D E L A P A N

924 37 0
                                    

"Lika, jam berapa kamu pulang tadi malam?"

Alika yang saat itu masih mengoles rotinya dengan selai menoleh kearah Bondan sekilas.

"Gatau, pa. Tadi malam Lika langsung tidur, galiat jam lagi," jawabnya, ikut menjalankan kebohongan yang dibuat kedua kakak tirinya.

Ya, memang benar bahwa dirinya tadi malam masuk secepat yang ia bisa kedalam kamar, untuk menghindari papanya tentu saja.

Sementara itu, Bunga dan Mawar menutup mulut menahan tawa mendengar jawaban Lika.

"Kamu itu ga sopan banget. Malah nyelonong pergi kayak gak punya sopan santun. Kamu mau buat papa kamu malu?" Ucap Vita dengan nada sinis.

Alika diam, tidak menjawab. Bahkan menolehpun tidak, ia hanya fokus dengan sarapannya.

"Kamu denger nggak?! Dibilangin orang tua malah diem aja kayak patung!" Sentak Vita yang kesal tidak mendapat respon apa-apa dari Alika.

Alika sekali lagi tidak mengindahkannya, ia malah memasang tas nya dipunggung dan berpamitan pada Bondan, "Pa, Lika pergi," ucapnya kemudian berlalu.

"Heh! Mau kemana kamu?! Mama belum selesai ngomong!" Teriak Vita bertambah kesal.

"Udahlah, ma, biarin aja. Toh, Ranu juga gapapa," sahut Bondan.

"Ih, kamu belain aja terus, mas. Akibat kamu manjain terus ya jadi gitu. Gak punya sopan santun," ujar Vita lagi.

Bondan hanya menghela nafas, kemudian tak menjawab lagi dan kembali menikmati sarapannya.

Bunga dan Mawar? Mereka tidak peduli, dan terus menyantap sarapan mereka dengan sesekali memperbaiki dandanan mereka yang dirasa rusak.

***

Kali ini Alika tidak perlu ojek online. Ia menunggu sebuah bus di halte yang tak begitu jauh dari rumahnya.

Matanya menatap kebawah, merenung.

Tak lama, bus yang ditunggunya datang. Alika bergegas menaikinya dan mencari kursi kosong.

Kembali, Alika merenung, menyaksikan bagaimana bus yang ia naiki melewati gedung-gedung tinggi.

Dulu, Alika sempat mengira, bahwa kalimat 'dunia itu keras' tidak begitu buruk jika keluarga selalu ada disisinya. Ia pernah menjadi gadis paling bahagia, ketika keluarganya lengkap.

Ia mempunyai ibu yang selalu menyayanginya, dan mempunyai ayah yang selalu melindunginya.

Namun sekarang, semuanya hilang. Berbalik secepat membalikkan telapak tangan.

Ia yang tadinya menjadi gadis paling bahagia, kini menjadi gadis paling menyedihkan. Ibunya, kebahagiaannya, telah direnggut paksa. Dan sang pelindungnya, kini tak lagi fokus kepadanya.

Secepat itukah roda kehidupan berputar?

Alika tak pernah mengharapkan kebahagiaan kembali kepadanya. Toh, semua rasa sakit yang ditanggungnya akan hilang suatu saat nanti, dan ia akan segera bertemu lagi dengan ibunya.

Walau Tuhan menyediakan jalan yang sakit untuk ia lalui, tak apa. Yang penting diujung jalan pelukan ibunya lah yang pertama kali menyambutnya.

Bus berhenti di depan halte sekolah. Alika bergegas turun dan berjalan santai memasuki gerbang seakan tidak terjadi apa-apa.

My Cinderella Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang