Epilog

68.9K 3.8K 135
                                    

Kayla tersenyum menatap fotonya dan Bagas di hari wisudanya. Gelar sarjana yang dulu tertunda, kini telah ia raih. Rasa bahagia sekaligus haru masih saja mendominasi tatkala rentetan perjalanannya di masa lalu seolah terekam kembali. Bukan hanya bahagia karena gelar yang ia sandang tapi juga satu bentuk penghargaan atas perjuangan serta jalan yang berliku untuk meraihnya.

Sang ayah begitu bangga padanya begitu juga dengan eyang dan ayah mertuanya. Ibu mertua yang belum sepenuhnya menerima kini perlahan mencair. Setelah tahu menantunya mengandung dari sang suami, ia menelepon Bagas dan menanyakan keadaan Kayla.

Sejoli itu menetap di Purwokerto, kota kecil yang mempertemukan mereka kembali setelah setahun tak bersua. Kota kecil di mana cinta antar keduanya tumbuh dan bersemi.

Bagas adalah orang yang paling berbangga atas keberhasilannya meraih gelar sarjana. Ia merasa begitu bersalah karena sikap kasarnya pada Kayla di masa lalu. Ia berikan dukungan maksimal pada Kayla dan membantu apapun yang Kayla butuhkan semasa mengerjakan skripsi.

Bagas bahagia dan begitu bangga melihat sang istri yang semangat merampungkan skripsi kendati saat itu telah positif hamil.

Kayla masih tertegun memandangi foto dalam genggaman. Bagas berdiri di sebelah pintu dan memandangi sang istri dengan senyum yang terlukis.

Bagas melangkah mendekat ke arah istrinya. Ia memeluk Kayla dari belakang. Disilanya rambut Kayla agar tak menutupi lehernya. Kecupan mendarat di leher jenjang sang istri. Kayla mengusap pipi Bagas. Mereka saling menatap untuk sesaat lalu berciuman tanpa komando.

Bagas melepas ciumannya. Ia berdiri di depan Kayla lalu menundukkan badannya. Jari-jarinya mengusap perut Kayla dibarengi dengan kecupan lembut yang mendarat di perut buncit sang istri.

"Dede lagi apa?" tanya Bagas lembut.

Kayla tersenyum menatap Bagas. Sungguh hingga kini ia tak menyangka bahwa mantan dosen pembimbing yang dulu begitu galak dan sempat membuat mentalnya down kini menjadi seseorang yang begitu berarti. Seseorang yang mencintainya dan seluruh dunianya. Seseorang yang menumbuhkan kembali semangat dalam hidupnya setelah sekian lama ia berkubang dalam luka.

Matanya berkaca mengenang kembali perjalanan cintanya bersama Bagas. Dulu ia pikir laki-laki di hadapannya ini adalah seseorang yang selamanya akan ia benci dan tak akan lagi ia ingat namanya. Dulu ia pikir, akan lebih baik baginya untuk berpura-pura bahwa ia tak pernah mengenal Wisanggeni Bagaspati. Namun kini, laki-laki itu menjadi seseorang yang begitu ia cintai dan Kayla ingin menghabiskan hidupnya bersamanya.

Bagas berdiri, kembali menyejajarkan badannya dengan Kayla. Jemarinya mengusap embun di sudut mata sang istri.

"Kamu kenapa? Kenapa matamu berkaca?"

Kayla tersenyum, "Aku terharu mengingat perjalanan kita, Mas."

Bagas membalas senyum itu. Ia pun selalu merasakan keharuan dan rasa syukur yang teramat besar karena dipertemukan kembali dengan Kayla.

"Dulu aku pernah mengeluh, kenapa aku punya dosen pembimbing seperti Mas. Aku kecewa saat aku menyerah dan tak bisa menyelesaikan kuliahku. Aku memaki Mas Bagas dan berharap Allah tak lagi mempertemukan kita. Aku kesal karena Mas Bagas sering datang ke mimpiku. Setelah kita bertemu kembali lalu jatuh cinta dan sampai akhirnya kita menikah, aku sekarang paham kenapa Allah menggariskan hidupku seperti ini. Apa yang buruk di mataku tak selamanya buruk. Aku bersyukur dengan semuanya. Bahkan aku bersyukur untuk kegagalanku di masa lalu. Karena kegagalan itulah yang akhirnya membawamu kembali padaku."

Bagas melebarkan senyumnya. Telapak tangannya tangkas menangkup pipi Kayla.

"Semua sudah digariskan. Salah satu perjalanan terbaik dalam hidupku adalah kembali menemukanmu. Aku nggak tahu apa jadinya hidupku kalau nggak ada kamu, Kay."

Keduanya tersenyum dan berciuman sekali lagi. Bagas mendekap tubuh Kayla dalam pelukan. Ia berjanji untuk menjaga Kayla dan mencintai wanita itu sampai kapanpun. Kebahagiaan Kayla adalah harapan terbesarnya.

******

Makan malam keluarga besar yang sudah dirancang jauh-jauh hari oleh Bagas berlangsung begitu hangat. Gelak tawa dan canda mewarnai suasana. Bagas dan Kayla mengundang ayah Kayla, eyang angkat Kayla--Aminah dan Toro, juga orang tua Bagas.

Semuanya bersyukur atas kehadiran janin di rahim Kayla. Mereka berharap, Allah memberi kelancaran hingga persalinan nanti.

Saat Kayla ke dapur untuk mengambil satu mangkok besar es buah, Nining, ibu Bagas mendekat pada menantunya.

"Biar ibu yang bawain," ucap Nining dengan menyunggingkan segaris senyum.

Kayla merasa tak enak hati.

"Nggak apa-apa, Bu, biar Kayla saja."

Nining tersenyum, "Jangan angkat yang berat-berat. Biar ibu saja."

Kayla pun menurut. Dia tersanjung dengan kebaikan Nining. Sudah lama ia berdoa agar hati Nining melunak dan menerimanya.

Nining menggenggam tangan Kayla erat.

"Maafkan Ibu karena dulu Ibu tidak menerima kamu. Ibu menyadari Ibu sudah berbuat salah sama kamu. Ibu bahagia Bagas memiliki istri sebaik kamu."

Kayla tak dapat menahan rasa harunya. Nining memeluknya dan menepuk bahunya. Semua hanya soal waktu. Pada akhirnya arogansi itu pun luluh oleh ketulusan.

"Kayla juga minta maaf, Bu."

Tak dapat terdefinisikan kebahagiaan yang saat ini dirasakan Kayla. Ia merasa hidupnya semakin lengkap. Ia memiliki suami yang super baik dan sayang padanya, ayah yang bijak, eyang yang tak berhenti mendukungnya, juga mertua yang begitu perhatian. Dan ia juga memiliki buah hati yang masih bersemayam dalam rahim. Kayla berterima kasih untuk kehidupannya yang lengkap. Ia berterima kasih untuk segalanya.

Pada akhirnya ketulusan akan selalu menjadi pemenangnya.

******

End

Makasih banyak untuk teman2 yang udah mengikuti cerita ini. Mohon maaf aku tak bisa membuat ceritanya jadi panjang. Mohon maaf untuk segala kekurangan cerita maupun diri saya pribadi. Mudah2an cerita ini menghibur dan bermanfaat 😊

Mantan Dosen Pembimbing (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang