"Aw! Cil!"
Cecilia tersadar, matanya mengerjap, berusaha mengumpulkan semua kesadarannya. Ia menatap Yuta yang balik menatapnya kesal seraya memusut rambutnya.
"Kenapa di tarik?!"
Cecilia melihat tangannya yang memegang handuk. Oh, iya, Cecilia ingat. Beberapa menit yang lalu Yuta memintanya untuk mengeringkan rambut basah pemuda itu.
Sejak diantar pulang tadi, Cecilia lebih banyak melamun. Ia bahkan tak betah dengan kamarnya sendiri sehingga ia mengungsi ke kamar Mark, menunggu kedua sahabatnya itu pulang.
Cecilia menghembuskan nafas panjang.
Mark memberinya pengering rambut agar Cecilia dengan mudah bisa mengeringkan rambut basah milik Yuta.
Dengan tidak bersemangat Cecilia mengambilnya.
"Kenapa sih lo? Energi lo di serap penunggu pohon depan atau gimana?" Tanya Yuta, ia duduk dibawah ranjang, membiarkan Cecilia duduk diatas ranjang untuk melakukan tugasnya.
"Gatau," ia menjawab jujur. Cecilia sendiri tidak tau kenapa bisa seuring ini sejak tadi.
"Tau gak? Tadi di mall kita ketemu mamahnya Mark," Yuta akhirnya memilih untuk bercerita.
"Gimana?"
"Ha, your still call her my mom?" Mark menyahut di meja belajarnya.
"Ho, i just avoid outrage you, dude. So, we can call her what?"
"Bitch."
Yuta terbahak keras mendengar satu sahutan kesal dari Cecilia.
"I dunno, but i agree with you, kid." Mark ikut menyahut acuh, tak peduli.
"Okay, i don't care. Dia udah punya anak dan kayaknya dia udah ngelupain Mark. You want call him, bastard, hm?" Yuta memutar lehernya, menghadap Cecilia dengan wajah misterius yang terkesan tengil.
"Kenapa?" Cecilia mengernyitkan dahinya.
"Dia nabrak Anna dan dia yang mau kita minta maaf,"
"Oh, son of a bitch."
Yuta terbahak lagi.
"Don't laugh, how to your mom, gila?!" Cecilia mendorong kesal kepala Yuta.
"Oho, sorry ya, mommy gue cantik banget. Alias nyonya besar Gricia Hariansyah."
"Heh! Lo belum nyandang status Hariansyah ya! Lo masih seorang Nakamura!"
"Ya, but it will be longer," Yuta berkata santai, membuat Cecilia mendengus. Pemuda itu lalu berdiri dan menatap cermin, memperbaiki rambutnya.
Mark berdiri dari kursi belajarnya dan menaiki kasur. Ia berbaring dan meletakkan kepalanya di paha Cecilia, menyamankan dirinya disana.
Cecilia memegang rambut Mark yang juga basah, dan berinisiatif untuk mengeringkannya.
"Kenapa?" Tangan Cecilia cekatan mengacak rambut Mark dan menggoyangkan si mesin pengering. "Lo sedih ya ketemu mama lo? Atau lo sedih dia punya anak dan lebih sayang sama anaknya dan ngelupain elo?"
"Enggak keduanya," Mark merubah posisinya yang telungkup menjadi telentang. "Mungkin gue bakal tumbuh urakan kaya bocah itu kalau di urus sama dia."
"Heyy Ferguso, lo kata sekarang lo gak urakan? Gak bar-bar?" Yuta menyahut malas, ia melupakan cerminnya sekejap sebelum kembali fokus lagi.
"Beda, gue mah urakannya sama yang urakan juga. Gue masih menghormati orang tua sama wanita. Kecuali emang merekanya yang brengsek," Mark menjawab tanpa menatap.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella
Teen FictionAlika, cewek dingin yang dijuluki ice cream oleh teman-temannya. Dingin, tapi manis. Menjadi dingin setelah sang ibunda wafat. Alika, cewek yang sukses membuat Alka, si pangeran cuek jatuh pada pesonanya. Bercerita tentang Alka yang berusaha masuk...