Bagi Rakha, rumah semestinya menjadi tempat berbagi kasih, bukan sekadar melepas penat setelah bekerja atau tempat tujuan pulang setelah mengembara. Ia ingin ada seseorang yang menjadi tempat berbagi, menyambutnya pulang dengan senyum, menemaninya makan, atau berbincang sebelum tidur. Namun, semua terasa mengabur bahkan ia tak lagi tahu apa arti sebuah rumah. Menyibukkan diri dengan pekerjaan dan mengoreksi skripsi para mahasiswa nyatanya tak cukup menjadi pengalih dari rasa sepi karena Mustika tak pernah menganggapnya.
Rumah itu terasa semakin asing. Dua insan jarang sekali saling sapa apalagi duduk bersama dan berbincang. Mustika lebih banyak di kamar ketika di rumah dan ia memilih makan di luar rumah ketika lapar. Tak peduli meski Rakha selalu memasak dan menyajikan masakannya di meja. Mustika merasa tak berhak untuk memakan masakan Rakha. Terkadang jika Rakha memesan makanan, Mustika pun tak mau memakan meski Rakha sudah memesan makanan untuknya. Perempuan itu juga enggan menerima nafkah dari Rakha. Ia benar-benar memperlebar jarak. Dengan tegas ia mengatakan pada Rakha untuk bersikap layaknya orang asing atau sekadar saling kenal, jangan pernah memandangnya sebagai istri.
Kesehatan ayah Mustika yang belum membaik membuat Mustika menahan keinginannya untuk segera berpisah dari Rakha. Ia semakin resah kala orang tua maupun mertuanya membahas tentang kondisi Mustika yang tak kunjung hamil. Tentu, Mustika jua hamil karena ia dan Rakha belum pernah sekali pun berhubungan intim. Ini adalah bagian dari tuntutan Mustika pada Rakha untuk tak pernah meminta hak di ranjang.
Rakha dengan segala usaha dan kesabarannya mencoba bertahan dengan mengikuti kemauan Mustika. Kendati ia harus merasa asing di rumahnya sendiri, setidaknya itu lebih baik dibanding jika harus beradu argumen dengan istrinya. Lagi-lagi ia mengalah, meredam egonya sebagai laki-laki dan pemimpin keluarga.
Hari Minggu ini, Rakha tak enak badan. Bangun tidur ia merasa kedinginan dan suhu tubuhnya naik. Ia memutuskan untuk memesan makanan karena tak sanggup jika harus memasak.
Rakha memaksakan diri keluar kamar karena ingin membuat teh hangat. Diliriknya wastafel dapur yang penuh dengan piring dan gelas kotor. Biasanya ia yang mencucinya. Kali ini ia biarkan karena ia merasa begitu lemas. Mustika yang hendak keluar rumah untuk mencari sarapan, sejenak menatap Rakha yang tengah duduk di ruang tengah dan meminum teh hangat.
Dua pasang netra itu sekilas beradu. Mustika berpaling kembali, tak ingin menatap Rakha lebih lama.
"Aku mau keluar, nyari sarapan," ucap Mustika datar.
"Tadi aku udah pesan makanan," balas Rakha dengan nada yang datar jua.
"Aku pingin makan kupat tahu." Mustika melangkah tanpa menoleh lagi ke arah Rakha. Ia sudah bersumpah tak ingin membebani Rakha.
Rakha termenung. Sepanjang hari selalu seperti ini. Mustika hanya sekadar melabuhkan raganya di rumah yang mereka tempati, tapi hatinya tak pernah ada di rumah. Ia tahu Mustika selalu menciptakan jarak. Segala aktivitas dilakukan untuk dirinya sendiri karena memang ia ingin bersikap layaknya orang asing. Ia mencuci bajunya sendiri dan tak peduli dengan baju kotor Rakha, ia hanya membersihkan kamarnya, merapikan bajunya, mencari makanan sendiri, dan tak pernah peduli dengan urusan rumah. Rakha sama saja menjalani hari-harinya seperti saat masih lajang. Ia mencuci baju sendiri, membersihkan rumah, memasak, dan tidur pun masih saja berteman sepi.
******
Sudah setengah jam lebih, Mustika belum kembali ke rumah. Rakha berpikir jika istrinya makan kupat tahu di rumah makan, tidak membawanya pulang. Rakha sendiri tengah melahap nasi, ayam, dan lalapan yang sebelumnya sudah ia pesan.
Suara salam bergema. Rakha menjawab salam dan sudah sangat familiar dengan suara itu. Ibunya datang tanpa memberi kabar dahulu.
Rakha mempersilakan ibunya masuk. Hana langsung saja masuk ke dapur dan meletakkan buah, sayur, serta makanan matang yang telah ia masak di pagi buta. Mata wanita itu berkeliling mengamati dapur yang berantakan dengan setumpuk piring dan gelas yang belum dicuci. Lebih-lebih saat ia masuk ke ruang laundry, setumpuk pakaian kotor belum dicuci, lalu di dekat meja setrika ada sekeranjang baju bersih yang belum disetrika. Belum lagi tanaman yang sedikit layu di taman pertanda si empunya rumah belum menyiram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Dosen Pembimbing (Completed)
RomanceAda satu pria yang membuat Kayla Iklima merasa ketakutan, cemas, bahkan juga trauma. Satu pria yang menhancurkan hatinya hingga porak poranda. Satu pria itu adalah dosen pembimbingnya sendiri, Wisanggeni Bagaspati. Rentang waktu kembali mempertemuka...