Pertemuan

766 48 2
                                    

             🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺




Masih di loby hotel, Sarah dan kedua temannya sedang berbicara sambil berdiri untuk menunggu jemputan mereka masing-masing untuk pulang, mengingat sekarang jam sepuluh malam. Mereka mengobrol perihal kerjaan siang tadi. Menyebalkan, itu yang ada di benak Sarah.

"Kamu tadi di kerjain ya, sama tamu VVIP itu?" tanya Dila.

"Tahu gak Dil, dia itu temen kuliah Pak Radit dari jakarta loh," heboh Cici.

Sarah hanya tersenyum mendengar kedua temannya menjadikan Mario bahan Ghibah mereka.

"Lah kok yang di tanya diem aja," celetuk Dila pada Sarah yang sedari tadi hanya senyum.

"Iya nih, tadi kamu di kerjain apa aja?"

"Gak ada sih, cuman komplen tentang tempat tidur aja," tutur Sarah.

Tak lama mobil sedan berhenti tepat di depan meraka berdiri. Sarah kenal betul ini mobil dan siapa yang baru turun dari mobil itu, pria yang berkacamata dan berjas hitam. Pria itu adalah Agung, orang kepercayaan Emanuel, Papanya.

Agung menghampiri Sarah dan sedikit membungkuk kan tubuh tinggi besarnya memberikan hormat. Sarah terdiam namun tidak dengan ke dua teman kerjanya yang berbisik curiga.

Menghela nafas panjang, itu yang di lakukan Sarah saat ke dua temannya berpamitan untuk pulang duluan. Sarah tersenyum dan melambaikan tangan tanda berpisah. Sedari tadi Sarah diam tanpa bertanya kepada Agung. Dan lelaki itu juga tidak berani besuara. Dan....

"Nona Ainia," panggil Agung sopan karena sedari tadi diam.

"Akhirnya ketauan juga," balas Sarah dan menampakkan senyum tipis.

Sampai di restoran yang tidak jauh dari hotel tempat Sarah bekerja, dia diam menatap seorang yang sadang makan dengan lahap di meja yang sama dengannya. Dia hanya diam menunggu pria-Emanuel menikmati makan yang terhidang di meja.

"Kamu gak makan?" tanyanya di sela-sela mengunyah.

"Telan dulu baru bicara," peringat Sarah.

Selesai makan Emanuel mengelap bibirnya dengan tissu, dan memanggil pelayan membereskan meja.

"Satu cangir kopi dan late," pesannya pada pelayan yang hendak pergi. Si pelayan mengangguk.

"Sarah. Ternyata itu namamu sekarang?" Emanuel memulai pembicaraan, setelah melihat tagname di baju anaknya.

"Apa mau mu?"

"Papa enggak mau apa-apa. Hanya ingin tau kabar putri sulung papa."

Emanuel mengangguk saat pesanannya datang.

"Minumlah, itu latte kesukaanmu."

Sarah menghela nafas kasar, lalu melirik jam tangan yang menunjukan pukul 12malam.

"Papa gak akan ngambil waktumu banyak Ainia, Papa hanya ingin melihat kamu," ucapnya lalu menyeruput kopinya.

"Dan sekarang udah ngeliat aku kan?" tegas Sarah.

"Bisahkah kamu memanggilku 'Papa'?" pintanya dengan nada sedikit bergetar.

Sarah tersentak mendengarnya. Ada apa? kenapa Papanya berbicara begitu? Biasanya jika mereka bertemu selalu saja berdebat. Masih ingat betul pertengkaran 2tahun yang lalu saat papanya menghancurkan karir Mario.

Merasa tidak di respon, Emanuel beringsut berdiri dari duduknya. Sarah hanya menunduk, menatap dan menggenggam gelas latte hangat dengan kedua tangannya.

"Pulanglah nak. Kita perbaiki semuanya. Dan Mamamu sangat rindu, dia sedang sakit."

Terkejut? sudah pasti ketika mendengar kabar mamanya sakit. Mata Sarah berkaca-kaca. Rasanya ia ingin berteriak saat itu juga. Tanpa membalas Sarah hanya menatap punggung Papanya yang sudah meninggalkannya sendirian di restoran itu. Dan akhirnya dia mengis. Lama tidak bertemu, sekali dapat kabar malah sedang sakit.

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang