Dahi nya mengernyit, menatap pintu mobil yang berhenti bersamaan dengan mobilnya. Menanti satu sosok yang ia harapkan hari ini agar keluar dari pintu mobil. Namun nihil, tidak ada satu gadis lagi yang turun sampai si kepala keluarga mengunci mobilnya.
"Senang bisa ketemu lagi, Bondan," Ranu menyalami Bondan. Lalu Vita, dan beralih menatap Bunga dan Mawar. "Wah, kalian makin cantik aja," lelaki berkepala empat itu memuji. "Oh iya, ini dia Gia, adikku," Ranu memperkenalkan wanita cantik disebelahnya.
Gia menjabat tangan Bondan dan Vita, tak lupa memberi senyum cantiknya dan tatapan memuja—sebagai basa-basi—terhadap si kembar. "Kenalin juga, ini anak saya, Angga." Ucap Gia seraya memegang lengan dan bahu Angga, seolah anaknya itu adalah barang yang sedang ia pamerkan.
Angga tersenyum kearah Bondan, lalu memaksa senyumnya tetap ada kala melirik Vita dan tak mau menatap si kembar.
Biarpun Bondan adalah ayah sahabatnya, tetap saja mereka belum pernah bertemu sedekat ini sebelumbya. Bahkan mungkin Bondan baru bertemu dengan Angga.
"Alika gak dateng, om?" Alka bertanya, tidak peduli kalau ia bahkan belum menyapa.
"Oh?" Bondan melirik istrinya sebentar, "katanya lagi ada tugas kelompok, makanya gak bisa gabung."
Angga kontan mengernyit, "maaf om, tapi kami gak ada di kasih tugas kelompok."
Bondan, Ranu dan Gia menatap Angga heran.
"Oh, saya lupa. Saya sama Alka sekelas sama Alika om," ucap Angga.
"Oh ya?" Bondan terlihat kaget, "tapi Alika bilang begitu sama mamanya. Iya kan ma?" Bondan melirik Vita yang sedikit gelisah.
Wanita itu mengangguk kaku, "u–um, dia bilangnya gitu sama a–mama."
Angga mendengus, kentara sekali kebohongan yang wanita itu lakukan karna Angga telah mengenal bagaimana keluarga tiri Alika itu.
"Gak apa-apa, mungkin ada urusan lain yang gak bisa Alika bilang," Gia melerai, "gimana kalau kita langsung masuk aja?"
"Oh, kayaknya gak bisa. Kita harus menemui pemilik sama manager restoran lebih dulu," kata Ranu. "Alka, Angga, bisa kalian liat meja dulu? Papa udah booking kok."
"Hm," Alka mengangguk.
"Oh, tuan Ranu, gimana kalau anak saya aja yang nemanin," Vita menawarkan. Si kembar langsung antusias dan mengangguk cepat.
"Bisa, biar Angga yang menemani Gia buat ketemu managernya supaya tidak memakan banyak waktu," dengan senang hati Ranu menawarkan tanpa melihat ekspresi Alka yang kurang senang.
"Aku—"
"Biar aku aja yang sama Alka,"Mawar berkata cepat, membuat Bunga mendelik kearah adik kembarnya itu.
"Udahlah, ngalah aja sama adek kamu," ucap Vita memberi tatapan peringatan. Bunga hanya mendengus.
Mawar maju dan menggandeng tangan Alka, "yuk." Mereka lalu berjalan masuk terlebih dahulu.
Angga mengernyit jijik lalu menggandeng miminya untuk menghilangkan rasa geli yang menjalar di tubuhnya.
Mawar tersenyum senang, ia melirik kearah tangannya yang menggandeng tangan Alka. Alka sendiri merasa risih, namun tidak menolak karna tidak mau membuat keributan.
Mereka sampai di meja pesanan Ranu, sebuah meja lingkaran yang dilapisi beludru bewarna maroon dengan beberapa lilin aroma terapi diatasnya.
Keduanya kemudian mengambil duduk dan Alka sama sekali tidak mengharapkan Mawar untuk duduk disampingnya.
Merasa bosan, Alka memilih memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella
Teen FictionAlika, cewek dingin yang dijuluki ice cream oleh teman-temannya. Dingin, tapi manis. Menjadi dingin setelah sang ibunda wafat. Alika, cewek yang sukses membuat Alka, si pangeran cuek jatuh pada pesonanya. Bercerita tentang Alka yang berusaha masuk...