"Bentar, ya."
Disaat yang lain mengangguk cuek, Alka malah mengikuti langkah Alika dengan obsidian-nya. Lalu mengernyit tak suka saat gadis yang menjadi incarannya itu mendekati Farrel dan mengajaknya mengobrol.
"Ngeliatinnya gitu banget."
Kepala Alka menoleh ke kiri, mendapati Anna yang memandangnya geli seraya masih menyuap baksonya.
"Kalau suka, kenapa gak bilang aja?" Anna berucap lagi.
"Keliatan?"
Anna yang tidak berniat tertawa, malah melepaskan tawa gelinya mendengar jawaban Alka. "Cuma orang bego yang gak nyadar, Al."
Alka terdiam. Pandangannya kembali melihat Alika yang masih sibuk mengobrol dengan Farrel di dekat pintu kantin.
"Kenapa? Lo gak pede?" Anna berkata lagi.
"Nggak," Alka memandang sahabat perempuannya itu, "gue udah pernah bilang ke dia."
Anna mengangguk mengerti. Ia tak terlalu terkejut karna sudah menduganya. "Terus, dia jawab apa?"
Alka menyeruput lemon juice nya, "gue gak nembak. Cuma jujur aja, dan dia bilang, dia gak tanggung jawab sama patah hati yang mungkin gue alamin."
"Terus? Langkah lo selanjutnya?"
"Ngejar,"
"Dan lo malah dapetin Lika deket sama cowok lain," Anna tawa geli Anna pecah di akhir kalimatnya.
Alka hanya menggedik dan melanjutkan makannya.
"Lo gak ada niatan mau minta kepastian?"
"Tapi kan, gue yang ngejar, kenapa gue yang minta kepastian?"
Anna meletakkan sendok dan garpunya lalu menatap Alka penuh, "lo gak penasaran, dia mau dikejar atau enggak? Paling enggak, lo punya alasan buat lanjut ngejar dia atau enggak. Bukannya sia-sia aja kalau lo ngejar, dia malah suka sama yang lain?"
Alka mengangguk paham, "menurut lo, dia risih gak dikejar gue?"
"Dia ada bilang gitu?"
Alka menggeleng.
"Yaudah," jeda sebentar, "Al, coba deh, jangan nerka-nerka, itu buat lo sakit. Mending lo langsung tanyain aja."
"Bukannya lebih sakit ya, kalau tau kebenarannya sendiri?"
"Setidaknya lo tau, disitu lo harus move on daripada stuck sama kepastian gak jelas."
***
"Mau makan mi gak? Abang gue kebanyakan nyetok—"
"MAU MAU MAUUUUU!!!"
Suara lain tiba-tiba menyahut. Keempat orang yang tersisa dikelas XI MIPA D tentu agak kaget saat suara itu menggema di kelas mereka yang sudah kosong sejak setengah jam yang lalu.
Cecilia berlari kecil kearah Anna dengan mata berbinar, "nanti cabe nya pake cabe setan ya, tapi di giling, jangan di blend. Soalnya lebih enak yang ulek pake tangan. Terus nanti bumbunya satu aja, sama minyak-nya minyak di bungkusnya aja pake, yayaya," katanya antusias.
"Ya ampun, iya, iya, Cil. Tapi jangan bikin kaget dong," balas Anna yang masih mengelus dadanya sebagai pengusir kagetnya.
"Kebiasaan nih anak kancil, dateng-dateng teriak. Gue yakin penunggu kelas juga kaget denger suaranya," Angga menyindir.
"Jangan macem-macem deh, Cil. Sakit perut entar," sahut Alika menasehati.
"Hmm, saya mencium baw-baw kekecewaan disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella
Teen FictionAlika, cewek dingin yang dijuluki ice cream oleh teman-temannya. Dingin, tapi manis. Menjadi dingin setelah sang ibunda wafat. Alika, cewek yang sukses membuat Alka, si pangeran cuek jatuh pada pesonanya. Bercerita tentang Alka yang berusaha masuk...