Part 9

38.4K 4.5K 138
                                    

Vote minimal 1,5k, comment minimal 100, baru aku lanjut

Bagas mengembuskan napas lega ketika menginjakkan kaki kembali di kota kelahirannya. Orang tuanya memang asli Jawa Tengah, tapi dia dilahirkan di Bandung. Meski begitu, dia tetap mengusai bahasa Jawa karena sang ayah mengajarkan bahasa Jawa sejak kecil. Selain itu ia juga sering berkunjung ke rumah kerabat yang tinggal di Cilacap, ditambah dulu kuliah di Purwokerto. Bahasa Jawa bukan hal asing untuknya.

Ada satu hal yang mengganjal, tentang sikap Kayla yang menolak diajak ke Bandung untuk dikenalkan pada orang tuanya, sekaligus menjenguk ayah Kayla di penjara. Bagas mencoba memaklumi alasan Kayla yang belum siap bertemu dengan sang ayah di penjara juga berkenalan dengan orang tuanya. Bagas akan menjadikan tenggang waktu ini sebagai kesempatan untuk mengenalkan sosok Kayla pada orang tuanya melalui deskripsi darinya. Bagas berharap hal ini mampu memberikan gambaran pada orang tuanya akan sosok Kayla, meski ada fakta pahit yang harus Bagas ceritakan. Orang tuanya harus tahu latar belakang Kayla.

Bagas tahu konsekuensi dari kepulangannya adalah dia harus bersedia dikenalkan dengan Mustikawati, guru SMA yang mengajar ponakannya, Reza. Reza ini anak dari kakak sepupunya. Bagas sendiri adalah anak semata wayang orang tuanya. Karena itu bapak ibunya berharap Bagas selalu mendapat hal terbaik, termasuk untuk urusan jodoh.

Di acara arisan itu, sang ibu menggandeng Bagas untuk menemui rekan lamanya yang datang bersama putri sulungnya.

"Jeng Ratih, apa kabarnya? Makin cantik aja, nih." Nining menyapa ramah sahabat baiknya sewaktu SMA dulu. Mereka bersalaman dan cipika-cipiki dengan senyum sumringah.

"Alhamdulillah baik, Jeng. Ini teh Bagas, ya? Masya Allah, ganteng sekali. Dulu sebelum kami pindah ke Bogor, kamu masih kelas satu SD. Pangling saya, tambah ganteng, ya." Ratih tersenyum lebar. Sekian lama tinggal di Bogor, kini ia dan keluarganya kembali lagi ke Bandung.

Bagas mengangguk dan tersenyum dengan sopan.

Nining tersenyum merekah, seakan menunjukkan rasa bangganya telah membesarkan Bagas hingga menjadi anak yang begitu membanggakan dan berhasil meraih cita-citanya sebagai dosen.

"Alhamdulillah, sekarang Bagas telah meraih impiannya ngajar di universitas." Nining melirik seorang gadis yang mematung di sebelah Ratih. Ia mengenakan gaun panjang yang simple tapi terlihat elegan dengan khimar berwarna senada. Wajahnya cantik meski tanpa make up berarti, bersinar dengan aura yang terpancar dari dalam. Calon menantu shalihan nan idaman di mata Nining.

"Ini Mustikawati, kan? Masya Allah, cantik sekali. Reza sering cerita katanya ibu guru baru yang ngajar di kelas Reza, baik sekali, cantik, banyak murid yang suka." Nining tak henti menelisik penampilan gadis yang biasa disapa Mustika atau Tika itu dengan decak kagum.

Mustika hanya tertunduk dan merasa sungkan untuk menanggapi pujian sahabat lama ibunya ini.

"Putri saya masih harus belajar lagi dalam mengajar. Alhamdulillah, kalau keberadaannya di sekolah, meski masih baru, bisa diterima murid-muridnya," timpal Ratih bangga.

Bagas mengamati Mustika sekilas. Gadis itu pun melirik Bagas sepintas. Namun ia terlalu canggung jika menatap Bagas terus-menerus. Ia memilih mengalihkan tatapan ke arah lain.

"Jelas saja diterima, gurunya cantik dan baik begini." Nining yakin, Mustika adalah gadis yang tepat untuk Bagas.

"Oya, arisannya mau dimulai. Bagas kamu temani Tika dulu, ya, di ruang tengah. Ibu ke depan dulu." Nining menepuk bahu Bagas pelan.

Atmosfer kian canggung kala Bagas dan Mustika duduk di ruang tengah tanpa obrolan berarti. Keduanya sungkan untuk menyapa terlebih dahulu.

Untuk menetralkan suasana, Bagas memulai pembicaraan.

Mantan Dosen Pembimbing (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang