4. Sang Penyelamat

42 5 0
                                    

Aku baru mengenalmu beberapa hari
Tapi rasanya seperti mengenalmu bertahun tahun
-Violin Grisella Algezza-
***

Violin terbangun karena pantulan sinar matahari yang mengenai matanya. Ia masih berusaha untuk mengumpulkan tenaga di pagi yang cerah ini.
Terik banget sinar mataharinya pagi ini, batinnya
Violin terkejut ketika melihat jam weker --yang berada di atas nakas-- sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Ya ampun, gue kan kudu berangkat ke sekolah," seru Violin ketika mulai sadar sepenuhnya.

Langsung saja ia bergegas melakukan ritual mandinya, setelah itu ia memakai seragam sekolah sesuai hari. Tidak lupa juga, ia memoleskan bedak tipis di wajahnya juga lipbalm di bibirnya yang tipis.

Violin mempercepat langkahnya untuk segera berangkat sekolah. Tidak lupa juga ia berpamitan kepada kedua orang tuanya.

"Kamu enggak sarapan dulu, Lin?" tanya Tira yang tak lain adalah ibunya sendiri.

"Enggak, Ma. Olin udah telat, Mama kenapa enggak bangunin Olin tadi pagi?"

"Udah mama bangunin. Kamu aja yang susah banget bangunnya, biasanya juga bangun sendiri."

"Iya deh iya, Olin yang salah. Yaudah, Olin berangkat sekolah dulu ya, Ma."

"Iya, hati-hati bawa motornya."

"Iya, Ma."

Violin pun bergegas mengeluarkan motornya dan segera ia melajukan motornya ke sekolah.

Baru saja setengah perjalanan, tiba-tiba motor Violin terhenti tepat di tengah jalan. Ia pun menepikan motornya agar tidak menghalangi pengendara lain.

"Ini motor kenapa pakai acara mogok segala, enggak tau apa kalau ada orang lagi cepet-cepet," keluhnya meratapi kesialan yang menimpanya pagi ini.

Matanya menelusuri mencari dimana letak bengkel berada.

Tidak lama setelah itu, ada seorang bapak-bapak menghampiri Violin dan menanyakan permasalahan yang terjadi padanya. Sang bapak itu menawari Violin sebuah tumpangan untuk menuju ke sekolahan, bahkan bapak itu juga tak segan membantu Violin untuk membawa motornya ke bengkel terdekat.

Tanpa pikir panjang, Violin menyetujui saja tawaran bapak itu. Violin pun diantar oleh beliau ke sekolahannya.

Sesampainya disana, gerbang sekolah sudah ditutup rapat. Violin mencoba untuk mendekati pos satpam, berniat untuk membujuk penjaga sekolah agar dibukakan pintu gerbang tersebut.

"Pak, tolong dong Pak bukain pintunya. Nanti saya beliin rokok deh."

"Enggak bisa, Neng. Tunggu guru piket datang."

"Kalau nungguin guru piket, saya kena hukum dong pak."

"Salah sendiri, Neng. Makanya kalau enggak mau dihukum, jangan telat," ujar satpam itu tetap kekeh tidak mau membukakan pintu gerbang tersebut. Violin hanya mendengus kesal kantaran mendaoat jawaban yang diluar dugaan dari satpam sekolahnya.

Setelah beberapa menit berusaha membujuk pak satpam yang ternyata gagal, terbesit di akal Violin untuk berniatan membolos sekolah saja.

Baru saja akan melangkahkan kaki meninggalkan pelataran sekolah, seseorang dari arah belakang tengah memanggil nama Violin, yang membuatnya menolehkan kepala.

"Buat apa orang tua lo kerja mati-matian diluar sana, sedangkan lo malah berkeinginan untuk bolos," seru orang itu santai seperti yang diucapkan tak ada dosa apapun. Dia adalah Refal.

"Refal."

"Lo juga telat?" lanjutnya bertanya kepada Refal.

"Iya. Lo barusan mau kemana? Bolos?" Tatapan dingin itu, Violin kesal dengan tatapan itu

"Iya. Mau gimana lagi. Tuh lihat, gerbang sekolah udah ditutup."

"Terus? Itu jadi alasan buat lo bolos?"

"Nggak juga. Gue cuma males aja berhadapan sama guru BK. Dan pastinya kita bakal dihukum kalau telat gini."

"Kan emang ini resiko."

"Iya juga, sih."

Tidak lama setelah itu, gerbang sekolah terbuka dan keluarlah seorang guru, Bu Riri. Beliau adalah guru BK di sekolah mereka.

“Kalian, ayo ikut saya.”

Bu Riri mengajak mereka --Violin dan Refal-- ke arah lapangan upacara.

"Sekarang, kalian lari mengelilingi lapangan 10 putaran," tegas Bu Riri pada mereka. Mau tak mau mereka mengerjakan apa yang sudah ditugaskan oleh Bu Riri.

Tapi baru saja 2 kali putaran, Violin merasa pandangannya mengkabur, kepalanya berat, ia memegangi kepala dengan sambil terus mencoba berlari, namun setelah itu badan Violin tak lagi kuat, ia limbung terjatuh.

Membuat Refal yang tadinya tak menggubris pun berlari ke arah Violin dengan raut wajah yang panik. Dengan cekatan, Refal menggendong Violin menuju ke UKS.

Sesampainya di UKS, Refal kebingungan, ia tidak tahu bagaimana caranya menyadarkan orang yang pingsan. Refal memutuskan untuk menunggu Violin hingga sadar.

Hingga akhirnya saat bel istirahat, Violin sudah mulai sadar.

"Lo udah sadar? Gimana? Ada yang sakit?" Tanya Refal bertubi-tubi.

"Enggak apa-apa." balas Violin dengan suara parau. Violin terus menatap Refal. Ia benar benar seperti mengenal Refal. Tapi ia tidak tau mengenal sosok Refal dimana.

Tidak lama setelah itu, pintu UKS terbuka dan menampakkan sosok Algis. Algis menatap Refal tajam dan pada saat itu juga pukulan keras ia tujukan kepada Refal.

"Lo apain Olin? Hah??!!" ucap Algis lantang dengan satu tangannya menarik kerah baju Refal.

"Gue enggak ngapa-ngapain dia. Lo kalau emang ngajak ribut jangan disini. Ini UKS, Violin butuh istirahat."

"Oke, kalau lo nantangin gue." Baru akan menarik Refal keluar UKS, Violin mencegah Algis.

"Lo apa-apaan sih, Gis. Refal tuh bantuin gue. Tadi gue pingsan dan dia bawa gue ke UKS," ucap Violin dengan menatap manik mata Algis, meyakinkan Algis akan kebenaran yang ada.

Happy Reading in our project, guys!

Thank you for reading!

Krisarnyaa

(19 September 2019)

By: Aprilia

ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang