Malam semakin larut, Bintang masih terjebak hujan di depan Kafenya setelah dia mengontrol keuangan kafe tadi sore sampai malam. Venus tidak lagi datang kesana dan Bintang tidak pernah menanyakan gadis itu ke karyawan lain karena dia benar benar membenci gadis bernama Venus. Hujan benar benar turun dengan derasnya malam hari ini.
Bintang akhirnya memilih untuk mengambil payung di kafenya, setelah itu dia berjalan sambil menunggu taksi lewat atau angkutan umum lain. Ponselnya mati membuat dia tidak bisa menghubungi ketiga saudara kandungnya atau ayahnya.
"Ngapain si hujan malem malem." gerutunya dengan kesal sambil melewati jalan panjang menuju ke rumahnya.
Gadis itu menatap kearah taman yang cukup sepi karena hujan, hanya ada beberapa warung yang masih bertahan di pojok sana. Arah pandangnya sekarang malah terfokus ke seseorang yang sedang berdiri didekat warung, Bintang sangat yakin dia adalah Angkasa.
"Angkasa." panggil Bintang sambil bergegas berlari menghampiri cowok itu, namun langkahnya terhenti saat seorang perempuan keluar dari warung sambil membawa setenteng plastik dengan senyuman lebarnya.
Angkasa yang sekarang kehujanan memilih untuk melepaskan jaket kulitnya kemudian memasangkanya ke bahu Venus membuat Bintang disudut sana hanya bisa diam dan menahan air matanya. Lagi lagi Angkasa membuatnya sakit, dia tidak pergi tetapi dia memilih untuk menghampiri Angkasa dan melempar payungnya membiarkan tubuhnya terguyur hujan.
"Angkasa." panggilnya membuat Angkasa menengokan kepalanya ke arah Bintang begitu juga Venus yang sekarang melepaskan jaket milik Angkasa.
"Kalian ngapain disini?" tanya Bintang yang sekarang sudah menangis namun tidak terlihat karena hujan yang mengguyurnya.
"Kita cuma beli makanan kok buat Bimo, Angkasa lo pulang sama Bintang aja. Gue bisa pulang sendiri." ucap Venus sambil mengembalikan jaket milik Angkasa dan wajahnya terlihat panik.
"Lo pulang aja sama Angkasa." balas Bintang sambil melirik sinis ke arah Angkasa.
Angkasa memasangkan kembali jaketnya ke bahu Venus kemudian cowok itu menuntun gadis itu untuk naik ke atas motor membuat Bintang mengepal tanganya dengan kuat. "Kita putus, Sa." ucap Bintang sambil menangis.
Angkasa hanya diam sebentar namun kemudian cowok itu lebih memilih untuk mengurus Venus dan membawa Venus pergi dari sana. Bintang menangis sejadi jadinya disana dia berjongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tanganya, dia kecewa, dia marah, dia sedih semuanya bercampur menjadi satu.
***
Pagi pagi buta, di rumah milik keluarga Avarel sudah sangat ribut karena Bintang yang tidak pulang semalaman. Samudera sangat khawatir, cowok itu sekarang sedang berjalan menuju ke rumah Angkasa dengan segala kemarahanya. Dia mengetuk pintu rumah tersebut dengan kuat menimbulkan suara yang cukup keras, Angkasa keluar membuka pintu dan Samudera langsung menarik kerah baju cowok di depanya.
"Bintang dimana?" tanya Samudera dengan menekan kalimatnya dan menatap tajam Angkasa.
"Gatau."
Balasan itu semakin membuat Samudera marah, cowok itu sekarang memukuli Angkasa. Kedua orang tua Angkasa tampaknya tidak ada di rumah karena sedari tadi Samudera tidak melihatnya hal itu membuat Samudera dengan leluasa menghajar pacar adiknya itu.
"Apa gunanya lo gue izinin jadi pacarnya Bintang? Gue udah bilang, jagain dia!"
"Sampe Bintang kenapa kenapa, gue tuntut lo atas kematian nyokap gue! PAHAM!" emosi Samudera semakin meluap, cowok itu bahkan membahas kesalahan Angkasa ke keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retain (Sekuel of Angkasa)
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT] (Sekuel Angkasa) Mungkin mempertahankan suatu hubungan lebih sulit dari pada mendapatkanya, setelah satu tahun berlalu, hubungan Angkasa dan Bintang masih tetap pada status pacaran. Langit kembali ke Indonesia ditemani oleh Bumi...