6. Penjelasan

32 5 0
                                    

Percaya atau tidak, kau akan baik-baik saja bersamaku.
-Algis Aditya Hardinata
***

Baru kali ini Violin merasa jika ekskul fotografi terasa sangat lama. Ia benar-benar tak tahan untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi antara Refal dengan Algis. Ia juga tak tahan melihat luka lebam yang menghiasi wajah Refal. Namun, yang bisa ia lakukan hanya diam. Ia terlalu takut akan respon Refal yang mungkin menolak untuk ia obati.

"Saya rasa cukup untuk hari ini."

Kalimat yang sejak tadi Violin tunggu akhirnya terucap juga. Violin segera menghubungi Algis untuk mengetahui keberadaannya. Namun, nihil. Tak ada balasan apapun yang ia dapat dari Algis.

Violin bergegas menuju kelas, barangkali Algis menunggunya di kelas. Sayangnya ia tak menemukan Algis di kelas, hanya ada tasnya saja, sedangkan orangnya entah ada dimana. Tak kehabisan akal, Violin kembali mencari Algis, kali ini di kantin. Lagi-lagi ia tak menemukan Algis di sana. Ia berbalik arah menuju lapangan basket, barangkali Algis sedang bermain basket bersama teman-temannya. Sayangnya, Algis tak ada di sana.

"Nyari Algis, ya?" tanya salah satu teman sekelasnya yang kebetulan sedang berada di pinggir lapangan.

"Iya, lo tau dia di mana?"

"Toilet, dia pamit ke toilet tadi."

"Oke, thanks."

Tak berlama-lama lagi, Violin segera menuju toilet. Benar saja, ketika ia sampai ia mendapati Algis keluar dari toilet. Ia menatap Algis dengan tatapan membunuh ketika Algis melempar senyum kepadanya. Violin merasa benar-benar jengkel dengan Algis.

"Kemana aja sih lo? Gue cari daritadi juga." Nada suaranya ketus.

"Kangen, ya?" Algis menaik-turunkan alisnya.

"Lagi nggak mood buat bercanda!" Kali ini nada suara Violin terdengar makin ketus juga sedikit meninggi.

"Lo kenapa sih? PMS?" Algis menatap Violin heran.

"Jelasin!" ucap Violin to the point yang makin membuat Algis terlihat seperti orang bodoh yang tak mengetahui apa-apa.

"Jelasin apa sih, Lin? Gue nggak tau lo ngomong apa."

"Nggak usah pura-pura bego deh," sarkas Violin.

"Gue beneran nggak tau, Lin. Lo bikin gue bingung sumpah."

"Maksud lo mukulin Refal apa?" Ucapan Violin berhasil membuat Algis terkejut.

"Lo tau dari mana?"

”Nggak penting gue tau dari mana, yang penting lo jelasin semuanya sama gue."

"Oke gue bakal jelasin, tapi nggak di sini. Kita pulang dulu, ya?"
Ingin rasanya Violin menolak, tapi cekalan tangan Algis terlebih dulu membawanya menuju ke parkiran. Kali ini ia pasrah asalkan Algis menjelaskan semuanya.

***

Mereka berdua sampai di rumah Violin. Sepanjang perjalanan hingga sampai di rumah, Violin sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia masuk ke dalam rumah dengan Algis mengekor di belakangnya.

Kali ini Violin membawa Algis ke teras belakang. Ia duduk di kursi kayu panjang diikuti Algis di sampingnya.

"Jelasin," ucap Violin singkat. Nada suaranya sedikit melunak dibandingkan ketika di sekolah tadi.

"Gue emang mukulin Refal, tapi gue ngelakuin itu semua demi lo." Algis menatap mata Violin.

Violin mengerutkan dahinya, "Demi gue? Maksud lo apaan?"

"Sorry Lin, gue cuman mau lindungin lo. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa lagi gara-gara si Refal." Ucapan Algis terdengar begitu serius.

"Tapi kan-"

"Percaya sama gue, Lin. Gue bener-bener khawatir sama lo," ucap Algis meyakinkan.

Violin mengembuskan napas pelan. Mungkin benar apa yang dikatakan Algis jika ingin melindunginya. Ia tak ingin berburuk sangka pada Algis, sahabatnya sendiri. Violin mencoba untuk percaya dengan apa yang baru saja Algis jelaskan.

Happy Reading in our project, guys!

Thank you for reading!

Krisarnyaa

(22 September 2019)

By: Sisiputtttt

ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang