Gery

953 62 4
                                    

Seminggu dari kejadian malam itu,lebih tepatnya sejak ke datangan si Dinda-Dinda itu, baik Ain maupun Mario tak pernah bertemu. Aneh sih? apa lagi mereka kan bertetangga dan hanya di batasi tembok saja namun inilah faktanya. Dan Ain benar-benar kehilangan. Apalagi selama seminggu juga si Tengil tidak menelpon atau mengiriminya pesan dan tidak mengganggunya, biasanya ada saja alasan untuk mengajaknya bicara. Dia sedikit tenang namun bersamaan itu juga dia sedikit... Ada yang kurang dalam hidupnya.

Kadang kalau Ain lewat di depan unit Mario dia hanya bisa menatap daun pintu unit Mario yang masih tertutup rapat. Misalnya pagi ini saja Ain menghentikan langkahnya dan memandang pintu itu penasaran. Penasaran kepada penhuninya.

braak

Suara benturan kaki dan pintu beradu, "Apa dia mati ya?" gumam Ain sebal sambil menendang pintu yang ada di depannya.

Merasa tidak ada tanda-tanda penghuninya, Ainia tertegun penasaran. Lantas dia mondar-mandir di depan pintu.

"Ais... Ngapain aku kayak setrika mondar-mandir?" gerutuk Ain yang mulai sadar dari apa yang baru dia lakukan. Dia memejamkan matanya dan menggeleng kepalanya  cepat agar dapat menyadarkan dirinya sendiri lantas dia melanjutkan langkahnya menuju tempat dia mengajar.

"Aku benar-benar gila," katanya dengan wajah yang nampak frustasi, "aku benar-benar gila."

*****

Ain baru keluar dari mobilnya pandangannya teralih ke arah mobil putih yang berhenti di depan gerbang sekolah. Tak lama pintu mobilnya bergeser dan keluar seorang anak kecil yang dia sangat kenal karna tingkahny.Tere. Adik Mario.

"Pagi Tere?" Sapa Ain ketika bocah itu berjalan di depannya.

"Eh,,, bu Ain?"

"Tere sendirian?"

Pertanyaan bagus, artinya Ain menanyakan keberadaan seorang yang mengantar anak itu tiap hari, Mario. Pintar.

"Enggak. Kan berdua sama ibu Ain. Jadi Tere gak sendirian?" ucap Tere apa adanya. Dan di ikuti Ain yang langsung tepok jidat.

Astaga? mimpi apa Ain semalam? kenapa juga dia harus kenal keluarga yang agak-agak gimana gitu. Bukan itu yang jawaban yang ingin Ain dengar.

"Re? kok gak di anter abang Mario?"

"Bang Mario lagi sibuk ama kak Dinda. Jadi gak ada waktu buat Tere lagi," ucap Tere sebal. Anak ini mengerucutkan bibirnya, sangat lucu.

Ain hanya melongoh cengoh sampai tas yang di genggamnya hampi jatuh karna efek ucapan Tere.

Apa? sibuk dengan si  Dinda katanya? astaga!? Ain membatin.

*****

Ain menatap anak didiknya dengan pandangan kosong dari tempatnya duduk sambil mengetuk ngetuk pena di meja.
Ingatannya kembali ke saat dia melihat raut wajah Mario saat bertemu Dinda, di tambah Mario berpelukan dengan gadis itu.
Fikiran dan Otak Ain sudah Tercemar oleh Mario. Ain menghela nafas kasar. Tanpa dia sadari jam istrahat sudah datang.

"Lesu amat, In?"

Maya menepuk pundak Ain yang saat itu menyadarkan pipi kirinya di meja kerja kini wanita itu sedang ada diruang guru. Namun
Ain tidak bergeming ketika Maya bertanya dengan mendekatkan wajahnya dengan wajah Ain.

"Bisa gak, mukamu yang lebar itu jangan deket-deket dengan mata ku? Terlalu lebar wajahmu."

Maya terkekeh saat itu juga. Di seretnya kursi miliknya agar dekat dengan Ain.

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang