1.5. [Lelaki Alpenliebe]

227 31 5
                                    

📌JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA!📌
Hope you like it🍀

•••

𝓣uhan,

Bila dia tidak akan ada lagi,
mengapa hingga penghujung tahun kedelapan ini, aku masih merasa dia tidak benar-benar pergi?

Mengapa bayangnya hadir bahkan di saat aku menuturkan janji untuk belajar mencintai Gibran?
Menjadikanku semakin bimbang akan janji ini.

•••

Meyra menutup Montblanc Meisterstück Gold-Coated dengan resin hitam penutup yang cemerlang, konon miliki salah satu tinta terbaik. Ia menyandarkan kepala yang terasa berat di atas meja.

Obsidian Meyra memeluk erat foto di genggamannya. Sebentuk foto kecil yang bila dipandang orang lain pastilah hanya sekadar siluet tubuh seseorang terpalang oleh lid megah sebuah piano.

Drrtt.

Bising getaran ponsel mengusik pendengaran Meyra. Ia berdecak halus.

Siapa yang telah berani mengganggu Minggu paginya?

Lalu Meyra segera menggeserkan tombol hijau di layar ponselnya. "Bukankah berulang kali aku ingatkan Mbak Ai, enggak ada panggilan terkait kerjaan di hari Minggu," Belum sempat terdengar suara di seberang telepon, ia telah mengomel terlebih dahulu.

"Bukankah kamu tahu suaraku tidak akan berubah cempreng seperti Mbak Ai-mu itu, nona Meyra yang terhormat. Sejak kapan aku berubah menjadi editor merangkap personal manager-mu yang enggak henti-hentinya mengingatkan jadwal yang teramat nutty hectic itu?" Meyra sedikit menjauhkan ponsel ketika mendengar omelan pedas July. Salah dirinya, sih.

Ia menghela napas kasar, "Maaf, Ly. Ada apa?"

"Harusnya aku yang nanya begitu. Bukannya dua jam lalu kamu meneleponku?"

Meyra terdiam sejenak mencoba mengingat, lalu ia menepuk dahi, "Lupa banget, seriusan deh. Tadi cuma mau nanya kabar aja, seminggu ini belum dengar kabar dari kamu, sih."

Terdengar July di seberang sana mengucap kalimat istighfar tiga kali.

"You must be joking, darling!! Baru aja kemarin kita skype-an,"

"Kamu habis kebentur apaan, sih? Kebentur monas? Atau habis nonton ftv kecelakaan berakhir amnesia, terus ikut kebawa emosi sampai sekarang?"

Meyra merutuki dirinya yang luar biasa pelupa. Akhir-akhir ini dirinya seperti menderita alzheimer saja.

"I'm screwed, i'm sucked. Enggak tahu, deh. Rasanya hippocampus di otakku kayaknya menyusut," Ia tak habis pikir dengan otaknya kini.

"Entar diaminkan malaikat, baru tahu rasa."

Meyra duduk di tepian ranjang, ia memijat pelipisnya. "Kayaknya lagi banyak pikiran banget. Akhir-akhir ini jadi mudah lelah, rasanya seluruh tubuh kayak mau rontok,"

"Ingat, Mey, prioritaskan diri dulu" Praduganya benar, pasti July mulai akan memberinya khotbah.

Sebelum July melangkah jauh, lebih baik dirinya memotong dahulu, "Ly, aku udah janji sama Gibran buat belajar nerima dia,"

Nyala RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang