23. Sakit (2)

18 1 0
                                    

Ia pergi, dan tak akan mungkin pernah kembali.
***

Sepi. Kosong. Tanpa kehidupan. Itu yang dirasakan Violin beberapa hari ini. Tanpa kehadiran Valdo, gadis itu sama sekali tak bersemangat menjalani hidup.

Seperti hari ini, di saat semua siswa merayakan hal langka yang disebut jamkos, gadis itu gadis itu hanya duduk bertopang dagu di bangkunya dengan pandangan mengawang. Membayangkan hal-hal yang biasa dilakukannya dengan Valdo setiap hari.

"Lin!"

Violin terlonjak dan mengelus dadanya. Hal terakhir yang ia butuhkan adalah meninggal karena serangan jantung.

Gadis itu menoleh sebal, siap melontarkan sejuta kata mutiara untuk orang yang mengagetkannya. Namun, sebelum ia bisa membuka mulut, sosok itu membentaknya terlebih dahulu.

"Lin, get a life! Lo gak perlu terus-terusan mikirin orang yang udah ninggalin lo!" Raut muka Algis bercampur antara kesal dan kasihan.

"Terima kasih atas sarannya yang sama sekali gak membantu," sarkas Violin.

Di lihat dari ekspresinya, pemuda itu seperti hendak meledak. Tetapi rupanya ia berhasil memendam semua perasaan itu dan berkata dengan suara yang lebih lembut.

"Please, Lin. Lo gak usah terlalu mikirin cowok itu. Di sini masih ada gue yang bakal selalu ada di sisi lo."

Violin hanya tertawa sinis, mood-nya yang tengah buruk tak bisa luluh begitu saja dengan sikap manis seseorang. Namun, gadis itu membalas perkataan pemuda itu dengan cukup baik meskipun teedengar hambar.

"Thanks, gue bakal coba lupain dia."

***

Violin meringkuk di kasur dengan kepala terbenam diantara lutut. Percuma. Sekeras apapun ia berusaha untuk melupakannya, sosok Valdo tak akan pernah hilang dari hidupnya.

"Kenapa kamu pergi, Fal? Kenapa kamu ninggalin aku lagi?" ratap Violin dengan suara serak.

Entah sudah berapa lama ia terdiam dengan posisi seperti itu. Mungkin satu jam, dua jam, entahlah. Yang jelas Violin tak peduli.

Terdengar olehnya suara pintu menjeblak terbuka. Tetapi gadis itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mendengarnya.

"Lin, jangan kayak gini."

Perlahan, Violin mengangkat wajah, memandang di arah pintu, dan terperangah.

Itu Valdo. Tak salah lagi. Pemuda itu telah kembali untuknya. Hanya untuknya.

Tanpa pikir panjang, gadis itu melompat dari ranjangnya dan berlari menghambur menuju pelukan Refal. Semuanya terasa indah.

"Refal, kamu kembali."

Begitu Violin mengcapkan kalimat itu, tubuhnya serasa terdorong oleh tangan Refal. Ia medongak, hendak bertanya apa yang salah.

Deg.

Yang kini berdiri di ambang pintu ialah Algis. Bukan Refal. Gadis itu tersenyum miris. "Kayaknya gue udah gila."

Ia pun jatuh pingsan dalam pelukan Algis.

***

Begitu gadis itu membuka mata, cahaya sinar senja menusuk matanya. Setelah indra penglihatnya mulai bisa menyesuaikan diri, nuansa putih ala rumah sakit menyapanya.

"Akhirnya elo siuman juga."

Violin menoleh lemah ke asal suara. Algis duduk di sampingnya sembari memegang tangannya. Sejenak gadis itu terdiam, berusaha mengingat alasan mengapa ia terbaring lemah di sini.

Perlahan, semua kenangan kembali ke kepalanya. Ingatan bagaimana dengan bodohnya ia menghambur ke pelukan Algis karena mengira pemuda itu adalah Refal.

"Gis, maafin gue." Hanya itu kalimat yang sanggup dikeluarkan oleh Violin.

Violin merasa genggaman tangan Algis semakin erat saat pemuda itu menjawab.

"It's okay, gue tau lo lagi terpuruk banget."

"Thanks, udah selalu ada buat gue."

"Udah jadi kewajiban gue sebagai seorang sahabat yang baik."

Tripple Update!

Happy Reading in our project, guys!

Thank you for reading!

Krisarnyaa

(23 Oktober 2019)

By: SitiR13

ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang