Malam itu Vanessa tengah menonton film drama romantis kesukaannya. Tiba-tiba sebuah nomor tak dikenal mampir di ponselnya, membuat nada dering ponsel Vanessa berbunyi. Mau tak mau Vanessa langsung menghentikan aktivitas menontonnya untuk sejenak dan beralih mengambil ponselnya. Ia penasaran siapa yang menghubunginya malam-malam begini.
"Halo, maaf ini siapa ya?"
"Halo.. Vanessa, ini aku Risang."
"Oh Risang. Aku kira siapa."
"Emang dikira siapa?"
"Ehh gak ada kok Risang. Hehe.."
"Oke-oke. Em, aku ganggu ya? Maaf aku hubungin kamu malem-malem gini."
"Gak ganggu kok Risang. Aku tadi juga cuma lagi nonton film."
"Yah, berarti aku jadi ganggu waktu nonton kamu dong! Maaf deh ya."
"Yaelah gapapa Sang. Santai aja. Cuma film juga, ntar juga bisa dilanjut lagi."
"Syukur deh kalo kamu gak ngerasa keganggu. Sebenernya aku telepon kamu karena tiba-tiba keinget aja sama kamu. Sekalian biar kamu bisa save nomor aku. Hehe."
"Oh iya pasti ntar aku save kok."
"Sipp! Aku sebenernya lagi gabut juga sih. Pengin ngobrol sama seseorang, makanya aku telepon kamu aja."
"Bukannya temen-temen kamu banyak? Terus pada ke mana pacar-pacar kamu itu?"
"Eh nah loh, kok gitu sih nanya-nya? Tunggu deh, kamu beneran percaya sama kata-kata cewek yang di mall waktu itu kalo aku ini playboy dan punya banyak cewek?"
"Emm, percaya apa gak ya? Hm, tapi Sang, kalo emang bener juga gapapa kok. Itu kan urusan privasi kamu, aku juga gak akan ikut campur. Cuma aku mau kasih saran sekali aja sih, kalo bisa jangan kayak gitu terus, soalnya pasti bakal ada perasaan yang tersakiti akibat ulah kamu."
"Eh sumpah deh Vaness, aku gak gitu kok. Beneran deh.. Cewek itu salah paham sama aku. Kamu jangan mikir yang aneh-aneh ya!"
"Ya syukur deh kalo itu gak bener. Tapi kamu gak perlu jelasin ke aku Risang. Itu juga bukan urusan aku kan? Aku gak masalah kok."
"Va, aku gak mau aja kamu jadi negative thinking ke aku. Aku gak suka terlihat buruk di depan kamu."
"Really? Okay, aku gak akan berpikir buruk tentang kamu. Janji deh."
"Terbaik lah. Oh iya, kapan nih aku bisa ketemu Eksa?"
"Udah gak sabar banget ya? Pengin banget ketemu nih kayaknya.."
"Ya kan aku beneran penasaran Va."
"Sama. Eksa juga penasaran pengin ketemu kamu. Aku dah sempet bilang tentang kamu ke Eksa. Kalo Eksa udah balik dari luar kota, aku bakal langsung pertemukan kalian berdua deh. Aku jujur juga penasaran pengin liat reaksi kalian kalo liat wajah yang sama kayak wajah kalian sendiri."
"Oke aku tunggu tanggal mainnya yaa. Wkwk."
"Sipp deh."
"Ya udah Vaness, sebenernya aku masih pengin ngobrol banyak sama kamu. Tapi ini dah malem, mending kamu istirahat aja sekarang atau kamu bisa lanjutin nonton film-nya. Makasih ya udah mau temenan sama aku."
"Eh kapan aku bilang kalo aku mau jadi temen kamu ya?"
"Lah, serius nih. Emang kamu keberatan jadi temen aku ya? Aku--"
"Haha.. Oke Risang, maaf-maaf bercanda kok. Iya deh, kalo ada yang mau ngajak temenan, pasti aku mau kok. Jaman sekarang gampang cari musuh, tapi kalo cari temen susah."
"Jadi kita temen kan?"
"Iya Risang."
"Oke Va! Makasih buat waktunya malem ini, aku berharap kita bisa segera ketemu lagi. Good night Vanessa!"
"Bye Risang."
Mereka mengakhiri pembicaraan. Vanessa memutuskan untuk melanjutkan aktivitas nonton film-nya yang sebelumnya sempat tertunda karena ia belum merasa mengantuk. Akhir-akhir ini Vanessa sering tidur cukup larut. Mungkin karena tak ada Eksa di sisinya. Biasanya ia bahkan tak bisa tidur tanpa Eksa yang memeluknya.
Sementara di lain tempat, Risang sedang membayangkan sesuatu. Entah apa. Pikirannya saat ini melayang ke satu pusat, seseorang yang tiba-tiba mengisi pikirannya. Mengapa? Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya.
Risang bergumam dalam hati, "Kenapa dia terus muncul di pikiran aku? Aku gak pernah ngerasa kayak gini sebelumnya. Kok bisa aku senyaman itu ngobrol sama dia? Dia ramah, manis pula. Tapi.. Gak mungkin lah. Risang!! Fix, buang jauh-jauh pikiran gak jelas lo ini! Gak boleh, lo gak boleh tertarik sama dia."
Risang menutup wajahnya dengan selimut, ia memilih untuk tidur.
•••
"Risang? Kamu Risang? Kamu bukan Eksa." Vanessa melepaskan diri dari dekapan Risang.
"Va, iya ini aku Risang. Aku bukan Eksa."
Vanessa berniat segera pergi. Namun, Risang mencegahnya dengan menarik tangan Vanessa.
"Tunggu Va! Aku minta maaf.. Please jangan pergi!!"
"Kenapa kamu kayak gini Sang?"
"Maafin aku Va. Aku gak bisa bohong lagi. Aku pengin kamu jadi milik aku. Aku sayang kamu Vaness."
Vanessa menampar pipi Risang.
"Kamu udah gila? Bisa-bisanya kamu ngomong gitu! Aku ini istri orang."
"Aku ngerti Va. Tapi ini.. Perasaan aku yang gak bisa aku kendaliin lagi. Aku beneran udah jatuh cinta sama kamu, bahkan mungkin sejak pandangan pertama kita di toko buku itu."
Risang berusaha mendekati Vanessa. Ia tanpa ragu menyentuh pipi Vanessa dengan lembut.
"Aku mohon, ngertiin perasaan aku Va. Aku serius sama kamu. Aku sayang kamu Vanessa."
"Risang lepasin! Kamu gak ngerti Sang. Ini gak bener. Aku harus apa?"
"Va.."
Tiba-tiba kepalan tangan seseorang meninju wajah Risang dengan kasar.
"Jauhin istri gue atau hidup lo bakal tamat!"
Risang tersentak dan semuanya hilang, pandangannya serasa buyar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Romantic Husband
Storie d'amore[ SUDAH TERBIT ] "Cukup menjadi mantan gurumu saja. Jangan sampai aku jadi mantan kekasihmu. Karena aku hanya ingin kita bersama selamanya ditemani dengan kisah kasih yang indah. Aku mencintaimu sampai kapan pun." -Mr. E- *** Vanessa Putri Ardian ke...