3.3. [Dandelion on The Paper]

93 28 6
                                    

📌JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA📌
Hope you like it🍀

•••

𝓐nne Lamott pernah bilang, "Kau akan kehilangan seseorang yang sangat berharga bagimu dan hatimu akan benar-benar terluka. Kabar buruknya, luka itu tak akan benar-benar sembuh. Namun, kabar baiknya, orang yang kau sayang akan hidup selamanya dalam hatimu yang terluka." Mungkin itulah yang tengah dirasakan Meyra sekarang, perihal kabar baik yang menyakitkan. Meyra tahu ini semua sangat wajar baginya. Namun, tetap saja, mau sebanyak apapun ia menyambut kehilangan, dia tetap tak mampu menerimanya kembali dengan penuh kelapangan.

Mungkin setiap orang pernah bertanya-tanya kenapa Tuhan menciptakan perasaan. Kau kehilangan seseorang berharga, selanjutnya kau harus mengalami duka yang teramat dalam pula. Entah sebulan, setahun, lima tahun, bahkan puluhan tahun.

Namun, apa pernah kau berpikir, tanpa duka yakinkah kau akan mampu mengingat mereka selamanya?

Tapi juga, apakah satu-satunya jalan untuk bertahan hidup adalah menerima segalanya?

Meyra memandangi lalu-lalang orang di bawah awan mendung dari balik kaca mobil dengan tatapan hampa. Saat ini dirinya sedang dalam perjalanan menuju salah satu toko buku tempat berlangsung launching novelnya. Dia sendiri tak mengerti, bukannya bergembira menuju detik-detik peluncuran resmi novelnya, ia malah merasakan pedih pada jiwa dan raganya. Berhari-hari jelas ia masih menyembunyikan duka yang sulit ia terima, membuat tubuh rasanya semakin ingin tumbang saja. Mau bagaimana lagi? Tak mungkin dia membatalkan sepihak acara launching ini.

Drrtt..

Getar ponsel di tangan Meyra berbunyi menandakan ada pesan masuk. Kepalanya sedikit menunduk, lalu membuka layar terkunci ponselnya.

From : July (+1-416-555-xxxx)

Be happy for this moment.
You, of all people deserve a happy ending, OK?

Meyra tersenyum kecil membacanya. Cepat ia ketik balasan untuk July. Dia sungguh berharap July ada di sampingnya saat ini.

Namun, setelah itu lagi-lagi benaknya selalu bertanya. Meyra menghembuskan napas kasar, melempar pandangan ke luar mobil.

Apakah kita benar-benar tak bisa merancang happy ending sendiri?

"Mey?"

Meyra terperanjat. Dan yang pertama ia sadari adalah sorot mata khawatir juga kening berkerut oleh sosok wanita berkacamata di sampingnya kini.

Wanita itu memang sengaja mengunjungi Meyra dan berangkat bersama menuju tempat diadakan launching, ia juga mencemaskan penulisnya itu sesudah mendengar kabar dari Gibran pagi tadi mengenai kondisi Meyra. Memang akhir-akhir ini, penulisnya itu selalu kedapatan melamun olehnya.

"Kamu nggak apa-apa?" bisik Mbak Ai mendekat pada Meyra sebab Gibran yang tengah mengemudi sedang bercanda dan tertawa terbahak-bahak bersama Biru yang duduk di depan, bersebelahan dengan Gibran.

Biru kebetulan memang pulang sekolah cepat di tiap Sabtu, sedangkan Gibran memang sengaja izin dari kantor untuk menghadiri acara Meyra. Padahal, kantor pria itu sedang dilanda banyak permasalahan. Namun, setelah lembur beberapa hari belakangan, Gibran memilih izin untuk hari ini. Pria itu juga tak ingin kehilangan momen berharga bagi Meyra seperti acara launching ini.

Menatap mata Meyra sejenak, "Aku rasa ada lingkaran hitam yang tak biasa pada iris ambermu, matamu juga seperti menguning." Satu detik yang singkat, Mbak Ai langsung menurunkan pandangan pada tangan Meyra, menyentuh memar di punggung tangan Meyra. "Ini apa? Kulitmu juga ikut menguning Mey. Kenapa bisa?" tambah Mbak Ai berkata pelan seperti berbisik.

Nyala RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang