun langsung berjalan meninggalkan UKS untuk ke kantin membelikan air putih. Setelah David benar-benar keluar dari UKS, Vanessa pun melihat ke sekelilingnya.
Sepi.
Kemana penjaga UKS?
Kemana Dania, Felly, Ardy, dan Farel?
Vanessa melirik jam dinding yang ada di dalam sana.
Jam 12.15.
Vanessa mengangguk-nganggukkan kepalanya. Baru jam 12 ternyata. Pantas saja empat curut yang selalu menemaninya itu tidak ada. Mereka pasti sedang belajar sekarang.
Tapi, tunggu.
"Apa?! Jam 12?! Gue pingsan sejam gitu?!!" tiba-tiba saja, ia bangun lalu duduk sembari membelalakkan mata.
"Ih, tumben banget gue pingsan lama amat. Padahal cuma kebentur bola basket doang. Apa jangan-jangan bola basketnya udah dikasih mantra sama Reon, ya, supaya gue pingsannya lama?" monolognya.
Vanessa tak habis pikir, kenapa Reon selalu ingin mencelakainya. Vanessa juga tidak tahu apa alasan Reon selalu saja mengganggunya. Laki-laki itu memang bukan laki-laki baik. Padahal Vanessa selalu berdoa agar Reon bisa berubah. Berubah menjadi yang lebih baik lagi.
Tapi setelah melihat kelakuan pemuda itu akhir-akhir ini, ada perubahan yang Vanessa lihat.
Iya, perubahan.
Menjadi lebih jahat.
"Salah gue apa sih, Yon, sampe lo kayaknya dendam banget sama gue. Gue mutusin lo karena lo yang salah. Lo yang pacaran sama cewek lain diem-diem di belakang gue," ucap gadis itu dengan pelan.
Mengingat kembali kejadian-kejadian yang ia lewati bersama Reon, membuat dirinya merasa kecewa. Rasanya sangat sakit mendapat sebuah pengkhianatan dari orang yang kita sayangi.
Reon itu kasar.
Tetapi saat dulu bersama Vanessa, Reon selalu baik. Tidak seperti sekarang. Reon seperti sangat membenci Vanessa. Bahkan laki-laki itu secara terang-terangan melukai Vanessa.
"Untung aja gue kuat kayak Do Bong Soon. Jadi, gue gak masalah lo lukain kaya gini, Yon. Fisik sama hati gue kuat, gak kayak yang lo kira. Cih, lo kira lo doang yang kuat, ha?! Liat aja, kalo gue udah ngamuk, kelar lo, Yon." lanjutnya sembari mengepalkan tangan. Gemas dengan kelakuan Reon yang kurang ajar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [COMPLETE]
أدب المراهقين****** Rasa benci yang berlebihan, bisa saja berubah menjadi cinta. Itulah yang dirasakan oleh David dan Vanessa. Awalnya, mereka saling membenci satu sama lain. Tiap hari selalu berkelahi dengan masalah yang sepele. Namun, sejak kejadian 'itu'...