Ain

1.3K 75 9
                                    


                                      😍😍😍😍😍




Ain masuk kembali ke dalam unitnya Sambil memegangi bibirnya. Dia sangat kesal akan ulah Mario yang semakin menggila. Ain duduk bersila di depan tv dan mulai menyalakannya, menonton acara kesukaanya Ipin dan Upin. Walau hanya acara anak-anak namun dia sangat menyukainya.

Dia tertawa lepas sejenak melupakan kejadian barusan, tak lama ponsel di saku celananya bergetar lantas berdering. Di rogohnya saku celananya, terdapat panggilan dari Naila, adik ipar Ain-istri Al. senyumnya lenyap.
Agak ragu Ain mengangkat. Dengan malas dia mengangkat.

"Apa?"

"Iya, iya aku segera kesana!!" Panik Ain.

Ain cepat-cepat mematikan Tv nya, bergegas untuk pergi. Sebuah kabar kurang menyenangkan datang dari mamanya.

Setelah sampai di parkiran Apartemennya, dia cepat menyalakan mobilnya tanpa memanaskan dahulu. Di injaknya dalam pedal gas mobilnya. Fikirannya sangat kacau sampai melajukan mobilnya tanpa dia sadar sudah sampai di tempat tujuan.

Mobil Ain memasuki pekarangan rumah dua lantai. Saat dia keluar dari mobilnya, dia di sambut seorang pelayan.

"Non?"

"Mana mama?" tanyanya panik.

Itu adalah PRT yang bekerja di keluarga EMANUEL, keluarga besar Ain. Ya, hari ini Ain menyambangi kediaman orang tuanya yang sudah delapn Bulan tidak dia datangi.
Karena Papa Ain telah mengusirnya.

"Ada di kamarnya, Non."

Tanpa berlama-lama Ain bergegas menuju kamar mamanya sambil berlari kecil di lantai atas.

Agak ragu memang untuk Ain membuka pintu kamar. Namun karna mengenai kesehatan mamanya dia membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.

"Mama apa...?"

Kalimatnya terpotong setelah mendapati seorang lelaki yang duduk di pinggir ranjang mamanya sedang memegangi tangan mama Ain.

Sejenak Ain terdiam lantas melangkah pelan ke arah mamanya yang terbaring di ranjang. Ekspresi Ain datar dan dingin memasuki kamar sang mama
Seketika langkahnya terhenti setelah mendapati lelaki itu-Papa Ain- berdiri dan berjalan ke arah Ain lalu berpapasan dan menghilang di balik pintu yang ada di belakang dia berdiri.

"Datang kapan In?" Ain menoleh ke arah sumber suara yang nampak lemah.
Lantas Ain melebarkan langkahnya mendekati mamanya, menduduki tempat duduk yang awal tadi di tempati papanya.
Ain menggenggam telapak tangan kanan mamanya erat. Terasa hangat suhu tubuh mamanya. Membuat manik coklat Ain berkaca-kaca.

"Ma? gimana keadaan mama?"

"Seperti yang kamu liat In. Papamu tadi ju--"

"Tadi Naila yang kasih kabar kalau vertigo mamah kambuh lagi." ujarnya lirih

Menatap raut wajah putri sulungnya mama Ana nampak mengerti akan hatinya.

"Ya, mungkin mama kecapean. Kamu ga perlu kuatir In, Nai sudah jaga mama dengan baik kok."

Entah kenapa setiap mendengar pujian untuk Naila hati Ain terasa teriris. Ain merasa tidak berguna sebagai Anak tertua.

Hening.

Kamar mama Ana terasa hening ketika dia tertidur dan Ain tetap duduk memegangi tangan mamanya.
Hampir 3 jam Ain hanya duduk sorot matanya kosong memandang wajah mamanya yang sedang tertidur karena pengaruh obat dari Dokter yang baru memeriksa kesehatannya.
Ain mulai beranjak dari tempatnya, suara tawa anak dari Al membuatnya penasaran sedang apa mereka di halaman depan.

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang