Wanita labil

869 44 2
                                    

Ainia baru sadar kalau kedatangan Erik ke hotel untuk memintanya menemani lelaki itu untuk mengambil raport putranya. Mengingat Ain sudah berjanji kepada Eka jika dia akan datang hari itu. Dan disinilah keduanya berada dalam satu mobil menuju tempat tujuan.

"Matamu masih sembab."

Masih dengan pandangan lurus kedepan Erik memulai pembicaraan, dia bingung mendapati wanita disampingnya itu matanya berkaca-kaca. Masih sedih kah, tentang kemarin?

"Apa sebaiknya kamu, aku antar kerumah saja?"

"Enggak usah Mas, kita kesekolah aja." Finalnya.

Hening.

Berulang kali ponsel milik Ain bergetar namun di abaikan, Ain yakin jika itu dari Mario. Pasti lelaki itu mencoba menghubunginya  untuk memberikan pembelaan. Itu bukan urusannya lagi. Menyebalkan.

"Kenapa nggak di angkat?"

"Aku tidak perduli."

"Coba di liat dulu dari siapa?"

Bukan dari Mario.

Ternyata nomor tak di kenal. Agak ragu dia mulai menerima dan menempelkan benda pipih persegi itu di telinganya.
Belum sempat membuka mulutnya untuk berbicara, telinganya sudah mendapat  kabar musibah. Ain membelalakan mata kaget lalu menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.

Erik menoleh sekilas kearah Ain, mengangkat alis sebelah heran. Kenapa dengan wanita itu? menghela napas kasar Erik tak mau tau, mungkin kabar dari Mario.

"Mas..." panggil Ain menoleh ke arah Erik yang masih menyetir.

Menarik nafas dalam dalam, "Eka keserempet motor Mas."

Mengerem mendadak, andai saja jika Ain tidak memakai sabuk pengaman mungkin sudah terpelanting kedepan.

"Kok bisa?" tanyanya Erik tidak percaya.

"Sekarang ada dirumah sakit."

Erik panik, dan segera menginjak gas dalam dalam menuju rumah sakit di mana putranya di rawat.


***

Setelah mendapat kabar Eka di serempet motor dan sudah melihat  keadaanya tidak parah, Erik dapat bernafas lega. Dan sekarang Eka sedang di gendong Ain menuju kamar anak itu.

"Sini biar Papa aja yang gendong, Mama capek itu, Ka?" tawar Erik setelah membuka pintu mobil. Sadar akan berat badan anaknya, lelaki itu menawarkan diri.

Menggeleng, "gak mau. Maunya sama Mama," katanya manja dan mempererat pelukan dalam gendengan Ain.

"Yudah Mas, nggak pa-pa kok. Tolong bawakan tas ku ya?" tunjuk Ain dengan dagunya disertakan lirikan.

Ain lalu menuju kamar Eka, Erik tersenyum senang melihat Ain yang sabar menghadapi putranya. Andai saja Ain jadi istrinya, Pasti... Erik mendecak lalu menggeleng guna untuk membuyarkan lamunannya. Menghayal atau mengharapkan?

Diambilnya tas wanita itu. Ketika di angkat, ponsel yang ada di tas itu bergetar. Penasaran, lalu dilihatnya. Ternyata panggilan dari Tengil. Ia penasaran siapa itu, orang yang bernama tengil.

60 panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk. Setelah itu ada notif pesan masuk.

Tengil

Angkat telponku.

10.36

Erik mengerutkan kening mendapati pemilik nama, itu ternyata Mario.

Tengil

Angkat dong please...

10.45

Tengil

Pacarku Brondong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang