19. Hujan (2)

16 4 0
                                        


Hidup seperti anak kecil, tanpa dosa. Dan aku ingin itu kembali.

***

Violin menatap cermin dengan senang. Selain karena penampilannya yang cukup memuaskan, ini juga karena ia kembali bertemu dengan Refal–Aal teman semasa kecilnya. Percayalah senyum gadis ini seperti sudah permanen tidak akan bisa dihapuskan.

Hari ini mereka–Violin dan Refal–berencana untuk jalan-jalan. Lepas rindu, mungkin? Karena selama ini mereka tidak mengenali satu sama lain.
Ponsel Violin berdering, atensi gadis itu langsung pada benda tipis canggih tersebut.  Nama Refal tercantum disana bersamaan dengan foto cowok itu. Tanpa menunggu lama, Violin langsung menjawab panggilan dari Refal.

"Kenapa Aal?" Suara ceria yang tanpa di buat-buat oleh Violin.

"Aku udah sampai."

Senyum Violin langsung bertambah lebar, dan entah dark mana, suntikan semangat bertambah.

"Oke, habis ini aku kebawah. Tunggu, oke?"

"Hmm."

Setelah itu sambungan terputus, lalu Violin langsung mengambil tas dan sekali lagi mengecek penampilannya kemudian barulah ia keluar rumah. Sedangkan Refal memasang senyum kecil ketika sambungan telfon mereka terputus. Setelah kejadian kemarin kebahagian kecil setiap detiknya menyusup masuk kedalam relung hatinya.

Refal berencana untuk pergi ketempat yang pernah menjadi kenangan mereka. Menghidupan memori semasa mereka kecil. Memikirkannya saja sudah bikin cowok ini tersenyum.

"Aal!"

Refal menoleh, dan menemukan Violin berlari kecil kearahnya dengan semangat. Dua orang ini benar-benar sedang bahagia. Seperti membawa matahari di atas kepala mereka.

"Udah siap?" tanya Refal, lalu di balas dengan anggukan semangat. "Yaudah naik."

Tidak perlu menyuruh dua kali, Violin langsung menurutinya. Setelah itu mereka melengang pergi ketujuan mereka.

***

Langit tampak berawan tebal namun tidak benar-benar membuat matahari menghilang dari langit. Menyebutnya mendung karena awan-awan tebal menutupi langit pun jadi tidak bisa. Namun menyebut cerah karena matahari tidak benar-benar bersembunyi di antara kapas-kapas langit.
Jika bisa di jelaskan, Violin dan Refal setelah sampai di taman. Dua orang ini sama sekali tidak melepaskan genggaman mereka. Refal yang menarik pertama kali tangan Violin agar mereka saling mengenggam tangan.

Taman terlihat cukup sepi, walaupun hari ini adalah weekend. Hanya ada beberapa pasangan dan juga anak-anak kecil yang berlarian. Lalu sampai tempat yang cukup banyak anak-anak kecil dan juga orang tua yang sibuk mengawasi anak mereka sedang bermain.

"Mau duduk disana?" tanya Refal sambil menunjuk salah satu kursi yang kosong dan juga mengahadap pada playground anak-anak.

"Boleh," jawab Violin sambil mengangguk setuju. Sebenarnya dia cukup lelah jalan dari tempat mereka memarkiran kendaraan mereka sampai disini.

Tapi ketika mereka duduk di kursi itu, tidak ada yang mulai pembicaraan. Dua-duannya sibuk melihat anak-anak kecil yang bahagia dengan dunia mereka, sibuk dengan ayunan, jungkat-jungkit dan lainnya.

"Kamu–" Violin menelan ludah karena gugup. "–kangen aku nggak waktu kita pisah?"
Penyesalan selalu datang terlambat.
Refal agak sedikit tekejut walaupun ia tidak berhasil menyembunyikan senyumnya.

"Kangen?" Refal menjedanya, sambil menatap ke arah Violin yang sudah malu, namun juga penasaran setengah mati. "Ada, kalau kamu?"

Refal bertanya sambil menyelipkan helaian rambut Violin kebelakang telinga gadis itu.

"Kangen banget." Violin menjawab with no hesitation.

Jawaban Violin membuat gerakan tangan Refal yang masih di tempat sebelumnya. Posisi mereka seperti akan melakukan sesuatu yang mungkin akan di tegur oleh orang-orang. Tapi tidak perlu waktu lama untuk menyadari posisi mereka, sehingga Refal menarik tubuhnya menjauh. Kemudian berdeham.

"Terus selama aku gak ada kamu gimana?" tanya Refal setelah bisa mengendalikan dirinya.

Violin menoleh pada Refal sebelum menatap langit yang mulai tertutupi awan tebal. Dan kemudian mengalirlah cerita ketika ia tidak bersama Refal, sesekali menatap gegaman tangan mereka dan juga melihat kearah taman. Sedangkan Refal sesekali menimpali dengan beberapa komentar ataupun cerita dimana ia tidak bersama Violin.
Tiap detik terus bergulir, cerita mereka belum benar-benar habis. Bahkan tak sadar jika taman mulai bertambah sepi karena matahari yang tepat berada di atas kepala namun tertutup kumpalan kapas yang mulai menebal seperti tidak membiarkan matahari menguasai langit biru sendirian. Namun saat tetesan pertama jatuh dan melewati daun-daun pohon dan berakhir di punggung tangan Violin, seketika mendongak keatas mereka langsung di serang dengan ratusan air yang jatuh dari langit.

"Astaga, kok tiba-tiba hujan, sih?" keluh Violin yang langsung berdiri dan menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.

Sedangkan Refal langsung melepaskan jaket dan memasangkan di atas kepala Violin. Gadis itu langsung terpanah dengan apa yang dilakukan oleh kekasihnya sekarang. Setelah menutup kepala Violin dengan jaket agar tidak langsung basah karena hujan, cowok itu langsung menarik Violin mengarah tempat teduh terdekat.

Tidak sampai situ, ketika mereka sampai. Refal langsung membuat Violin mengenakan jaket, cowok ini tidak ingin membuat gadisnya sakit. Bahkan tidak peduli dengan air yang menetes langsung dari rambutnya sendiri.

Violin menatap Refal dengan lekat sebelum akhirnya mengusap wajah cowok yang ada di depannya. Seketika pandangan dua orang itu bertemu. Otak nakal Violin tiba-tiba membayangkan sesuatu hingga padangannya langsung ke dua pusat berbeda secara bergantian. Bahkan Refal juga melakukan hal yang sama.
Wajah Refal mendekat hingga mendarat pada satu titik cukup lama.

"Maaf ya," ucap Refal setelah mencium kening Violin.

***

Jangan pikirkan apapun tentang kejadian kemarin, itu sugesti yang di ucapkan Violin dan hal terbalik membuat gadis ini merasa frustasi. Bahkan membuat dirinya tidak berani memasuki kawasan sekolah. Dia sudah berada di depan gerbang, namun selangkahpun rasanya Violin tidak berani masuk sekolah. Ini semua karena Refal.

Ya walaupun berakhir ia menghindari Refal seharian penuh hari itu. Kemudian kabar baru yang ia ketahui setelah mencoba mampir iseng ke kelas Refal setelah tiga hari kemudian setelah kejadian di taman. Cowok itu tak ada, karena sakit. Jadi aksi menghindar kemarin sia-sia. Sebab orang yang ia hindari tak ada. Tapi bagaimanapun perasaan cemas menyusup ke dalam hatinya.
Sekarang Violin berakhir di kantin dengan Algis yang menemanninya.

"Kenapa lo?"
"Refal dari kemarin ternyata gak masuk." Violin menjawabnya dengan lemas.

Diam-diam perasaan senang datang. Algis berdeham, mencoba untuk mengendalikan dirinya. "Kok?"

"Sakit diannya."

"Owh," jawab Algis sambil berfikir sesuatu.

"Yaudah gak papalah, entar juga sembuh. Btw lo mau menemin gue gak?"

"Ngapain?"

"Ngerjain tugas, pusing gue tuh."
"Bentar aja? Gue pengen ngejenguk Refal soalnya."

"Iya, sampe gue ngerti gimana?"

"Oke."

Setidaknya Algis punya waktu dengan Violin sekarang.

Happy Reading in our project, guys!

Thank your for reading!

Krisarnyaa

(14 September 2019)

By: _lucidream

ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang