Sudah sejak lama, sunyi adalah yang paling melekat pada diri Alika. Baginya, sunyi adalah suaranya. Namun, satu-satunya sunyi yang ia benci adalah, ketika ia berdiri tepat di depan ibundanya, namun sang bunda tidak berbicara padanya.
Itu terjadi padanya tadi malam, di dalam mimpi tentu saja. Entah datang langsung dari sang bunda, atau hanya efek stress semata. Apapun itu, tidak ada alasan untuk Alika tidak mengunjungi makan ibunya. Yang pertama ia lakukan adalah menyapa.
"Assalamuaykum, mama."
Lalu hening.
Seperti sudah menjadi kebiasaan, Alika hanya akan diam, pun hatinya. Ia hanya memperhatikan nisan ibunya, lalu perlahan menjongkokkan diri, berlutut, lalu mengelus batu nisan itu.
Selalu begitu, ada sesak yang tak bisa ia keluarkan, ada air mata yang habis untuk ia tunjukkan, sehingga diam, adalah bentuk yang ia ungkapkan.
Sebagai penutup, ia menadahkan tangan dan menutup mata, membaca doa kepada sang pencipta, untuk menempatkan sang bunda di tempat yang paling bercahaya.
Setelahnya Alika berdiri, berbalik dan segera pergi. Namun langkahnya terhenti melihat Anna yang berjalan kearah yang berlawanan.
Gadis itu tersenyum kearah Alika walau air matanya masih membasahi muka, ia melambai dan berjalan cepat menghampiri Alika.
"Ngunjungin tante, ya?" Tanya Anna berbasa-basi.
Alika mengangguk. Ia membiarkan Anna mengamit lengannya dan berjalan keluar pemakaman bersama.
"Gue suka iri deh sama lo," tutur Anna yang membuat Alika sontak menoleh heran. Mereka terus berjalan di tepi trotoar untuk menuju halte.
"Iya, lo itu kuat. Lo bisa gak nangis kalo keinget mama lo. Gak kayak gue, yang kalo ngingat sedikit aja, gue pasti nangis," sambungnya.
"Gue malah iri sama lo, Ann."
"Hng?" Anna menoleh.
"Lo bisa nangis dan ngeluarin semua isi hati lo, terus abis itu lo lega."
Mereka berdua berhenti di halte.
"Kadang, diam bukan berarti gak berbicara. Cuma, gak ngerti aja gimana cara gue buat nyampeinnya."
Sebuah bis berhenti di depan mereka, pintu bis terbuka dan mereka segera masuk dan mencari tempat untuk duduk.
"Dan karna gue diem, bukan berarti gak ada yang harus gue bicarain. Tapi banyak yang nyalah artiin, diem gue itu sombong, diem gue itu kuat. Kadang, diem senyesek itu, Ann."
Anna menoleh kearah Alika dan memeluk erat lengannya, "maafin gue, Lik. Gue salah satu yang menyalah artiin diem lo. Tapi gue gak cukup ngerti apa yang lo bicarain dalam diam lo, walaupun gitu, gue selalu ada buat lo kapanpun lo mau ngomong."
Alika tersenyum dan menggenggam tangan Anna di lengannya.
Setelahnya mereka diam, dan asik melihat jalanan dari balik jendela.
Bis kembali berhenti di halte. Anna melepas pelukannya dari lengan Alika dan berdiri.
"Gue duluan, ya," pamit Anna pada Alika.
Alika hanya tersenyum simpul dan mengangguk, memperhatikan Anna yang keluar dari bis kemudian melambai saat sahabatnya itu ikut melambai dari halte.
Bis kembali berjalan dan Alikaa sengaja melewatkan halte dimana harusnya ia turun untuk pulang. Karna rumah bukan tujuannya kali ini. Ia malah berhenti di tiga halte kemudian, menyebrang dan berjalan sebentar sampai akhirnya masuk ke sebuah cafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella
Teen FictionAlika, cewek dingin yang dijuluki ice cream oleh teman-temannya. Dingin, tapi manis. Menjadi dingin setelah sang ibunda wafat. Alika, cewek yang sukses membuat Alka, si pangeran cuek jatuh pada pesonanya. Bercerita tentang Alka yang berusaha masuk...