Ain turun dari mobil, sejenak ia berdiri sebelum melangkah masuk. Pandangannya menyapu keseluruh halaman rumah yang mulai jauh berbeda semenjak hampir tiga tahun dia tinggalkan. Ia lalu mengangguk saat Agung membawa koper dan mengajaknya masuk.
Menghela nafas panjang karena sedikit gugup, sudah lama ia tidak bertemu Mama, Al beserta istri dan anaknya Al. Memejamkan mata sebentar dengan berdoa dalam hati Ain mulai melangkah. Ia sangat lelah sekali karena beberapa jam duduk di dalam mobil dari Surabaya ke Jakarta. Dan malam ini Dia hanya ingin beristirahat, itupun jika bisa nantinya.
"Ainia.... anak ku..."
Suara wanita paruh baya terdengar lantang memanggil namanya setelah pintu utama terbuka sambil mengulurkan kedua tangan tanda ingin memeluk ia mendekat, di ikuti seorang Pria dan wanita hamil di belakangnya.
"Ainia...." ucapnya parau dengan air mata yang telah membasahi pipinya, dia adalah Ibu Ain.
Ibunya lalu memeluk Ain erat begitupun Ain yang membalas pelukannya. Pelukan hangat yang sangat Ain rindukan.
"Kamu baik-baik saja kan Nak?" peluknya semakin terurai lalu menarik tubuhnya dari memeluk Ain.
"Aku baik-baik saja Bu, seperti yang Ibu liat sekang," ucapnya sambil tersenyum senatural mungkin. Mengingat untuk saat ini hati Ain sebenarnya sedang rapuh.
"Selamat datang Kak," sapa Al lalu memeluk Ain setelah Ibunya.
"Kamu nampak cantik kak, tapi... kamu nampak kurus sekarang," tambahnya.
Ain mendecak lalu memukul bahu Al gemas.
"Selamat datang kak."
Ain menoleh ke arah sumber suara wanita yang berdiri di samping Ibunya, Wanita itu melempar senyum kepada Ain, dia adalah Naila istri Al.
Ain membalas senyum dan berkata, "Apa kamu tidak mau memelukku sebagai ucapan selamat datang?"
Naila mengangguk, mendekat lalu memeluk Ain.
"Sudah berapa bulan kandunganmu?"
"Masuk bulan ke lima kak."
"Ayo masuk. Kita lanjut di dalam ngobrolnya," ajak Ibu menggiring anak dan menantunya masuk.
**
Setelah mengobrol sebentar dengan keluarga sebagai pelepas rindu, Kini Ain sudah berada di kamarnya. Kamar yang sudah dia tinggalkan bertahun tahun.
Semuanya tidak ada yang berubah, mulai dari perabotan dan aksesoris semuanya sama, tidak yang berubah.Ain duduk di tepi ranjang, bahkan ranjangnya pun masih sama, seprei dan selimut yang sama saat pertama kali ia tinggal pergi. Menghela napas Ain lalu merebahkan tubuhnya dengan posisi setengah badan di ranjang dan kaki masih menggantung di sisi ranjang. Memejamkan mata sejenak dan menghirup dalam dalam oksigen yang ada di kamar itu.
Tok tok!! terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
"Masuk," ucapnya masih dengan mata terpejam.
"Papa ganggu nggak?" Suara papanya terdengar setelah pintu kamar terbuka.
Cepat, Ain lantas menoleh ke arah pintu, di mana papanya masih berdiri meminta izin masuk. Ain mengangguk mempersilahkan masuk lalu ia beringsut duduk. Papa Ain lalu duduk di sebelah Ain.
"Selamat datang, dirumahmu. Bolehkah papa memelukmu?"
Pinta Emanuel ragu-ragu. Ain tersenyum lalu memeluk papanya terlebih dahulu. Emanuel memeluk erat sampai Ain susah bernapas. Namun sesaat kemudian tubuh papanya seperti sesegukan menangis. Ain lalu melepas pelukan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Brondong [END]
General Fiction(Follow dulu sebelum membaca) Maria Ainia Emanuel cewek dingin berusia 29 tahun masih jomblo, harus bertemu Mario Mertaherlambang berusia 23 tahun yang selalu membanggakan 3 K. Yaitu Ketampanan, Kecerdasan dan Kemapanan. Namun kehidupan Ainia beruba...