Seminggu ini hari-hari yang dilalui Mustika dan Rakha masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Saling diam, jarang bicara, jarang tegur sapa, seolah mereka hanya numpang tinggal di atap yang sama. Keterasingan masih mendominasi. Baik Mustika maupun Rakha masih berpegang pada ego masing-masing. Mustika enggan menyapa lebih dulu karena masih terluka dengan sikap cuek Rakha. Begitu juga dengan Rakha yang terlalu fokus dengan pekerjaannya dan menjalani pernikahan seperti air mengalir, tanpa ada keinginan untuk menjadikan pernikahannya dan Mustika lebih bermakna.
Di titik ini, Mustika tak bisa lagi kompromi. Dia tak bisa lagi berdamai dengan rasa gundah yang menghantui hampir sepanjang hari. Dia berusaha sabar, tapi Rakha tak jua berubah. Ia masih saja cuek dan sibuk dengan dunianya.
Mustika ingin mengajak Rakha bicara kembali. Ia tak mau terus-terusan dipandang hanya sebagai pajangan. Ia ingin pernikahan normal. Ia ingin dianggap dan diperlakukan selayaknya istri. Jika dalam pembicaraannya nanti tidak ada titik temu dan Rakha masih bertahan dengan egonya, ia akan meminta cerai. Namun, jika Rakha mau memperbaiki semua yang sudah retak, Mustika akan memberikan kesempatan pada Rakha untuk membuktikan bahwa dia bisa menjadi suami yang baik.
Malam ini Mustika menyingkirkan rasa malu. Bahkan jika Rakha memandangnya tak lagi punya harga diri, ia tak peduli. Mustika tahu, Rakha tak akan terus-terusan menghindar dan berpura-pura tak membutuhkannya. Ia yakin, jauh di lubuk hati Rakha, masih ada cinta untuknya.
Mustika mengenakan gaun tidur paling seksi yang ia miliki, kado pernikahan dari salah satu temannya. Jika sebelumnya ia mengenakan gaun pendek, kali ini tidak hanya pendek tapi juga cukup transparan. Mustika ingin tahu, sekuat apa arogansi Rakha untuk bertahan menghindarinya.
Rakha terkejut bukan kepalang ketika melihat Mustika duduk di sebelahnya dengan gaun tidur yang super seksi. Ada apa gerangan dengannya? Rakha mengalihkan tatapannya, kembali melihat ke arah layar. Baginya, Mustika begitu aneh malam ini. Meski ia penasaran untuk melirik Mustika sekali lagi, tapi ia menahan diri.
Mustika cukup kesal dengan reaksi Rakha. Ia bertanya-tanya, apa gaun yang ia kenakan tak cukup menantang? Apa Rakha benar-benar kehilangan minat dan enggan menyentuhnya?
"Gaun ini kado pernikahan dari temanku. Apa menurutmu ini cocok untukku?" Mustika mencoba bicara tenang. Sekuat tenaga ia berusaha menstabilkan emosi yang berkecamuk.
Rakha tergugu sekian detik. Ia mengangguk pelan. "Cocok," ucapnya singkat.
"Cocok gimana? Kamu bahkan nggak merhatiin gaun yang aku pakai, tapi udah bilang cocok." Mustika bersedekap. Nada bicaranya sedikit meninggi.
Rakha melirik Mustika. Ia perhatikan gaun yang melekat di tubuh istrinya. Rakha bisa menebak apa yang diinginkan Mustika, hanya saja ia berpura-pura polos. Ia belum berminat menyentuh istrinya karena belakangan ini, perasaannya seperti terombang-ambing.
"Aku bilang cocok. Gaunnya bagus," balas Rakha tanpa ekspresi berarti. Ia akui, Mustika memiliki tubuh yang bagus dengan kulit yang bersih terawat. Ia pun tak mengerti kenapa hasrat untuk menghabiskan malam romantis bersama Mustika seperti yang dulu ia harapkan, kini seolah menguap. Kelelahan dan kekosongan yang ia rasakan seakan memenjarakan dirinya dari segala keinginan yang berkaitan dengan istrinya. Terkadang ia takut, ketakutan tanpa sebab dan tak bisa ia jelaskan. Bahkan ia tak mengerti akan apa yang dia rasakan saat ini. Namun, ia tahu pasti, ia butuh support di saat hidup terasa monoton di matanya. Di saat bara semangat mulai meredup.
"Hanya itu? Gaunnya bagus?" Mustika menatap Rakha lekat. Bukan respons seperti itu yang ia harapkan. Ia tak mengerti, Rakha yang dulu kental dengan image playboy dan mesum, kini di hadapannya seperti kerupuk yang disiram air.
"Kamu ingin aku komen apa lagi?" tanya Rakha datar.
"Apa kamu gay?" Entah, satu kata itu tiba-tiba melintas di benak Mustika. Ia merasa sudah tampil maksimal dengan keseksiannya, tapi tak ada tanda ketertarikan yang ditunjukkan Rakha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Dosen Pembimbing (Completed)
RomanceAda satu pria yang membuat Kayla Iklima merasa ketakutan, cemas, bahkan juga trauma. Satu pria yang menhancurkan hatinya hingga porak poranda. Satu pria itu adalah dosen pembimbingnya sendiri, Wisanggeni Bagaspati. Rentang waktu kembali mempertemuka...