Maaf lama update. Aku udah aktif kuliah & tugas udah mulai berjibun. Nulis di wattpad itu baru aku kerjakan kalau bener2 udah free. Aktivitas real lebih penting. Blm lagi mendampingi anak & aku ga mau kehilangan momen berharga termasuk menggali potensi anak yg butuh banget arahan dan pendampingan dr orang tua untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Makanya aku kadang baru bisa ngetik malam atau dini hari. Kemarin ada yg komen di ceritaku yg lain, "buset lama bgt update-nya". Kalau semisal gak sabar karena update lama, aku gak akan maksa untuk terus mengikuti cerita2ku.
Happy reading...
Bagas mematut diri di cermin. Kesan pertama harus terlihat meyakinkan. Mengambil hati Kayla memang menjadi visi utama, tapi membuat kedua eyang Kayla terpesona juga jadi misi lain yang harus dilaksanakan.
Ia sudah membeli kelengkeng dan apel untuk buah tangan. Tak lupa parfum andalan disemprotkan. Rasanya ia sendiri tak percaya, bagaimana sang hati jungkir balik mempermainkannya. Dulu nama "Kayla" sama sekali tak pernah tertulis dalam daftar nama "orang spesial" di hati. Ia hanya mengingat gadis pendiam itu adalah satu dari banyak mahasiswa bimbingan yang kerap menghadapnya untuk mengajukan draft skripsi yang telah direvisi setelah sehari sebelumnya dikoreksi. Bukan satu-satunya mahasiswa yang bingung saat diberi pertanyaan dan bukan mahasiswa yang berkualitas rendah sebenarnya. Namun Kayla adalah satu dari sekian mahasiswa yang Bagas akui, telah ia perlakukan tidak adil dan ia merasa sangat bersalah. Meski Bagas kadang masih bertanya-tanya, apa dia benar-benar tulus mencintai Kayla atau hanya ingin menebus kesalahan? Yang pasti, ada keinginan kuat untuk membahagiakan Kayla, melindungi gadis itu, dan membantunya meraih kembali hal-hal yang mungkin sudah hilang.
Bagas melajukan mobil menuju rumah eyang Kayla. Ia berharap acara makan malam bersama Kayla dapat berjalan lancar.
Setiba di tempat tujuan, Bagas turun dari mobil dengan perasaan sedikit gugup. Setelah sekian lama menjomblo sejak sang mantan menikah, ini kali pertama baginya kembali membuka hati untuk kehadiran cinta yang baru.
Toro dan Aminah menyambut kedatangan Bagas dengan ramah dan hangat. Kayla masih berada di kamar. Entah kenapa ia merasa deg-degan, berdebar, gugup menjadi satu. Dia tak punya banyak perlengkapan make up. Hanya pelembab dan bedak, tanpa lipstick. Entah kenapa, sebelumnya ia merasa baik-baik saja tampil dengan wajah ber-make-up minimalis dengan cukup pelembab dan bedak tipis, kini mendadak merasa banyak hal yang kurang darinya. Apa dia tampil menawan di depan Bagas dan apakah cukup serasi jika jalan bersama Bagas? Meski ia belum memutuskan untuk menerima ajakan Bagas atau tidak tapi rasanya ia kurang percaya diri dengan penampilannya.
Aminah memanggil Kayla. Gadis itu mencoba menetralkan rasa gugup yang berkecamuk. Ia beranikan diri melangkah keluar.
Bagas menatap penampilan sederhana Kayla dengan kesan yang elegan dan anggun. Wajah manis itu tampak malu-malu karena Kayla lebih banyak menunduk dan tak berani membalas tatapan Bagas.
"Eyang, saya ke sini ingin mengajak Kayla untuk makan di luar. Saya meminta izin dulu sama eyang apakah diizinkan?" Bagas berbicara dengan lembut dan sopan, sangat jauh jika tengah bicara di depan mahasiswa. Ia selalu tegas dan terkesan galak jika tengah mengajar.
"Tentu kami mengizinkan. Tergantung Kayla mau apa tidak diajak makan di luar sama Mas Bagas." Toro tersenyum dan melirik Kayla.
Kayla hendak mengucap sesuatu, tapi Bagas buru-buru menyela.
"Kalau soal Kayla, dia sudah setuju, eyang. Sebelumnya kami sudah janjian," ucap Bagas tenang tanpa peduli Kayla sedikit melotot ke arahnya, merasa bahwa dosen itu begitu piawai memanfaatkan peluang.
"Oh, kalau begitu silakan. Pulangnya jangan malam-malam," ucap Toro.
"Nggak kok, eyang. Kayla sama Pak... Maksudnya Kayla sama Mas Bagas jalan kaki aja. Kayla ingin makan di gang depan aja, nggak jauh, kok. Nggak akan sampai malam." Kayla segera menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Dosen Pembimbing (Completed)
RomanceAda satu pria yang membuat Kayla Iklima merasa ketakutan, cemas, bahkan juga trauma. Satu pria yang menhancurkan hatinya hingga porak poranda. Satu pria itu adalah dosen pembimbingnya sendiri, Wisanggeni Bagaspati. Rentang waktu kembali mempertemuka...