Part 2

56.2K 5.6K 223
                                    

Ide lagi lancar di sini... Tapi pendek dulu partnya.

Kayla terbangun dengan peluh membanjir. Hampir sepanjang malam ia bergelut dengan mimpi buruk yang selalu mengusik. Ia usap keringat yang terus bercucuran. Untuk kesekian kali ia bermimpi terjebak dalam kebakaran. Selalu saja dalam mimpi buruk itu, ibunya masih hidup, dan ia tak bisa menyelamatkan ibunya. Tak berakhir di situ, mimpinya terus berlanjut. Ia mimpi ayahnya keluar dari penjara lalu kembali memukulinya dan mabuk-mabukan. Ia juga bermimpi kembali ke masa lalu di mana ia masih kuliah di Bandung. Selalu saja Bagas hadir dalam mimpinya dan terulang kembali kejadian pahit setahun yang lalu. Bagas membanting skripsinya dan mengatakan otaknya kosong serta skripsinya rusak dan tak ada harganya di mata sang dosen.

Kayla menangis sesenggukan. Ia berzikir tuk menenangkan pikiran. Entah sampai kapan trauma dan rasa takut itu akan hilang. Ia selalu menghindari hal-hal yang mengingatkannya akan kejadian getir di masa lalu. Butuh hingga beberapa bulan untuknya bisa berdamai kembali dengan api. Sebelumnya ia sangat takut melihat api kompor. Beberapa bulan ia absen memasak. Dengan dukungan yang luar biasa dari eyang, ia berhasil mengenyahkan ketakutannya.

Awalnya ia menghindari kampus, tak ingin menjejakkan kaki di kampus manapun. Lagi-lagi sang eyang yang membujuknya pelan-pelan agar mau mengelola kantin kampus. Setelah pertemuan tak disangka dengan Bagas, ia belum bisa berdamai dengan masalah satu ini. Sebisa mungkin ia selalu mencari cara untuk menghindari Bagas. Pria itu sering menyambangi kantinnya. Dan setiap kali ada Bagas di sana, Kayla memilih bekerja di dapur, enggan keluar untuk melayani pembeli. Dadanya bergemuruh hebat dan ketakutan kembali mencekam setiap kali melihat Bagas.

Kayla mengusap wajahnya. Ia melirik jam dinding yang menunjuk pukul dua dini hari. Seperti biasa Kayla menyempatkan waktu untuk bermunajat di sepertiga malam. Hanya mendekatkan diri pada Allah yang membantunya untuk kembali tenang. Baginya, ibadah adalah obat terbaik dari segala kecemasan dan ketakutan yang ia rasakan. Seusai sholat malam, ia akan larut di dapur dan menggoreng atau mengukus makanan yang akan disajikan di kantin. Selain masak sendiri, kantin juga menerima titipan dagangan dari orang lain.

******

Sebelum berangkat ke kantin, Kayla meneguk segelas teh lalu melahap setangkup roti. Ia belum terlalu lapar, sedang sarapan nasi akan terlalu mengenyangkan.

Ia telah memasak menu sarapan untuk kedua eyangnya. Ketelatenan Kayla mengurus rumah dan kedua eyang membuat Baskoro, putra eyang yang tinggal di Australia merasa berhutang budi padanya. Ia rutin mengirim uang untuk kedua orang tuanya maupun Kayla. Gadis itu selalu menolak, tapi Baskoro memaksanya untuk menerima. Baskoro mengatakan bahwa uang itu adalah hak Kayla karena sudah banyak membantu dan tulus merawat orang tuanya. Aminah dan Toro, tak mau diajak tinggal di Australia. Mereka pernah beberapa kali liburan di Australia dan bagi mereka, Indonesia tetaplah tempat terbaik untuk menghabiskan masa senja.

Selain menerima kiriman uang dari Baskoro, Kayla juga rutin digaji oleh kedua eyang karena telah bekerja di kantin. Kayla kerap menolak karena apa yang ia lakukan ikhlas untuk membantu dua orang yang sangat berjasa dalam kehidupannya. Aminah dan Toro kerap memaksa dengan berdalih Kayla bisa menabungnya untuk masa depannya.

"Kayla, eyang lupa cerita, kemarin teman lamamu datang ke sini. Namanya Bagas. Dia nanya-nanya kabar kamu."

Kayla tersentak. Ditatapnya wajah eyang putri yang begitu serius, jelas eyang putri tidak sedang bercanda.

"Nanya-nanya soal apa, Eyang?" Kayla tak menyangka Bagas nekat mengunjungi eyang kakung dan eyang putri. Entah dari mana dosen satu itu mendapatkan alamatnya.

"Banyak, salah satunya kenapa kamu nggak meneruskan skripsi kamu. Eyang cerita apa adanya. Sepertinya dia benar-benar peduli sama kamu," jawab Aminah sembari mengulas senyum.

Mantan Dosen Pembimbing (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang