Dinda

1K 61 22
                                    

Untuk beberapa hal kadang Mario merasa mati gaya. Dan hanya dua orang saja yang membuat Mario juga mati gaya, pertama Papa nya dan yang kedua adalah wanita yang ada di sampingnya yakni Ainia. Contohnya seperti sekarang dalam menuju perjalanan pulang dari bertemu Neneknya baik Mario atau Ain hanya diam walau mereka satu mobil.

Ain masih tetap dengan diamnya dengan pandangan kekiri menatap keluar jendela mobil. Entah apa yang di fikirkan Ain.
Begitupun Mario yang hanya memandangi Ain melalui ekor matanya dan sesekali menggunakan media sepion dalam mobilnya. Mario benar-benar jenuh dengan suasana seperti ini.
Bayangkan saja, cowok seganteng Mario saja di anggurin di tanya kek, di ajak becanda kek atau di ajak main tebak-tebakan kan bisa? Mario pasti nanggepin. Suasana ini bagi Mario sangat menyebalkan.

Tapi ya, gitulah. Disini Mario merasa tak punya kelebihan di depan wanita berwajah lempeng dan dingin seperti mbak Ain ini. Dan juga sebentar lagi juga mau sampai apartemen pula. Mario benar-benar mati gaya.

"Em.... Tadi Nenek bahas pernikahan kita gak?" Mario bersuara, dia bertanya asal agar Ain berbicara. yap. Benar saja Ain merespon. Nampak jelas dari matanya yang melotot menakutkan serta memonyongkan bibirnya.

"Apa aku  gak salah denger?"

"Ya gak lah. Emang nenek tadi gak bahas-bahas hubungan kita yang lebih serius? soalnya aku aja gak boleh masuk nimbrung ke dalem. Jadi aku kan penasaran?" jujur Mario dengan wajah ingin tahu.

"Gak. Nggak bahas apa-apa?"

"Yakin?" tanya Mario tak percaya.

"Kamu ini tanya atau ngajak berantem sih?" jawab Ain dengan nada kesal lalu mengerucutkan bibirnya.

"Iya-iya," pasrah Mario.

Kadang Ain merasa gemas melihat Mario pasrah seperti itu. Kemenangan telak buat Ain.

Tak lama mereka sampai di parkiran, dengan cepat Mario membukan pintu mobilnya untuk Ain. Ain merasa agung, namun ia dapat menyembunyikan perasaan itu.

"Aku bisa buka sendiri Yo?"

"Kamu tuh pacarku, kamu milikku, jadi kamu--"

"Stop!!" Sela Ain tajam ketika mario berkata akan kepemilikannya. Itu mengingatkan sesuatu.

"Aku bukan milik siapa-siapa dan aku juga bukan pacar kamu," kata Ain tegas dan dingin.

Setelah mengatakan itu Ain cepat-cepat keluar dan melebarkan langkahnya menuju unitnya. Namum Mario buru-buru mencekal pergelangan tangan Ain sebelum lebih jauh melangkah. Ain menoleh kedua pandangan mereka bertemu, Mario tersenyum melihat Ain yang kala itu jutek banget. Mata coklak Ain sangat indah. Dan Mario baru menyadarinya. Saat ini lelaki itu merasa canggung.

"Apa?"

"Kamu adalah punya MA-RI-O," jelas Mario mengeja namanya sendiri.

Ain mendengus pelan.

"Aku bukan punya siapa-siapa? udah lepasin tangan aku. Udah malem aku mau istrahat," ucap Ain galak dan ini lebih galak.

"Udah sih nurut aja, kita gandengan tangan sampek depan unit. Semakin melawan aku cium nanti? Mau?" ancam Mario. Ain terdiam menghela nafas kasar. Mario benar-benar diluar dugaan. Ain sangat sebal terhadap lelaki di depannya ini. Serasa ingin menendangnya sampai ujung dunia.

Mau tidak mau Ain berjalan sejajar dengan Mario bergandengan, lebih tepatnya Mario mencekram pergelangan tangan kanan Ain.

"Jalannya santai aja kalik? kayak mau ngambil gaji aja!?" celoteh Mario seolah menyindir.

Ain mendelik, Mario hanya senyam senyum saja dengan wajah tanpa dosanya, memang benar saat ini Ain melangkahkan kakinya cukup cepat.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Ain heran karna sepanjang jalan Mario selalu tersenyum.

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang