22. Menghilang

18 1 0
                                        

Untuk yang kedua kalinya, kau tinggalkan aku tanpa sepatah kata apapun.
-Violin Grisella Algezza.
***

"A-apa, Dok? Leukimia?" tanya Violin tak percaya mendengar ucapan dokter bahwa Regal mengindap penyakit kanker sel darah putih.

"Yang sabar ya, Dek. Temen kamu pasti sembuh, jika Tuhan memberi mukjizat," ucap Dokter tersebut.

"Kalau begitu, saya keluar dulu."

Tak terasa, air matanya kini mengalir lagi, bahkan lebih deras dari kemarin. Ia tak menyangka, bahwa sahabatnya bisa mengindap penyakit yang paling mematikan.

Mimpi apa Violin semalam? Mengapa harinya kini kian memburuk saat mendengar bahwa Refal mengindap penyakit leukimia.

Hari-hari nya serasa berjalan begitu hampa saat ia mengetahui bahwa usia Refal hanya dalam hitungan bulan, bahkan minggu.

***

"Nak, makan dulu nih." Tira mengetuk pintu kamar Violin yag sedari pagi tidak kunjung dibuka.

"Iya, Ma." Violin membukakan pintu kamarnya, lalu menyambut ibunya.

"Kenapa?" tanya Tira yang melihat putri tunggalnya denga mata sembab.

"Aal, Ma..." lirih Violin lalu menenggelamkan wajahnya dalam dekapan ibunya.

"Kenapa sama Aal?" tanya Tira seraya mengusap puncak kepala anaknya.

"Aal kena leukimia."

Tira sempat terkejut mendengar ucapan dari buah hatinya, merasa prihatin dengan anaknya karena beberapa hari ini Violin tampak muram.

"Kata Dokter, umur Aal gak lama lagi, Ma." Violin masih menenggelamkan wajahnya, ia merasa jauh lebih baik saat menangis dalam dekapan ibunya.

Tira menghembus napasnya, "Sabar ya, Sayang. Itu kan cuma kata Dokter, bisa aja Tuhan kasih mukjizat buat Aal."

"Udah ah, jangan nangis lagi."

***

Hari ini, Violin berniat untuk menjenguk Refal. Sudah 2 hari ia tidak menjenguk Refal lantaran kesehatannya kian memburuk, rindunya pada Refal pun tak dapan dibendung.

Violin menyusuri koridor rumah sakit tempat Refal dirawat inap, bau anyier sangat menyeruak saat masuk ke rongga hidung Violin.

Kini, Violin sudah sampai tepat di depan ruang inap Refal. Tanpa pikir panjang, ia melangkahkan kakinya memasuki ruangan tersebut.

Namu saat Violin memasuki ruangan Refal, ia tak melihat keberadaan Refal di ruangannya. Padahal kondisi Refal belum sepenuhnya membaik, itu alasan mengapa Refal harus dirawat untuk beberapa minggu ke depan.

"Al? Kamu di kamar mandi?" ucap Violin memastikan. Merasa tidak ada respon, Violin mendorong pelan pintu kamar mandi yang berada di ruangan tersebut.

Pintunya terbuka, Violin semakin memperlebar membuka pintu kamar mandi tersebut. Saat semuanya terbuka, tidak ada Refal di kamar mandi. Ia berniat untuk memanggil suster dan menanyakan dimana keberadaan Refal.

"Suster," panggil Violin saat melihat seorang suster melewati ruang inap Refal.

"Pasien yang di kamar ini mana ya, Sus?"

"Pasien udah pulang dari dua hari yang lalu, Mba." ucapan Suster tersebut membuat seribu pertanyaan memasuki benaknya.

"Pu-pulang? Bukannya dia belum boleh pulang sebelum 5 hari di sini?" tanya Violin heran.

"Iya, Mba. Pasien memaksa, dan kami tidak bisa berbuat apa-apa."

"O-oh oke seh, Sus. Makasih sebelumnya."

Violin berusaha menghubungi Refal, namun semua sosial medianya tidak ada yang aktif.

Al, kamu di mana.

***

"Violin! Dengarkan saya lagi menerangkan!" bentak Pak Jaenab--guru kimia--saat melihat Violin yang sedang melamun.

"I-iya, Pak. Maaf," jawab Violin.

Pikirannya tak karuan, ia masih memikirkan di mana keberadaan Refal sekarang. Mengapa kini Refal meninggalkannya lagi? Apakah belum cukup ia meninggalkan Violin bertahun-tahun lamanya? Baru saja Violin menikmati kembali masa-masa kecilnya dulu bersama Refal, namun kini Refal pergi dan menghilang. Untuk yang kedua kalinya.

Tiba-tiba, terlintas memorinya saat Refal hendak pergi meninggalkan Violin.

Flashback on

Aal? Kamu mau kemana?" ucap gadis kecil berkepang dua sembari menatap lekat manik sahabatnya.

Lelaki kecil yang kerap dipanggil dengan sebutan Aal itu hanya memandang sahabatnya yang ingin menumpahkan air mata, ia juga tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya.

"Aal! Jawab aku!" ucapnya lagi, kali ini dengan mengguncangkan bahu Aal agar si lawan bicaranya segera membuka suaranya.

"A-aku ... aku mau pindah, Lin." Aal mengarahkan pandangannya ke sembarang tempat.

"Ke mana? Katanya kamu enggak akan ninggalin aku?" tanyanya lagi, namun kali ini air matanya telah membanjiri pipi-nya yang chubby.

"Maafin aku, Lin. Aku janji, nanti aku akan nemuin kamu lagi." Aal mengambil sesuatu dari saku celanannya, sementara si lawan bicara hanya diam mendengar ucapan sahabatnya.

"Ini, Lin. Dengan ini, kita bisa ketemu lagi suatu saat nanti." Aal memberi sebuah gelang berwarna pink. Sementara disisi lain tangannya, ia memegang sebuah gelang lainnya yang berwarna biru.

"Kamu yang pink, aku yang biru. Jaga baik-baik, yaa. Jangan nangis, kita pasti ketemu lagi, Olin enggak boleh cengeng. Olin kuat, ya?" Aal memeluk sesaat gadis kecil yang ia panggil dengan sebutan Olin itu, lalu ia menghapuskan air matanya.

"Kamu harus janji sama aku, kalau kamu enggak boleh sedih setelah ini. Kamu harus bisa tanpa aku, Lin." Aal menggenggam erat tangan Olin.

"Aku pergi dulu, yaa. Jaga diri baik-baik, dadah."

Flashback off

Lagi, air mata Violin kembali mengalir di pipinya yang halus. Memorinya bersama Refal tidak akan pernah bisa menghilang, Refal adalah segalanya bagi Violin.

Karena Refal, ia kini mengehetahui apa arti dari kesabaran juga kebaikan.

Al, aku kangen kamu.

Double Update!

Happy Reading in our project, guys!

Thank you for reading!

Krisarnyaa

(23 Oktober 2019)

By: Gadissnj


ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang