Mantan

1.8K 122 19
                                    


                    🤐🤐🤐🤐🤐🤐🤐


Untuk dua hari kedepan Ain mengurung diri di unitnya. Selama dua hari juga Ain tidak merias diri, jangankan merias diri mengguyur tubuhnya dengan air pun dia enggan.

Gelap, unitnya sengaja di biarkan gelap, hanya kamarnya yang di biarkan lampunya menyala.

Pagi itu Ain mengulat di atas ranjangnya, dengan setelan piama kropy yang nampak kusut nan lusuh karena beberapa hari ini melekat di tubuhnya. Dirinya malas untuk beranjak dari tempat tidurnya, tak lama ponsel yang di atas nakas berdering. Entah sudah berapa kali berdering.

Lagi-lagi Ain berdecak kesal karena kebisingan dari ponselnya. Dia hanya ingin ketenangan. Namum sahabatnya itu menggangunya. Maklum, karena selama dua hari ini dia tidak memberikan kabar, termasuk kabar di media sosialnya.

"Apa?" kata Ain menjawab sambungan telpon.

"Lo masih idup In?"

"Lo doain gue mati? itu maksut lo?" kekesalan di wajah Ain mulai tersirat. Ingin rasanya mengucir mulut Maya yang suka ngomong ngaco.

"Gue cuman mastiin aja. Lo jangan mati dululah, kan lo belum nikmati indahnya dunia dari spesies lain?" ledeknya dari seberang sana.

"Apaan sih May??"

"Hari ini lo ngajar ya? kasian tuh Tere nanyain lo. Udah dulu ya, gue mau dandani laki gue. Bye In...."

Setelah itu Ain mulai beranjak dari ranjang dan mulai bersiap-siap untuk mengajar. Kadang Ain merasa iri dengan Maya yang sudah berumah tangga dan memiliki momongan, sedangkan dia? menaruh rasa ke Gery saja, Gery nggak merespon. Nasip nasip...

*****
Ain mulai turun dari taxi dan mulai memasuki area sekolah, tiba tiba Ain terpelonjat ketika klakson mobil di belakangnya mengejutkannya. Dia memutarkan kepalanya memandang tajam mobil sedan hitam di belakangnya. Mengganggu. Tak lama suara pintu penumpang terbuka dan setelahnya Tere keluar dari dasa.

"Bu Ain...." Sapanya manja lalu berlari memeluknya.

"Aku kangen bu Ain loh?" tambahnya sambil menarik tubuhnya.

Tak lama pintu bagian pengemudi terbuka lalu keluar seorang lelaki yang menurut Ain tidak asing wajahnya.

"Selamat pagi bu guru Ain." Sapanya yang masih berdiri di pintu mobil.

Ain mendongak menatap pria itu tajam dan sinis. Tanpa menjawab pertanyaannya dan lekas pergi menuntun Tere namun langkahnya terhenti.

"Bu Ain, dia abang Tere. Namanya Mario," Tere memperkenalkan.

Ain hanya melempar senyum tipis guna menutupi kekesalan sebelumnya.
Tanpa di sangka pria itu mendekat lantas mengulurkan tangannya. Ain hanya diam mematung menatap tangannya yang terulur.

"Kok diem?"

Wajah Ain seketika datar.

"Tere, bilang dong sama bu gurunya. Jangan ngambek sama abang Mario? bilang gih?"

Mario berkata dengan nada manja dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Tere mengangguk paham. Lantas Tere mendongak ke arah Ain dan dia membalas tatapan Tere.

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang